Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Senin, 02 September 2019 - 12:43 WIB
Senin, 02 September 2019 - 12:43 WIB
Seorang Muslim boleh dengan sesuka hati shalat
sunnah mutlak siang dan malam hari selain diwaktu-waktu larangan. Shalat sunnah
itu dilakukan dengan dua rakaat-dua rakaat. Dasarnya adalah hadits Abdullah bin
Umar yang meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda yang artinya sebagai berikut:
“Shalat sunnah malam dan siang hari itu dilakukan dua
rakaat-dua rakaat.” *1
Seorang mukmin boleh
shalat sesuka hati, sesuai dengan hadits Anas bin Malik berkenaan dengan ayat
berikut yang artinya:
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka
berdoa kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan
sebagian dari rizki yang telah kami berikan kepada mereka.” (As-Sajdah:16).
Anas menyatakan,
yang artinya sebagai berikut,“Mereka
terus terjaga antara waktu Maghrib dengan Isya sambil melakukan shalat.”
Al-Hasan menyatakan, “Maksudnya adalah shalam malam. *2
Dari Anas
diriwayatkan bahwa ia menuturkan ketika menafsirkan ayat yang artinya sebagai
berikut,“Dan sedikit sekali dari waktu
malam mereka membaringkan diri.”Demikian juga dengan Firman Allah
sebelumnya yang artinya adalah sebagai berikut,“Lambung-lambung mereka jauh” (Adz-Dzariyat:17) *3
Dari Hudzaifah
diriwayatkan bahwasannya Rasulullah biasa melakukan shalat Maghrib. Beliau
terus melakukan shalat di masjid hingga datang waktu Isya di akhir waktu *4
(sebagaimana disunahkan, yakni sepertiga atau pertengahan malam.)
Dari riwayat lain
dari Hudzaifah diriwayatkan bahwa ia menceritakan yang artinya sebagai berikut:
“Ibuku bertanya kepadaku, ‘Kapan terakhir engkau bersama
Nabi?’ Aku menjawab, ‘Aku sudah tidak bersama beliau semenjak waktu ini dan
itu.’ Maka ibuku mengecamku. Maka aku berkata kepada ibuku, ‘Biarkan aku
menemui Nabi, lalu shalat Maghrib bersama beliau, lalu aku akan meminta kepada
beliau agar memohonkan ampunan untukku dan untukmu.’ Maka aku pun datang kepada
Nabi, lalu shalat Maghrib bersama beliau. Beliau terus melakukan shalat hingga
datang waktu Isya. Setelah itu beliau beranjak, dan langsung bertanya, ‘Siapa
itu?’ Aku menjawab, ‘Benar.’ Kata beliau, ‘Apa keperluanmu, semoga Allah
mengampuni dirimu dan ibumu.’ Kemudian beliau melanjutkan, ‘Ini sesosok
malaikat turun yang belum pernah sekalipun turun ke dunia sebelum malam ini. Ia
meminta izin kepada Rabbnya untuk memberi salam kepadaku, dan memberiku kabar
gembira bahwa putriku Fathimah adalah penghulu kaum wanita di surga, dan bahwa
al-Hasan dan al-Husain juga akan menjadi penghulu pemula ahli surga’. *5
Dalam lafazh lain,
“Aku pun menemui Nabi dan shalat Maghrib bersama beliau. Beliau terus shalat
hingga waktu Isya. *6
__________________________________
*1. Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam Kitab Qiyamul Lail wa Tathawwu’ an-Nahar,
Bab Kaifa Shalat al-Lail, no. 1166.
Diriwayatkan juga oleh Abu Dawud dalam Kitab
ash-Shalah, Bab Fi Shalat an-Nahar, no.1295. diriwayatkan oleh Ibnnu Majah
dalam Kitab Iqamah ash-Shalah wa
as-Sunnah Fiha, Bab Ma Ja’a Fi Shalat al-Lail wa an-Nahar Matsna, no. 1322.
Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih
an-Nasa’i, 1/321 serta Shahih Abi
Dawud, 1/240.)
*2.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Kitab at-Tathawwu’, Bab Waqti Qiyam an-Nabi,
no. 1321. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Kitab Tafsir al-Qur’an, Bab Min Surat as-Sajadah, no. 3196, akan
tetapi lafazhnya adalah: Dari Anas bin Malik diriwayatkan tentang ayat yang
artinya sebagai berikut: “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya,” bahwa
ayat itu turun untuk menunggu shalat yang disebut atamah (Shalat Isya). Riwayat ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi, 3/89 dan shahih Abi Dawud, 1/245.
*3.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Kitab at- Tathawwu’, Bab Waqti Qiyam an-Nabi, no. 1322, dishahihkan oleh
al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud, 1/245.
*4. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Kitab ash-Shalah, Bab Ma Dzukira fi
ash-Shalah Ba’da al- Maghrib Anahu fi al-Baiti Afdhal, no. 604. At-Tirmidzi
menyatakan, “Diriwayatkan juga dari Hudzaifah,” lalu beliau menyihirnyitirnya.
Lihat Shahih at-Tirmidzi oleh
al-Albani, 1/178.
*5.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dengan
lafazhnya dalam Kitab al-Manaqih, Bab
Manaqih al-Hasan wa al-Husain, no. 3781. Beliau berkata, “Hadits ini hasan gharib. Dikeluarkan oleh Ahmad, 5/404.
Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih
Sunan at-Tirmidzi, 3/226. Syaikh Muhammad Ahmad Syakir menyatakan dalam
catatan kakinya terhadap Sunan
at-Tirmidzi, 2/502 setelah menyebutkan hadits itu dengan sanadnya dari Imam Ahmad: “Sanadnya bagus, hasan atau shahih.”
*6. Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzamah dalam Shahihnya, dalam Kitab at-Tathawwu’ Bil Lail, Bab Fadhl at-Tathawwu’ Baina al-Maghrib wa
al-Iya’ , no. 1194. Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra, no. 380. al-Mundziri dalam at-Targhib wa at-Tarhib, 1/458: “Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dengan
sanad yang bagus. Dishahihkan oleh
al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa
at-Tarhib, 1/241. Beliau menyatakan dalam Misykah at-Mashabih oleh at-Tibrizi,
no. 6162 dengan sanad at-Tirmidzi,
no. 3781: “Sanadnya bagus.” Kata beliau.
—KSP42—
Senin, 02 September 2019 – 07:12
WIB
Bumi Pangarakan, Lido - Bogor
Sumber:
Dr.
Sa’id Bin Ali Bin Wahf Al-Qahthani,
“Shalat
Sunnah dan Keutamaannya”
Penerbit:
Darul
Haq Jakarta 2018
“Shalat Sunnah dan Keutamaannya”
Penerbit:
Darul
Haq Jakarta 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar