Jumat, 30 Agustus 2019

SHALAT SUNNAH MU'AKKAD DAN SELAIN MU'AKKAD YANG MENGIRINGI SHALAT WAJIB 3 Oleh: Dr. Sa'id Bin Ali

Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Cimande Menuis
Jumat, 30 Agustus 2019 - 16:25 WIB
 
Image "Dr. Sa'id Bin Ali Bin Wahf Al-Qahthani (Foto:Google)
Dr. Sa'id Bin Ali Bin Wahf Qahthani
1.       Dua rakaat sebelum Shubuh
Shalat sunnah sebelum Shubuh ini adalah sunnah mu’akkad  yang paling ditekankan di antara sunnah-sunnah rawatib. Hal ini disebabkan beberapa hal:

Pertama,
Karena Rasulullah amat ulet melakukannya. Itu menunjukkan bahwa shalat tersebut memang agung sekali. Yakni berdasarkan hdits Aisyah ketika ia menceritakan, yang artinya sebagai berikut:
 “Nabi tidak pernah lebih disiplin melaksanakan sunnah sebagaimana kedisiplinan beliau melaksakan dua rakaat sebelum Shalat Shubuh. *76.
( Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab al-Tahajjud, Bab Ta’ahudi Rak’atai al-Fajr wa man Sammaha Tathawwu’an no. 1169. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Shalat al-Musafirin, Bab Istihbab Rak’atai al-Fajr, no. 724. )

Kedua,
 Rasulullah sendiri telah menjelaskan keutamaan shalat itu. Dari Aisyah diriwayatkan bahwa ia menceritakan dari Nabi, bahwawasannya beliau bersabda, yang artinya sebagai berikut:
“Dua rakaat sunnah Fajar sebelum shalat Shubuh lebih baik dari dan seisinya.*77. (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab al-Musafirin, Bab Istihbab Sunnah Rak’atai al-Fajri, no. 724.)

Ketiga,
Disunahkan untuk dilakukan dengan ringkas, berdasarkan hadits Aisyah bahwa ia menceritakan yang artinya sebagai berikut:
 “Rasulullah biasanya meringkas dua rakaat sunnah sebelum shalat Shubuh, sampai-sampai aku (pernah) bertanya-tanya (dalam hati), ‘Apakah beliau membaca al-Fatihah (atau tidak)’ *78. ( diriwayatkan oleh al-Bukharidalam Kitab at-Tahajjud, Bab Ma Yuqra’ fi Rak’atai al-Fajr, no. 1171. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Shalat al-Musafirin, Bab Istihbab Rak’tai Sunnah al-Fajr, no. 724.

Keempat,
Waktunya yang dilaksanakan antara adzan dan iqamah, berdasarkan hadits Hafshah Ummul Mukminin, yang artinya sebagai berikut:
 “Bahwasannya Rasulullah biasanya apabila muadzin sudah berhenti beradzan untuk shalat Shubuh dan waktu Shubuh benar-benar telah jelas, beliau melaksanakan shalat dua rakaat sunnah dengan ringan sebelum shalat Shubuh dilaksanakan. *79 ( Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab al-Adzan Bab al-Adzan Ba’da al-Fajr, no. 616. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Shalat al-Musafirin, Bab Istihbab Rak’atai al-Fajr wa al-Hatsi Alaihima, no. 723. )

Juga berdasarkan hadits Aisyah bahwa ia menceritakan , yang artinya sebagai berikut:
      “Nabi biasa melakukan dua rakaat ringan antara adzan dan iqamah dan shalat Shubuh. *80
( Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab al-Adzan, Bab al-Adzan Ba’da al-Fajr, no. 619. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Shalat al-Musafirin, Bab Istihbab Rak’atain al-Fajr wa al-Hatsi Alaihima, no. 724. )

Kelima,
Tidak ada shalat sesudahnya selain shalat Shubuh yang diwajibkan, berdasarkan hadits Hafshah Ummul Mukminin bahwa ia menceritakan, yang artinya sebagai berikut:
“Biasanya Rasulullah apabila telah terbit fajar, beliau tidak shalat kecuali dua rakaat ringan. *81 (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Shalat al-Mushafirin, Bab Istihbab Rak’atai Sunnah al-Fajr wa al-Hatsi Alaihima, no. 723

