Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Kamis, 04 September 2019 - 01:50 WIB
Hukumnya sunnah mu’akkad bagi orang yang masuk masjid kapan saja, menurut pendapat yang
benar. Dasarnya adalah hadits Qatadah bahwa Rasulullah pernah bersabda yang
artinya sebagai berikut:
“Apabila salah
seorang di antara kalian masuk masjid, maka hendaklah dia rukuku (shalat) dua
rakaat sebelum dia duduk.”
Dalam lafazh lain disebutkan yang artinya
sebagai berikut:
“Apabila salah
seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah dia duduk sebelum shalat
dua rakaat.” *1)
Demikian juga berdasarkan hadits Jabir bin
Abdullah bahwa ia bercerita:
“Aku pernah memiliki
piutang pada Nabi, lalu beliau melunasinya kepadaku dan bahkan memberikan
tambahan untukku. Lalu aku menemui beliau di masjid, maka beliau bersabda,
‘Shalatku dua rakaat’. *2)
Masih dari Jabir bin Abdullah, diriwayatkan
bahwa ada seorang bernama Sulaik al-Ghathafani pada hari Jum’at datang ke
masjid, dan kala itu Rasulullah sedang berkhutbah. Ia langsung duduk. Maka
Rasulullah bersabda kepadanya, yang artinya sebagai berikut:
“Hai Sulaik,
bangunlah dan shalatlah dua rakaat, serta
perpendeklah kedua rakaat itu.”
Kemudian beliau bersabda lagi yang artinya
sebagai berikut:
“Apabila salah
seorang di antara kalian datang di hari Jum’at sementara imam sedang berkhutbah,
maka hendaknya dia shalat dua rakaat, dan hendaknya ia memendekkan kedua rakaat
tersebut.” *3)
Perintah untuk
melaksanakan shalat Tahiyyatul masjid memberikan pelajaran tentang hakikat
wajibnya melakukan tahiyyat (penghormatan) terhadap masjid dengan melakukan
shalat tahiyyat, dan larangan di situ juga menunjukkan diharamkannya
meninggalkan shalat tersebut. namun para ulama berbeda pendapat tentang apakah
itu wajib atau hanya disunnahkan. Yang benar bahwa hukumnya adalah sunnah mu’akkad. Itulah pendapat mayoritas
ulama. Iman an-Nawawi menjelaskan, “Hadits itu mengandung anjuran untuk shalat
Tahayyatul masjid dua rakaat dan hukumnyaadalah sunnah berdasarkan ijma’ kaum
Muslimin. Hadits itu juga mengandung anjuran untuk melakukan Tahiyyatul masjid
itu di segala waktu. *4)
____________________________________
*1). Diriwayatkan oleh
al-Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab ash-Shalah, Bab Idza Dakhala al-Masjid Falyarkha’ Rak’atain, no.444,
juga dalam Kitab at-Tahajjud, Bab Ma Ja’a
fi at-Tathawwu’ Matsna, no. 1163. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Shalat al-Musafirin, Bab Istihbab
Tahiyyat al-Masjid bi Rak’atain wa Karahah al-Julus Qabla Shalatihima wa
annahuma Masyru’ah Fi Jami’ al-Aukat, no. 714.
*2). Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Shalat al-Musafirin, Bab Istihbab
Tahiyyat al-Al Masjid, no. 715.
*3). Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab
al-Jumu’ah, Bab Man Ja’a wa al-Imam Yakhthuh Shalla Rak’atain, no. 930 dan
931 dalam Kitab at-Tahajjud, Bab M Ja’a
Fi at-Tathawwu’ Matsna, no. 1166. Diriwayatkan juga oleh Muslim dengan
lafazhnya dalam Kitab al-Jumu’ah, Bab
at-Tahiyyah wa al-Iman Yakhthuh, no. 59 (8750)
*4). Lihat Sharah
Muslim oleh an-Nawawi, 5/233. Lihat juga Nail al-Authar oleh asy-Syauhani, 2/260.
Sumber:
Dr.
Sa’id Bin Ali Bin Wahf Al-Qahthani,
“Shalat
Sunnah dan Keutamaannya”
Penerbit:
Darul
Haq Jakarta 2018
“Shalat
Sunnah dan Keutamaannya”
Penerbit:
Darul
Haq Jakarta 2018
—KSP42—
Senin, 02 September 2019 – 20:29
WIB
Bumi Pangarakan, Lido - Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar