Sabtu, 24 Februari 2018

“TOKEK ITU INGATKAN AKU SHOLAT LIMA WAKTU” Karya : Ki Slamet 42

Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Minggu, 25 Febuari 2018 - 09:55 WIB

Image "Tokek Religi" (Foto: SP)
Tokek Religi

“TOKEK ITU INGATKAN AKU SHOLAT LIMA WAKTU”
Karya : Ki Slamet 42

Ada seekor tokek di atap rumahku yang selalu saja berbunyi
Saat jelang waktu Isya, Subuh, Lohor, Maghrib, yang diawali
Dengan bunyi suara  seperti orang sedang tertawa,  dua kali
Lalu berbunyi,  tokek,  tokek,  tokek, tokek, tokek, lima kali
Seperti meingatkanku, untuk lakukan kewajiban yang hakiki

Tokek itu  memiliki tubuh  seperti tokek-tokek yang lainnya
Berwana putih krem dihiasi bentuk tutul cokelat gula Jawa
Sembunyi  di balik atap muncul merayap saat akan bersuara
Mengigatkan aku dan semua orang yang ada dalam keluarga
Agar tiadalah lupa sholat lima waktu Rukun Islam yang lima

Saat aku buka puasa minum seteguk kopi dan makan kurma
Aku lihat tokek itu kembungkan perut, mulutnya menganga
Tokek itu  berbunyi lagi,  keras  dan lantang sekali suaranya
Hingga terasa getarkan dada,  bulu romaku bergidik jadinya
Kedua matanya mendelik ke arahku, seperti bicara berkata:

Jika tuan tidak melakukan sholat, puasa tuan percuma saja
Tak akan dapat pahala karena sholat itu adalah yang utama
Kewajiban setiap manusia kepada  Sang Khaliknya  di dunia
Yang tak bisa ditinggalkan ke mana pergi dimanapun berada
Meski dalam keadaan apa pun, sehat, sakit, tua atau muda

Ki Slamet 42
Bumi Pangarakan, Bogor

 

Jumat, 23 Februari 2018

Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto: "KAKAWIN BHARATAYUDA” PUPUH XLIII ( 4 – 7 )"

Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Sabtu, 24 Febuari 2018 - 13:57 WIB


TEWASNYA PATIH SANGKUNI


4
 Suyodhana sireki meh kawênangâtakis lâghawa. Lumumpat alayû luput lepas amet hurip kâtrêsnan. Tuwis Çakuni sang sêddêng kakêtêran kakeÒ«agraha. Asâmbat anangis dhinik winarêngan hujar seshttawa.
4
Suyodana pun nyaris terkena pukulan gada Bima yang dahsyat itu jika Ia tidak segera lompat mengelak dan menghindari pukulan gada Bima. Dengan perasaan takut yang teramat sangat Ia berlari kencang sekali menyelamatkan diri. Melihat amuk Bima yang bagai banteng ketaton itu membuat gemetaran dan lemas tubuh Sangkuni karena didera rasa  takut yang teramat sangat. Ketika Bima melihat Sangkuni ikut berlari, Bima menangkap Sangkuni dengan menjambak rambutnya. Sangkuni menangis meminta ampun kepada Bima agar tidak membunuhnya tapi Bima membalasnya dengan bersumpah serapah dengan kata-kata kotor.
5
Nda nara hênêng ta ko ng asu kanishtta nicâdhama. Nda tan warêg aweh lârambêk angupâya ring bancana. Kunang miyata n alpa teki pamalêsku duhkeri ko. Ikang Yamabala pwa panghiddêpana pwa gongning seshttawa.
5
“Sangkuni, kamu anjing penjilat dan jahat, rendah dan busuk. Kamu tidak pernah kenyang berbuat onar, menimbulkan kekacauan dan kesukaran pada orang lain dengan membuat tipu muslihat keji, sekarang terimalah pembalasanku ini. Yama, dewa mati akan segera mencabut nyawamu dan menyiksamu”.
6
Nahan wacana Bhimasena têhêr angdêdêl sâhasa. Rênuh ҫawanira sang Ârya Çakuni n linûd ring gada. Byatita sinêsêb sêsêbnira sinêmpa-sêmpal huwus. Dinûkakên amancadeҫa mapadohaning lot kidul.
6
Bima menghajar tubuh Sangkuni,  menendang dan memukuli dengan gadanya berulang kali. Tak puas sampai disitu, Ia juga  memotong-motong tubuh Sangkuni dan menghirup darah Sangkuni sesuai sumpahnya. Badan Sangkuni yang telah dipotong-potong itu kemudian dilempar ke lima penjuru, jauh ke arah Selatan dan.
7
Huwus parawaҫang musuh pênuh ikang ҫawâmarwwata. Hilini rudhinyana ghûrnnita mangarnna wâlwâdalêm. Kunang pwa ri luput Suyodhana dumeh turungning gawe. Tinût marapinet nda tan katêmu ya hiner-her muwah.
7
Musuh telah binasakan sehingga medan pertempuran dipenuhi mayat-mayat bergelimpangan bertumpuk laksana gunung yang tinggi menjulang. Bunyi percik darah yang mengalir dari tubuh para pasukan Kurawa menggenangi medan pertempuran bagai laut merah yang luas dan dalam. Akan tetapi dengan lepasnya Suyodana dari penangkapan berarti pekerjaan belumlah  selesai.