Keenam,
 Bacaannya adalah: “Qul Ya Ayyuhal Kafirun,”  dan “Qul Huwallahu Ahad,” berdasarkan hadits Abu Hurairah, yang artinya sebagai berikut:
 “Bahwasannya Rasulullah biasa membaca, “Qul Ya Ayyuhal Kafirun (surat al-Kafirun),” dan “Qul Huwawallahu Ahad (Surat al-Ikhlas),” pada dua rakaat sunnah(sebelum) Shubuh.” *82
( Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab al-Musafirin, Bab Istihbab Rak’atai Sunnah al-Fajar wa al-Hatstsi Alaihima, no. 726. )
Atau pada rakaat pertama membaca, yang artinya sebagai berikut:
“Katakanlah (hai orang yang Mukmin), ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami...’.” (Al-Baqarah:136), dan pada rakaat yang lain (kedua) membaca, yang artinya sebagai berikut:
“Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri.” (Ali Imran:52).”
Dalam riwayat Ibnu Abbas diceritakan, yang artinya sebagai berikut:
“Rasulullah pernah membaca pada dua rakaat Shubuh, ‘Katakanlah (hai orang-orang Mukmin), ‘Kami beriman kepada Allah dan apa-apa yang diturunkan kepada kami...,’ dan ayat yang terdapat pada surat Ali Imran, ‘Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu...’ (Ali Imran: 64).”

Ketujuh,
Memiringkan badan sesudah shalat, berdasarkan hadits Aisyah, yang artinya sebagai berikut:
“Bahwa Nabi apabila usai shalat sunnah Shubuh, beliau membaringkan badan beliau ke sebelah kanan. *83
( Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab at-Tahajjud, Bab adh-Dhaj’ah Ala asy-Syiqqi al-Aiman Ba’da Rak’atai al-Fajr, no. 1160, dan lafazh ini adalah lafazh al-Bukhari. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Shalat al-Musafirin, Bab Shalat al-Lail wa Adadiha, no. 736. )
Dalam lafazh lain oleh Muslim dinyatakan, yang artinya sebagai berikut:
“...apabila muadzin telah selesai mengumandangkan adzannya dari Shalat Shubuh dan waktu fajar sudah jelas baginya, lalu muadzin mendatangi beliau, beliau langsung shalat dua rakaat ringan, kemudian berbaring ke sebelah kanan, hingga muadzin datang kepada beliau (meminta izin) mengumandangkan iqamah. *84 (Diriwayatkan oleh Musim, Kitab Shalat al-Musafirin, Bab Shalat al-Lail wa Adadiha, no. 736.)

Kedelapan,
            Tidak ditinggalkan, baik pada saat berpergian, apalagi ketika bermukim,  berdasarkan  hadis  Aisyah,  yang  artinya  sebagai berikut: “Beliau (Rasulullah) tidak pernah meninggalkan keduanya samasekali.” *85
( Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan ini lafazhnya dalam Kitab at-Tahajjud, Bab al-Mudawamah Ala Rak’atai al-Fajr, no. 1159. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab Shalat al-Musafirin, Bab Istihbab Rak’atai Sunnah al-Fajr al-Hatstsi Alaihima, no. 724. )
Hal tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah secara rutin melaksanakan dua rakaat sunnah Shubuh itu, baik ketika bermukim maupun ketika bepergian. *86
( Lihat al-Mughni oleh Ibnu Qudamah, 3/196, 2/540, juga Zad al-Ma’ad oleh Ibnul Qayyim, 1/315, dan Fath al-Basri oleh Ibnu Hajar, 3/43 serta Majmu’ al-Fatawa wa Makalat Ibni Baz, 11/390, dan ars-Syarh al-Mumti’ oleh Muhammad Utsaimin, 4/96. )

