Selasa, 04 Februari 2020

The Liang Gie: "FISAFAT KEINDAHAN 9" ESTETIK MATEMAMATIS

Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Menulis
Rabu, 05 Febuari 2020 - 06.24 WIB


A.           Peranan Matematik dalam Seni

Drs. Slamet Priyadi
Matematik merupakan suatu cabang ilmu yng sangat aktif dalam kehidupan masyarakat. Di mana-mana terlihat penggunaan matematik itu untuk membantu penyelesaian suatu pekerjaan. Bahkan filsuf dan ahli logika Amerika CharlesPeirce (1839-1914) menyatakan bahwa”Every science has a mathematical part, a branch of work that the mathematician is called to do”. ( Setiap ilmu mempunyai suatu bagian matematis, suatu cabang dari pekerjaan yang memerlukan ahli matematik untuk mengerjakannya. ) dengan demikian timbullah astronomi matematis, biologi matematis, ilmu ekonomi matematis, psikologi matematis dan pelbagai cabang ilmu campuran semacam itu. Dan tak mengherankan pula bahwa sekarang dikenal estetik matematis.

Estetik matematis adalah suatu cabang dari estetik ilmiah yang mempelajari dan berusaha menemukan persamaan-persamaan matematis sebagai kaidah untuk menciptakan suatu karya seni atau benda yang indah. Peranan matematik dalam seni arsitektur dan musik sudah menonjol sejak zaman dulu. Salah satu dari empat serangkai pengetahuan yang diajarkan dalam pendidikan orang-orang bebas pada zaman Yunani sampai Abad Tengah ialah musik dalam arti teori harmoni. Teori ini tak lain adalah analisa matematis tentang musik sebagai perimbangan (proportion). Sebagaimana telah diterangkan Bangsa Yunani dulu mengenal istilah ‘harmonia’ untuk menyebut keindahan berdasarkan pendengaran.

Jenis seni yang perkembangannya sangat dipengaruhi oleh matematik ialah seni lukis. Tapi sebaliknya seni ini juga mendorong perkembangan matematik sehingga menumbuhkan suatu cabang baru. Karya-karya seni lukis dulu sampai zaman Renaisance (abad 14-16) tidak mengenal unsur-unsur perspektif, kedalaman, ruang dan bayangan. Semuanya merupakan gambar datar dua dimensi seperti terlihat pada contoh di bawah ini.

                                                                              Gambar 7
Pagina dari Maciejowski Old testament

Contoh lukisan di atas selain kurang indah sesungguhnya juga tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Misalnya tidaklah benar tangga itu dapat diletakkan secara miring demikian tanpa penyangga. Demikian pula menara yang sedang dibangun itu tampak seperti sebidang tembok saja (tiada gambaran tentang volume).

Dengan mulai dimanfaatkannya konsep-konsep matematik oleh para pelukis sejak abad 14, maka lukisan-lukisan tampak lebih hidup, realistis dan juga indah. Sejak masa itu berkembanglah matematik seni lukis (mathematics of painting) yang dipelajari dan dipahami oleh para seniman. Perkembangan seni lukis selanjutnya mendorong ahli-ahli matematik untuk menelaah pengertian-pengertian matematik yang terutama bertalian dengan persoalan-persoalan yang tertentu dalam seni itu. Penelaahan tersebut menimbulkan ilmu ukur proyeksi dalam gambar 17, yaitu cabang matematik yang mempelajari sifat-sifat yang tak berubah dari bangun-bangun geometri yang dipancarkan atau gambar-gambar proyeksi yang diciptakan oleh pelbagai benda apbila dilihat dari sudut-sudut yang berbeda-beda. Dari cabang matematik itu dapat diperoleh kaidah-kaidah tentang perspektif yang sangat berguna dalam seni lukis. Sampai sekarang boleh dikatakan para pelukis dalam menciptakan karya srninya senantiasa memperhatikan perspektif dan konsep-konsep matematik lainnya yang diperlukan. Dan hasilnya dapat dilihat dalam contoh gambar skesa di bawah ini,

Gambar 8
Penerapan kaidah perspektif dan kosep matematik
pada pembuatan sketsa lukisan.

Gambar sketsa di atas jelas memperlihatkan suatu suasana yang hidup dan benar. Misalnya peletakan tangga tidaklah bertentangan dengan dengan akal sehat. Bahkan besarnya kedua tangga berbeda, yakni tangga yang letaknya lebih jauh berukuran lebih kecil adalah sesuai dengan penglihatan mata orang. Demikian pula bangunan itu mencerminkan ruang 3 dimensi dan kedalaman sesuai dengan keadaan sesungguhnya.

Cara bekerja seniman dari gambar di atas memperhatikan sepenuhnya asas-asas perancangan dan perspektif. Ruang itu dirancang seolah-olah sebuah kotak panjang yang besar dengan pelbagai kotak kecil di dalamnya. Lantai, dinding dan langit-langitnya dibagi-bagi secara tertib dengan menggunakan konsep-konsep geometri seperti empat persegi panjang, garis lingkaran, sudut dan titik proyeksi. titik yang menjadi pusat pancaran dan kunci dari seluruh struktur itu ialah tangan yang diangkat ke atas dari tokoh yang berdiri di ujung kiri. dari tangan itulah memancar seluruh garis yang diperlukan. kesemua ini dapat dilihat dalam gambar rancangan berikut ini,

Gambar 9

Peranan matematik dalam pelbagai jenis seni maupun estetik tampaknya akan senantiasa menjadi lebih besar sesuai dengan semakin berkembangnya ilmu tersebut sebagaimana telah dibahas sebelumnya dalam bab Estetik Ilmiah.

B.           Perbandingan Keemasan

Bangsa Yunani Kuno menganggap keindahan dari karya seni sebagai Keselarasan dan ini tercipta karena diterapkannya –perimbangan-perimbangan tertentu. Oleh karena itu sejak dulu telah dicari kaidah geometri dalam seni yang menjadi kunci dari keindahan itu. Tampaknya Mazhab Pythagoras yang mempergunakan gambar bintang berujung lima (pentagram) sebagai lambang persaudaraan dari anggota-anggotanya berhasil menemukan proporsi yang menjadi kunci keindahan. Lambang pentagram itu mereka namakan ‘Kesehatan’ sebagaimana terlihat pada gambar 10 berikut ini,

Gambar 10

1)           Disediakan garis AB yang akan dipotong.
2)           Dibuat garis panjangnya setengah AB yang tegak lurus pada AB
3)           Tercipta sebuah segitiga siku-siku dengan menghubungkan titi A dengan titik ujung garis ½ AB
4)           Sisi miring dari segitiga itu dikurangi dengan ½ AB.
5)           Sisanya dari titik A dipakai sebagai ukuran panjang untuk memotong AB pada titik C. Dengan ini terciptalah proporsi: BC : AC = AC : AB.

Perimbangan tersebut di atas dapat ditulis menjadi :
-               Rumus  aljabar             :           a / b = b / ( a + b )
-               Rumus aritmetik          :           ½ ( 5 + 1 )
-               Angka perbandingan   :           1 . 1, 6 . . .
( atau  3 : 5 : 8 : 13 dan seterusnya )

Golden ratio adalah suatu perbandingan yang juga adalah sebuah perimbangan (proportion). Setiap proporsi memerlukan 3 unsur, tapi disini cukup hanya 2 unsur a dan b, sedang unsur yang ketiga diperoleh dari penjumlahan kedua unsur itu. Dengan demikian golden ratio bersifat lebih ekonomis daripada perimbangan-perimbangan lainnya. selain itu dari penyelidikan ternyata bahwa bentuk geometri, bangunan gedung atau karya seni apapun yang menerapkan rasio itu paling enak dipandang. Candi Parthenon ( gambar 1) dibangun dengan mempergunakan perbandingan 1 : 1,6 untuk ukuran tinggi terhadap lebarnya. Demikian pula ukuran pintu, jendela, meja bola tojok, pigura dan pagina buku kebanyakan memakai pula perbandingan tersebut. Karena sifatnya yang estetis itu dalam abad 19 perbandingan tersebut diberi nama “Golden Section” atau golden cut yang berarti belahan keemasan.
Sebuah deret dari bilangan-bilangan untuk mengembangbiakkan hubungan-hubungan yang dikaitkan dengan golden ratio telah dikemukakan oleh ahli matematik Leonardo dari Pisa yang dikenal juga sebagai Fibonacci (1175-1230). Beliau menemukan bahwa apbila disusun suatu deretan bilangan sedemikian hingga setiap bilangan merupakan jumlah dari 2 bilangan yang mendahuluinya, maka perbandingan antara 2 bilangan yang berturut-turut akan mendekati golden ratio. Deret Fibonacci itu ialah 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21 dan seterusnya. Ada ahli ilmu hayat yang berpendapat bahwa deret seperti di atas sering muncul dalam bentuk-bentuk kehidupan tumbuh-tumbuhan.

C.           Kesetangkupan Dinamis

Suatu konsep matematik lainnya dipergunnakan sehungga menjadi sebuah styl  (styl of Disign) dalam karya seni.  Styl itu oleh Jay Hambidge dari Yale School of fine arts diberi nama dynamic symetry (kesetangkupan dinamis). Ini didasarkan pada pembagian dari sesuatu empat persegi panjang dengan menggunakan garis-garis diagonal sehingga terbentuk empat persegi panjang lainnya yang lebih kecil tapi mempunyai perbandingan yang sama dengan empat persegi induknya. Empat persegi bentukan itu dapat pula menciptakan empat persegi panjang yang lebih kecil lagi tapi dengan ratio yang tetap sama. Demikian seterusnya.

Tata langkah menciptakan dynamic symmetry itu adalah sebagai berikut :

Gambar 11

1)           Disediakan empatpersegi panjang ABCD
2)           Dibuat diagonal AC
3)           Dibuat lagi diagonal dari titik B yang tegaklurus diagonal AC dan diteruskan sehingga menyentuh sisi CD pada titik E.
4)           Dari E itu dibuat sisi EF sehing terbentuk empat persegi BCEF.

Empatpersegi BCEF itu mempunyai perimbangan yang sama terhadap terhada empatpersegi ABCD (induknya) karena AD/CD = BF/EF. Kedua ratio ini adalah sama karena sudut A CD = sudut BEF dan dengan demikian kedua segitiga siku-siku ACD dan BEF adalah sebangun pula. Apabila empat persegi BCEF akan dibagi lebih lanjut untuk menciptakan suatu empatpersegi lagi yang proporsinya tetap sama, maka dari titik pertemuan antara diagonal AC dengan sisi EF ditarik garis GH yang tegaklurus pada garis BC. Empatpersegi baru CEGH adalah empatpersegi panjang yang dimaksudkan.

Menurut penyelidikan Hambidge ( Dynamic Symmetry in Composition ) penggunaan styl kesetangkupan yang dinamis itu memungkinkan Bangsa Yunani dulu mencapai perimbangan yang indah pada candi, pahatan dan jembanggan mereka. Kesamaan proporsi dari empatpersegi panjang yang disusun itu dianggap memberikan keselarasan dan daya hidup pada lukisan-lukisan yang menerapkan styl itu. Sebagai contoh dari penerapan tersebut ialah lukisan George Bellows di bawah ini yang memperoleh hadiah pertama dalam pameran seni internasional 1922 di Amerika Serikat.

Gambar 12
Eleanor, Jean, and Anna

D.          Ukuran Estetis

Suatu usaha baru untuk menelaah estetik secara matematis dan menciptakan sebuah teori matematis tentang seni indah telah dirintis oleh seorang ahlimatematik Amerika/ David Birkhof (1884-1944). Dalam 1928 beliau mengemukakan teorinya tentang ukuran estetis (aesthetic measure) dalam kongres internasional matematik di Bologna. Menurut Birkhof estetik adalah cabang pengetahuan yang terutama berhubungan dengan perasaan estetis (yakni perasaan intuitif tentang nilai) dan benda-benda estetis yang menimbulkan perasaan itu. Mengenai ciri-ciri khusus dari sesuatu kelas benda seni yang mempunyai nilai estetis, Birkhof membenarkan asas lama tentang kesatuan dalam keanekaragaman (unity in variety) dan batasan-batasan keindahan keindahan yang dirumuskan oleh filsuf Belanda Frans Hemsterhuis dalam 1769 sebagai “that which gives us the greatest number of ideas in the shortest space of time” ( sesuatu yang memberi kita jumlah buah pikiran yang terbanyak dalam jangka waktu yang terpendek).

