Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Rabu, 22 Januari 2020 - 10.30 WIB
A.
PERSOALAN
FILSAFATI
1.
Bidang
Filsafat.
Filsafat merupakan
bidang pengetahuan yang senantiasa bertanya dan mencoba menjawab segugus
persoalan yang sangat menarik perhatian manusia sejak dulu sampai sekarang.
Persoalan-persoalan itu dalam bahasa asing disebut philosophical problems
(Bertrand Russell) atau philosophical questions (Susanne Langer). Ada pula
filsuf yang mengatakan bahwa oleh karena gugusan persoalan itu merupakan problem-problem
abadi yang tak pernah terpecahkan, mungkin seharusnya disebut issues (Marvin
Farher). Seseorang yang mempelajari filsafat hendaknya memahami betul-betul
persoalan-persoalan filsafati itu dan ikut serta memikirkan atau
memperbincangkan kemungkinan-kemungkinan jawabannya.
2.
Contoh
Persoalan Filsati
Contoh-contoh yang
dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :
-
Apakah alam semesta ini mempunyai
permulaan dalam waktu ?
-
Apakah waktu itu ?
-
Apakah ruang itu ?
-
Apakah arti yang tepat dari kata
“kalau” ?
-
Adakah kebaikan yang terluhur ?
-
Bagaimanakah seseorang dapat yakin
bahwa penangkapan inderawi yang dilakukan oleh orang lain adalah sama seperti
pencerapan dirinya ?
-
Betapakah hubungan antara jiwa dan
raga itu ?
-
Apakah jagad raya ini mempunyai
kesatuan tujuan tertentu ataukah hanya
suatu pergabungan yang kebetulan saja dari
atom-atom ?
Filsafat menurut
filsuf Jerman Immanuel Kant (1724 – 1804) berkisar pada tiga persoalan genting
yang senantiasa ditanyakan oleh manusia terhadap dirinya sendiri, yakni :
-
Apakah yang dapat saya ketahui ?
-
Apakah yang harus saya perbuat ? dan
-
Apakah yang boleh saya harapkan ?
3.
Ciri
Persoalan Filsafati
Menurut
Isaiah Berlin, persoalan-persoalan filsafati itu bercorak sangat umum,
menyangkut masalah-masalah asasi dan tidak berhubungan dengan kemanfaatan
praktis serta tampaknya tiada tatacara yang nyata untuk menjawabnya maupun para
ahli spesialis yang dapat diminta untuk memecahkannya. Kini semakin jelas bahwa
persoalan filsafati tidak bersifat empiris atau pun formal. Ini berarti bahwa
persoalan tersebut tidak dapat dijawab dengan penyelidikan berdasarkan
pengalaman maupun dengan penalaran secara deduktif seperti halnya dilakukan
dalam ilmu empiris atau matematik. Selanjutnya ada pendapat yang menyatakan
bahwa persoalan filsafati bersifat agak mencengangkan dan membingungkan.
Walaupun demikian, ini tidak berarti bahwa setiap pertanyaan yang membingungkan
harus menjadi suatu persoalan filsafati. Misalnya bilamana seekor kambing
berjalan mengitari suatu pohon, mungkin dapat dipersoalkan apakah pohon itu
juga bergerak mengelilingi kambing tersebut. persoalan yang demikian ini tidak
banyak artinya. Persoalan-persoalan filsafati haruslah secara intelektual
bersifat subur (istilah Stephen Körner; intelectually fertile), yakni
mengemukakan pengertian-pengertian baru dan jalur-jalur baru untuk penyelidikan
selanjutnya. bahkan menurut Susanne Langer suatu pertanyaan merupakan persoalan
filsafati pokok apabila dalam memechkannya kita menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan baru yang menarik. jawaban yang disusun itu memiliki
simpulan yang mengembangkan gagasan-gagasan kelanjutan yang dapat memerangi
pengertian-pengertian atau menjawab pertanyaan-pertanyaan lainnya.
4.