Kesembilan,
Diqadha’ nya sunnah Shubuh bila tertinggal. Orang yang tertinggal shalat sunnah Shubuh disyariatkan melakukannya usai shalat atau hingga matahari meninggi, berdasarkan hadits Qais bin Amr diriwayatkan ia berkata, yang artinya sebagai berikut:
“Rasulullah pernah keluar, lalu iqamah dikumandangkan, lalu aku pun turut shalat Shubuh bersama beliau. Usai shalat, beliau bubar dan mendapatkanku sedang melakukan shalat. Maka beliau bertanya, ‘Sebentar wahai Qais, apakah ada dua shalat yang dilakukan bersamamu?’ Aku menjawab, ‘Wahai Rasulullah,, tadi aku belum sempat melakukan dua rakaat sunnah Shubuh.’ Sabda beliau, ‘Kalau begitu tidak masalah’. *87
( Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Kitab ash-Shalah, Bab Ma Ja’a Fi Man Tafutuhu ar-Rak’tan Qabla al-Fajr, no. 422, dishahihkan oleh al-Albani dan Shahih Sunan at-Tirmidzi, 1/133. )
Demikian juga berdasarkan hadits Qais yang lain, diceritakan yang artinya sebagai berikut:
“Rasulullah pernah melihat seorang lelaki sedang shalat dua rakaat sesudah shalat Shubuh, maka Rasulullah bersabda, ‘Tadi aku tidak sempat melakukan dua rakaat sebelum shalat Shubuh (Ya, Rasulullah), maka aku melakukannya sekarang.’ Maka Rasulullah terdiam.” *88
( Diriwayatkan oleh Abu Dawud dala Kitab at-Tathawwu’, Bab Man Fatathu Mata Yaqdhihima no. 1267, lafazh ini adalah lafazh Abu Dawud. Dikeluarkan juga oleh Ibnu Majah dalam Kitab Iqamah ash-Shalah, Bab Ma ja’a fi Man Fatathu ar-Rak’atan Qabla Shalat al-Fajr Mata Yaqdhihima, no. 1154, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud, 1/136 dan Shahih Ibnu Majah, 1/190. )
Sedang dalam lafazh Ibnu Majah menyatakan, yang artinya sebagai berikut:
“Apakah shalat Shubuh dua kali?”  *89 (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no. 1154, telah ditakhrij sebelum ini.
Bisa juga mengerjakannya setelah matahari meninggi, berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya sebagai berikut:
“Barang siapa yang tidak sempat shalat dua rakaat sunnah (sebelum) Shubuh, hendaknya ia mengerjakannya setelah matahari terbit. *90
( Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Kitab ash-Shalah, Bab Ma Ja’a Fi Fadatihimu Ba’da Thuwu’ asy-Syams, no. 423; Ibnu Mibban dalam Shahihnya, no. 4272; al-Hakim dan dishahihkan olehnya, 1/382-383; al-Baihaqi, 2’482 dan dishahihkan oleh al-Albani dala Shahih Sunan at-Tirmidzi, 1/133. Lihat al-Mughni olehIbnu Qudamah, 2/531. )
              Telah diriwayatkan dengan shahih dari Nabi, bahwa beliau juga pernah mengqadha’ sunnah rawatib Shubuh itu bersamaan dengan shalat Shubuhnya, ketika beliau tertidur hingga lewat waktu shalat Shubuh dalam perjalanan. Beliau shalat sunnah fajar dahulu sebelum shalat Shubuh, dan itu dilakukan setelah matahari meninggi.*91, yakni dalam hadits Abu Hurairah, yang artinya sebagai berikut:
“Bahwasannya Nabi pernah tertidur hingga tidak sempat melakukan shalat sunnah Shubuh, maka mengqadha’nya setelah matahari terbit. *92
_____________________________
*91. Dikeluarkan oleh Muslim dalam Kitab al-Masaajid, Bab Qadha’ ash-Shalat al-Fa’itah, no. 681.
*92.  Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Kitab Iqamah ash-Shalah wa as-Sunnah  Fiha, no.1155, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah, 1/190.