Berdasarkan pokok-pokok pikiran tersebut di atas Birkhof berpendapat bahwa pengalaman estetis seseorang terdiri dari 3 tahap dengan faktor-faktornya yang dapat diukur, yakni :

1)           suatu usaha permulaan untuk memperhatikan dan mencerap benda estetis yang meningkat dalam perimbangannya dengan keruwetan ( complexity, disingkat C ) dari benda itu.
2)           Perasaan tentang nilai atau ukuran estetis (aesthetic Measure , disingkat M) yang mengganjar usaha di atas.
3)           Kesadaran bahwa benda itu mempunyai ciri berupa sesuatu keselarasan, kesetangkupan atau tata tertib (order, disingkat O) tertentu yang penting bagi adanya efek estetis.

Dari analisa terhadap pengalaman estetis itu dan dengan penjelasan-penjelasan dari suatu psikologi, Birkhof menciptakan rumus matematis untuk menghitung perbandingan dan ganjaran estetis terhadap usaha memberi perhatian (ratio of aesthetic reward to effort attention) seperti berikut :

O
M  =   
C

Rumus itu mengandung makna bahwa ukuran estetis  ( M ) ditentukan oleh kepadatan dari hubungan-hubungan tata tertib dalam benda estetis. Perasaan intuitif tentang nilai timbul karena taraf istimewa dari hubungan-hubungan yang selaras dalam  benda itu. Atau dengan kata-kata lain tata tertib ( O ) memperbesar perasaan estetis, sedang keruwetan ( C ) menurunkan perasaan tersebut. ukuran estetis itu merupakan angka indeks yang dapat dipergunakan untuk membanding-bandingkan benda-benda estetis yang termasuk dalam kelompok yang sama guna menentukan nilai estetisnya masing-masing.

Dalam perkembangan berikutnya  Birkhof menerapkan rumusnya untuk mempelajari pelbagai benda estetis. Penyelidikannya yang terkenal ialah terhadap ukuran estetis dari 90 bangun geometri segibanyak (polygonal forms). Untuk menghitung nilai masing-masing segibanyak itu faktor tata tertib (Order) diperinci lebih lanjut dalam unsur-unsur lainnya seperti misalnya kesetangkupan tegak, keseimbangan dan bentuk-bentuk yang tak memuaskan (umpamanya jarak sisi-sisi yang terlalu kecil, sudut yang mendekati 0 atau 180 derajat dan arah-arah yang terlampau berselang-seling). Masing-masing unsur itu diberi angka  tertentu untuk keperluan penghitungan nilai dari setiap polygonal form, misalnya apabila suatu bangun mengandung simetri tegak maka nilai unsur ini = 1, kalau unsur ini tidak ada maka nilainya adalah 0, atau unsur keseimbangan = - 1 kalau polygon itu tampak akan roboh ke salah satu isinya.

Dengan tatacara demikian itu Birkhof menentukan nilai M dari – 90 bangun segibanyak yang diselidikinya. Hasil penyelidikannya  sebagai sekedar contoh untuk 6 buah yang  nilainya tertinggi (yakni menarik dan menimbulkan perasaan estetis) dan 6 lagi yang nilainya terendah dapat dilihat pada gambar 13 di bawawah ini :

Gambar 13
Contoh gambar hasil penyelidikan Birkhof
mengenai aestethetic measure dari bangun segibanyak

teori dan tatacara penelaahan dari Birkhof di atas sebagaimana halnya dengan eastetik eksperimentil yang dikemukakan oleh Fechner tidak memperoleh penerimaan luas dari para ahli estetik maupun seniman. Tapi ini tidak berarti bahwa matematik tidakbisa mempunyai peranan penting dalam bidang estetik maupun seni. Penelitian yang lebih lama dan mendalam masihperlu dilakukan untuk mengembangkan estetik matematis.

SELESAI !


    Ki Slamet 42  
Rabu, 05 Febuari 2020 – 24.00 WIB
R e f e r e n s i :
The Liang Gie, GARIS BESAR ETETIK (Filsafat Keindahan)
Fakultas Fisafat Universitas Gajah Mada, Jogyakarta 1976

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"P U A S A" By Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid

http://kertasinga.blogspot.com-Senin, 05 April 2021-13:02 WIB Definisi Shiyam) 1 Shiyam dan shaum secara bahasa adalah menahan diri dari...

"KONTEN ENTRY BLOG"