Hungan
dengan Persoalan Ilmiah
Bertrand
Russell dalam bukunya An Outline of
Philosophy dan The Problems of
Philosophy mengesampingkan persoalan-persoalan yang berada diluar kemampuan
akal manusia untuk menanganinya. Persoalan-persoalan filsafati adalah
persoalan-persoalan menarik yang tidak termasuk dalam salah satu dari ilmu-ilmu
yang telah berkembang. Persoalan-persoalan itu menimbulkan hasrat dan minat
orang untuk memechkannya. Tapi begitu pengetahuan yang pasti mengetahui
segugusan persoalan telah dapa dihimpun, persoalan tersebut tidak lagi termasuk
filsafat dan pengetahuan yang bersangkutan menjadi suatu ilmu tersendiri. Hal
ini telah berlangsung sejak dulu sampai sekarang. Sebagai misal
persoalan-persoalan mengenai langit dan pikiran manusia yang dulu dibahas oleh
filsafat, kini telah menjadi sasaran dari ilmu falak (astronom) dan ilmu jiwa
(psikologi). Dengan demikian filsafat pada dewasa ini terbentuk dari sisa
persoalan-persoalan yang jawabannya yang pasti belum dapat diberikan. Namun
walaupun pemecahannya yang terakhir belum mungkin diberikan sekarang, filsafat
dapat menunjukkan arah kemana pemecahan itu harus dicari dan jenisnya pemecahan
yang pada waktunya ternyata mungkin.
5.
Jenis
Persoalan Filsafati
Meskipun
kini filsafat hanya mencakup sisa persoalan-persoalan yang belum ditangani oleh
pelbagai ilmu, namun sisa ini cukup luas. Pada pokoknya persoalan-persoalan
filsafati itu menurut pendapat kami dapat dikelompok-kelompokkan menjadi 6
jenis yang berikut ;
1)
Persoalan
metafisis (metaphysical problem)
Persoalan metafisis yang terpokok mengenai
keberadaan (existence) seperti misalnya adanya Tuhan, alam semesta, manusia,
pikiran dan segala realita lainnya. masalah-masalah yang ditnyakan umpamanya :
-
Apakah hakekat dan sifat dasar dari
keberadaan itu?
-
Apakah alam semesta ini sesuatu yang
nyata ataukah hanya ide saja? (ini menimbulkan pertentangan antara realisme
dengan idealisme)
2)
Persoalan
epistemologis (epistemological problem)
Persoalan epistemologis terutama meliputi
sumber dan batas segenap pengetahuan manusia. Dipersoalkan misalnya :
-
Bagaimanakah manusia bisa mengetahui
adanya sesuatu ?
-
Apakah sumber pengetahuan itu akal
ataukah indera manusia ? (ini menimbulkan pertentangan antara rasionalisme
dengan empirisme.)
3)
Persoalan
metodologis (methodological problem)
Persoalan metodologis bertalian dengan
metode-metode untuk memperoleh pengetahuan. Metode manakah yang paling tepat
untuk mencapai pengetahuan yang benar? Ada banyak metode yang dapat dipakai
seperti umpamanya metode dialektis, metode fenomenologis, metode intuitif,
metode transendental. Apakah kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode
itu?
4)
Persoalan
logis (logical problem)
Persoalan logis pada pokoknya berhubungan
dengan proses penalaran yang betul. Asas dan aturan apakah yang menjamin bahwa
sesuatu penyimpulan yang dibuat manusia sudah tepat? Jenis persoalan ini sering
diperluas dengan masalah-masalah semantik yang menyangkut bahasa, lambang, dan
arti.
5)
Persoalan
etis (Etical problem)
Persoalan etis menyangkut perilaku manusia
yang dinilai dari segi moralitas. Apakah kebaikan itu? Adakah ukuran-ukuran
yang pasti bagi perbuatan-perbuatan manusia yang bersifat susila? Apakah soal
baik dan buruk hanya penting untuk manusia ataukah juga untuk alam semesta ini?
6)
Persoalan
estetis (estetic problem)
a. Lingkupan.