2.    Shalat rawatib setelah Jum’at empat rakaat
Adapun sebelum Jum’at, seorang Muslim diisyaratkan melakukan shalat mutlak. Sementara sunnah qabliyah tidak disunnahkan secara khusus, tetapi hendaknya ia menyibukkan diri dengan shalat sunnah mutlak dan dzikir hingga imam datang. *93 ( Lihat Zat al-Ma’ad, 1/277, 436, dan 378. )
Sedangkan sunnah rawatib sesudah jumat, dasarnya adalah hadits Ibnu Umar yang menyebutkan, yang artinya sebagai berikut:
“...dan dua rakaat sesudah Shalat Jumat di rumah beliau. *94 ( diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 182, telah ditakhrij sebelum ini. )
Juga hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda yang artinya sebagai berikut:
“Apabila salah seorang di antara kalian telah shalat Jumat, maka hendaknya ia shalat empat rakaat sesudahnya.”
Dalam lafazh lain dinyatakan yang artinya sebagai berikut:
“Apabila kalian shalat  (sunnah) sesudah Jumat, shalatlah empat rakaat.”
Dalam lafadz yang lain lagi:
“Barangsiapa di antara kalian yang shalat (sunnah) sesudah Jumat, hendaknya ia shalat empat rakaat. *95 (Diriwiyatkan oleh Muslim dalam Kitab al-Jumu’ah, Bab ash-Shalah Ba’da al-Jumu’ah, no. 881.)
 Suhail, salah seorang perawi hadits itu berkomentar yang artinya sebagai berikut:
“Jika ada sesuatu (urusan) yang membuatmu tergesa-gesa, maka shalatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat bila engkau sudah pulang ke rumah.”
Dari Abdullah bin Umar diriwayatkan yang artinya sebagai berikut:
“Bahwasannya apabila beliau telah usai shalat Jum’at, beliau bubar lalu shalat dua rakaat di rumahnya , kemudian beliau berkata, ‘Rasulullah biasa melakukan hal demikian’.” *96.  
( Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab al-Jumu’ah, Bab ash-Shalah Ba’da al-Jumu’ah, no. 882. )