Pustaka :
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto
Kakawin Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968

Drs. Slamet Priyadi - Bumi Pangarakan, Bogor
Sabtu, 24 Febuari 2017 – 13:58 WIB
 

Sabtu, 17 Februari 2018

“KAKAWIN BHARATAYUDA” PUPUH XLIII ( 1 – 3 ) BAG. 1 Oleh Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto

Guru SMPIT Annur Cimande
Minggu, 18 Febuari 2018 12.15 WIB




“KAKAWIN BHARATAYUDA”
PUPUH XLIII ( 1 – 3 )
TEWASNYA PATIH SANGKUNI

Pustaka :
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparto Kakawin Bharata-Yuddha, Bhratara – Jakarta 1968


TRANSKRIPSI
TERJEMAHAN BEBAS
1
Byatita ri pêjah narâdhipati Çalya ҫurêng ranna.
Ikang bala larut bubar hinuru nora wânyâ pulih.
Sira ng prabhu Suyodhana mûruda sep huwus kambulan.
Nda tan wring ulahânglugas hurip amuk mwang antên kabeh.
1
Singkat cerita, setelah raja Salya gugur sebagai pahlawan di medan pertempuran, tentaranya bubar bercerai berai. Mereka dikejar-kejar tak seorangpun yang berani mengadakan serangan balasan. Melihat ini raja Suyodana berupaya mundur namun sudah terlambat karena Ia telah dikepung dari segala penjuru. Ia bingung, apa yang harus dilakukannya, dan Ia hanya bisa mempertahankan hidupnya dengan jalan mengadakan serangan balasan bersama adik-adiknya.
2
Paddâng lêpasakên warâstra pênuh ing langit sök sêsö. Awâs hilanganing musuhnira waҫesha hêntyânana. Kunang pwa panakis Dhananjaya ring astra cannddânila. Alisyus amusus ya hilangâlilang tan padon.
2
Mereka melepaskan panah-panah dahsyatnya sehingga langit menjadi penuh sesak oleh panah-panh Suyodana dan adik-adiknya. Hal ini tentu sangat membahayakan dan bila dibiarkan akan membinasakan seluruh prajurit Pandawa. Untunglah Arjuna segera menangkis serangan itu dengan panah saktinya, ‘Candanila’ yang mendatangkan taufan besar yang menyapu bersih panah-panah Suyodana dan adik-adiknya sehingga tak satupun yang melukai pasukan Pandawa.
3
Matangnya n angiwung têkâmrang amurêk nirbahaya. Kunêng tan iniwö têkapnira sang âryya Bhimâtakên. Rikân winlêsan rinok pinupuh ing gadâ lohita. Parêng rwa mati len parêng puluh syuh rênuh.
3
Melihat ini pasukan Kurawa menjadi marah, mereka maju menyerang tanpa rasa takut. Bima sama sekali tidak menghiraukan serangan mereka itu, Ia tetap bertahan, gada Lohita senjata andalan Bima yang dahsyat berputar-putar menghantam setiap pasukan Kurawa yang berada di dekatnya dan mati dengan keadaan yang mengenaskan hancur lebur.   

"P U A S A" By Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid

http://kertasinga.blogspot.com-Senin, 05 April 2021-13:02 WIB Definisi Shiyam) 1 Shiyam dan shaum secara bahasa adalah menahan diri dari...

"KONTEN ENTRY BLOG"