Problem-problem
estetis sebagai salah satu jenis persoalan filsafati pada pokoknya berkenaan
dengan 4 hal, yakni :
-
Nilai estetis (estetic value)
-
Pengalaman estetis (esthetic
experience)
-
Perilaku orang yang mencipta
(seniman)
-
Seni.
b. Persoalan
Tentang Nilai Estetis.
Segugusan persoalan
estetis yang sejak dulu direnungkan oleh filsuf berkisar pada nilai estetis,
misalnya :
-
Apakah keindahan itu?
-
Apakah keindahan itu bersifat
obyektif?
-
Apakah yang merupakan ukuran-ukuran
baku dari keindahan?
-
Bagaimanakah peranan keindahan dalam
kehidupan manusia?
-
Betapakah hubungan keindahan dengan
kebenaran dan kebaikan?
c. Persoalan
Tentang Pengalaman Estetis
Sekelompok persoalan
lain yang kini banyak diperbincangkan berpusat pada pengalaman seseorang dalam
hubungannya dengan sesuatu yang indah. Para pemikir mencoba mencari jawaban
yang tepat misalnya terhadap pertanyaan :
-
Apakah yang disebut pengalaman
estetis itu?
-
Bagaimanakah sifatdasar atau
ciri-ciri dari suatu pengamalan estetis?
-
Apakah yang membuat orang menghargai
sesuatu yang indah?
-
Apakah yang merupakan rintangan-rintangan
dari pengalaman estetis?
-
Benda apakah yang dapat menjadi
sasaran dari pengalaman estetis?
d. Persoalan
Tentang Perilaku Seniman
Pelbagai problem
tentang hal-ikhwal orang yang mencipta karya seni akhir-akhir ini mendapat pula
perhatian. Yang dipersoalkan antara lain :
-
Apa dan siapakah seniman itu?
-
Apakah yang mendorong seseorang
menciptakan sesuatu karya seni?
-
Bagaimanakah proses penciptaan itu
berlangsung dalam diri seseorang?
-
Betapakah hubungan kepribadian
seniman dengan karya seni ciptaannya?
e. Persoalan
Tentang Seni
Akhirnya segi-segi dari seni (termasuk
hasilnya yang disebut karya seni) juga disoroti secara filsafati oleh para
filsuf. Yang menjadi menjadi persoalan misalnya adalah :
-
Apakah seni itu?
-
Bagaimanakah penggolongan yang tepat
dari seni?
-
Apakah sifatdasar dan nilai-nilai
dari karya seni?
-
Betapakah hubungan seni dengan agama,
filsafat dan ilmu?
f.
Persoalan Estetis dalam Kehidupan
Manusia
Problem-problem
estetis terutama yang berhubungan dengan konsep tentang keindahan telah menjadi
bahan perenungan manusia sejak dulu kala. Tampaknya ini sejalan dengan sifat
kodrat manusia yang menghargai sesuatu yang indah di sampingnya sifat kodrat
lainnya untuk mengetahui sesuatu yang benar dan menginginkan sesuatu yang baik.
Memang dalam sejarah kehidupan manusia 3 hal yakni :
1. Kebenaran
(truth)
2. Kebaikan
(goodness)
3. Keindahan
(beauty)
Ketiga nilai pokok tersebut juga menjadi
sasaran pemikiran para filsuf dari waktu
ke waktu sampai sekarang. Dalam bidang pemikiran itu kebenaran menjadi ukuran
dasar yang ditelaah dalam cabang filsafat yang disebut “Logika”; kebaikan merupakan ide pokok yang dibahas cabang filsafat
yang disebut “Etika”; sedang
keindahan adalah tema pusat yang digumuli dalam cabang filsafat yang disebut “Estetika”
— Ki Slamet 42 —
Rabu, 22 Januari 2020 – 10.00 WIB
R e f e r e n s i :
The Liang Gie, GARIS BESAR ETETIK (Filsafat Keindahan)
Fakultas Fisafat Universitas Gajah Mada, Jogyakarta 1976
Tidak ada komentar:
Posting Komentar