Para ulama berbeda pendapat tentang sunnah rawatib setelah shalat Jum’at. Di antara mereka adalah yang menyatakan, “Empat rakaat,” berdasarkan hadits Abu Hurairah. Ada juga yang berpendapat hanya dua rakaat di rumah, berdasarkan hadits Ibnu Umar, dan juga perbuatan Nabi. Imam Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa ia pernah mendengar gurunya Ibnu Taimiyah menyatakan, “Kalau shalat di masjid, hendaknya ia shalat empat rakaat, kalau shalat di rumah, hendaknya ia shalat dua rakaat.” Kemudian Ibnul Qayyim sendiri menyatakan, “Demikianlah yang diindikasikan oleh hadits-hadits tersebut. abu Dawud telah menyebutkan riwayat *97 dari Ibnu Umar bahwa ia pernah shalat di masjid empat rakaat, namun kalau shalat di rumah hanya dua rakaat. *98 Imam ash-Shan’ani menyebutkan, “Empat rakaat itu lebih utama daripada dua rakaat, karena hal itu yang sebenarnya diperintahkan. *99
Penulis pernah mendengar Syaikh Abdul Aziz bin Baz menyebutkan bahwa para ulama memang berbeda pendapat dalam persoalan ini. Sebagian mereka menyatakan bahwa bila dilakukan di masjid empat rakaat, dan bila dilakukan di rumah dua rakaat, untuk menggabungkan pengertian riwayat-riwayat yang ada. Ada juga yang berpendapat minimal bisa dilakukan dua rakaat, dan paling banyak empat rakaat. Tidak ada bedanya bila dilakukan di rumah ataupun di masjid. Pendapat ini adalah yang lebih tepat, karena ucapan lebih didahulukan daripada perbuatan. Namun empat rakaat lebih utama daripada dua rakaat. Karena itulah yang lang sung berkaitan dengan perintah yang ada. *100
Adapun shalat sebelum Jum’at adalah shalat sunnah mutlak, tanpa batasan, berdasarkan hadits Salman al-Farisi yang menceritakan bahwa Nabi pernah bersabda yang artinya sebagai berikut:
“Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jum’at, bersuci semaksimal yang bisa dilakukannya, lalu memakai minyak solek, dan menggunakan minyak wangi rumah tangganya, kemudian berangkat dan tidak memisahkan di antara orang, kemudian dia shalat (sunnah) sebatas yang dimungkinkannya, lalu diam menyimak apabila imam berkhutbah, kecuali dia pasti diampuni dosa-dosanya antara Jum’at itu hingga Jum’at berikutnya. *101
Demikian juga dengan hadits Abu Hurairah dari Nabi bahwa belau bersabda yang artinya sebagai berikut:
“Barangsiapa mandi kemudian mendatangi shalat Jum’at , lalu shalat sebatas yang dimungkinkan baginya, lalu shalat bersama imam, niscaya diampuni dosa-dosanya atara Jum’at itu hingga Jum’at berikut, ditambah tiga hari lagi. *102
Imam Ibnul Qayyim menyatakan, “Disunnahkan bagi seseorang untuk shalat sebisanya, tidak terhalangi kecuali oleh waktu datangnya imam. Oleh karena itu, tidak sedikit dari kalangan ulama as-Salaf di antaranya Umar bin al-Khaththab dan Ahmad bin Hambal yang menyatakan bahwa datangnya imam menghalangi shalat dan khutbahnya imam menghalangi percakapan. Jadi yang menjadi penghalang adalah datangnya imam, bukan karena hari sudah pertengahan siang. *103
Ibnu Qayyim menyebutkan juga, bahwa shalat sunnah itu tidak dilarang sebelum tergelincirnya matahari di hari Jumat, hingga datang imam, sebagaimana yang menjadi madzhab Syafi’i dan juga pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. *104
Apabila seseorang datang terlambat, hingga imam sudah naik mimbar, hendaknya ia shalat dua rakaat ringkas saja, yakni shalat tahiyyatul masjid. Itu berdasarkan hadits Jabir Abdullah  menceritakan yang artinya sebagai berikut:
“Ketika Nabi sedang berkhutbah pada hari Jum’at, tiba-tiba datang seorang lelaki (dan langsung duduk), maka Nabi bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau sudah shalat (shalah Tahayyatul Masjid) waha fulan?’ Lelaki itu menjawab, ‘Belum.’ Sabda beliau, ‘Kala begitu, bangkit dan shalatlah dua rakaat’.”
Dalam lafazh lain disebutkan, yang artinya sebagai berikut:
“Apabila salah seorang di antara kalian datang pada Hari Jumat, sementara imam sedang berkhutbah, maka hendaknya dia shalat dahulu dua rakaat, dan hendaknya dia memendekkan keduanya. *105
_____________________
*97. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalamKitab ash-Shalah, Bab ash-Shalah Ba’da al-Jumu’ah , no. 1130, dishahihkan oleh al-Albani  dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1/210.
*98.    Lihat Zad al-Ma’ad, 1/440.
*99.    Lihat Subul as-Salam, 3/181.
*100. Penulis mendengarnya langsung dari beliau ketika sedang menjelaskan Bulugh al- Maram, no. 484.
*101. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab al-Jumu’ah, Bab ad-Duhn Li al-Jumu’ah, no. 883-910.
*102. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab al-Jumu’ah, Bab Fadhl ManIstama’a wa Anshata fi al-Khuthbah, no. 857.
*103. Lihat Zad al-Ma’ad Fi Hadyi Khair al-Ibad, 1/378, 437.
*104. Sama dengan rujukan sebelumnya
*105. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab al-Jumu’ah, Bab Man Ja’a wa al-Imam Yakhthub Shalla Rak’atain Khafifatain, no. 931. Diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab al-Jumu’ah, Bab al-Tahiyyah wa al-Imam Yakhthub, no. 875
     
Slamet Priyadi—
Jumat, 30 Agustus 2019 – 16:43 WIB
Di Bumi Pangarakan, Lido - Bogor

Sumber:
Dr. Sai’d Bin Ali Bin Wahf al-Qahthani
“Shalat Sunnah dan Keutamaannya”
Penerbit:
Darul Haq Jakarta 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"P U A S A" By Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid

http://kertasinga.blogspot.com-Senin, 05 April 2021-13:02 WIB Definisi Shiyam) 1 Shiyam dan shaum secara bahasa adalah menahan diri dari...

"KONTEN ENTRY BLOG"