Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Menulis
Rabu, 05 Febuari 2020 - 06.24 WIB
Gambar 7
Rabu, 05 Febuari 2020 - 06.24 WIB
A.
Peranan
Matematik dalam Seni
Matematik merupakan
suatu cabang ilmu yng sangat aktif dalam kehidupan masyarakat. Di mana-mana
terlihat penggunaan matematik itu untuk membantu penyelesaian suatu pekerjaan.
Bahkan filsuf dan ahli logika Amerika CharlesPeirce (1839-1914) menyatakan
bahwa”Every science has a mathematical
part, a branch of work that the mathematician is called to do”. ( Setiap
ilmu mempunyai suatu bagian matematis, suatu cabang dari pekerjaan yang
memerlukan ahli matematik untuk mengerjakannya. ) dengan demikian timbullah
astronomi matematis, biologi matematis, ilmu ekonomi matematis, psikologi
matematis dan pelbagai cabang ilmu campuran semacam itu. Dan tak mengherankan
pula bahwa sekarang dikenal estetik matematis.
Estetik matematis
adalah suatu cabang dari estetik ilmiah yang mempelajari dan berusaha menemukan
persamaan-persamaan matematis sebagai kaidah untuk menciptakan suatu karya seni
atau benda yang indah. Peranan matematik dalam seni arsitektur dan musik sudah
menonjol sejak zaman dulu. Salah satu dari empat serangkai pengetahuan yang
diajarkan dalam pendidikan orang-orang bebas pada zaman Yunani sampai Abad
Tengah ialah musik dalam arti teori harmoni. Teori ini tak lain adalah analisa
matematis tentang musik sebagai perimbangan (proportion). Sebagaimana telah
diterangkan Bangsa Yunani dulu mengenal istilah ‘harmonia’ untuk menyebut
keindahan berdasarkan pendengaran.
Jenis seni yang
perkembangannya sangat dipengaruhi oleh matematik ialah seni lukis. Tapi
sebaliknya seni ini juga mendorong perkembangan matematik sehingga menumbuhkan
suatu cabang baru. Karya-karya seni lukis dulu sampai zaman Renaisance (abad
14-16) tidak mengenal unsur-unsur perspektif, kedalaman, ruang dan bayangan.
Semuanya merupakan gambar datar dua dimensi seperti terlihat pada contoh di
bawah ini.
Pagina dari Maciejowski Old testament
Contoh lukisan di
atas selain kurang indah sesungguhnya juga tidak mencerminkan keadaan yang
sebenarnya. Misalnya tidaklah benar tangga itu dapat diletakkan secara miring
demikian tanpa penyangga. Demikian pula menara yang sedang dibangun itu tampak
seperti sebidang tembok saja (tiada gambaran tentang volume).
Dengan mulai
dimanfaatkannya konsep-konsep matematik oleh para pelukis sejak abad 14, maka
lukisan-lukisan tampak lebih hidup, realistis dan juga indah. Sejak masa itu
berkembanglah matematik seni lukis (mathematics of painting) yang dipelajari
dan dipahami oleh para seniman. Perkembangan seni lukis selanjutnya mendorong
ahli-ahli matematik untuk menelaah pengertian-pengertian matematik yang
terutama bertalian dengan persoalan-persoalan yang tertentu dalam seni itu.
Penelaahan tersebut menimbulkan ilmu ukur proyeksi dalam gambar 17, yaitu
cabang matematik yang mempelajari sifat-sifat yang tak berubah dari
bangun-bangun geometri yang dipancarkan atau gambar-gambar proyeksi yang
diciptakan oleh pelbagai benda apbila dilihat dari sudut-sudut yang
berbeda-beda. Dari cabang matematik itu dapat diperoleh kaidah-kaidah tentang
perspektif yang sangat berguna dalam seni lukis. Sampai sekarang boleh
dikatakan para pelukis dalam menciptakan karya srninya senantiasa memperhatikan
perspektif dan konsep-konsep matematik lainnya yang diperlukan. Dan hasilnya
dapat dilihat dalam contoh gambar skesa di bawah ini,
Gambar
8
Penerapan kaidah perspektif dan kosep matematik
pada pembuatan sketsa lukisan.
Gambar sketsa di
atas jelas memperlihatkan suatu suasana yang hidup dan benar. Misalnya
peletakan tangga tidaklah bertentangan dengan dengan akal sehat. Bahkan
besarnya kedua tangga berbeda, yakni tangga yang letaknya lebih jauh berukuran
lebih kecil adalah sesuai dengan penglihatan mata orang. Demikian pula bangunan
itu mencerminkan ruang 3 dimensi dan kedalaman sesuai dengan keadaan
sesungguhnya.
Cara bekerja seniman
dari gambar di atas memperhatikan sepenuhnya asas-asas perancangan dan
perspektif. Ruang itu dirancang seolah-olah sebuah kotak panjang yang besar
dengan pelbagai kotak kecil di dalamnya. Lantai, dinding dan langit-langitnya
dibagi-bagi secara tertib dengan menggunakan konsep-konsep geometri seperti
empat persegi panjang, garis lingkaran, sudut dan titik proyeksi. titik yang
menjadi pusat pancaran dan kunci dari seluruh struktur itu ialah tangan yang
diangkat ke atas dari tokoh yang berdiri di ujung kiri. dari tangan itulah
memancar seluruh garis yang diperlukan. kesemua ini dapat dilihat dalam gambar
rancangan berikut ini,
Gambar 9
Peranan matematik dalam pelbagai jenis seni
maupun estetik tampaknya akan senantiasa menjadi lebih besar sesuai dengan
semakin berkembangnya ilmu tersebut sebagaimana telah dibahas sebelumnya dalam
bab Estetik Ilmiah.
B.
Perbandingan
Keemasan
Bangsa Yunani Kuno
menganggap keindahan dari karya seni sebagai Keselarasan dan ini tercipta
karena diterapkannya –perimbangan-perimbangan tertentu. Oleh karena itu sejak
dulu telah dicari kaidah geometri dalam seni yang menjadi kunci dari keindahan
itu. Tampaknya Mazhab Pythagoras yang mempergunakan gambar bintang berujung
lima (pentagram) sebagai lambang persaudaraan dari anggota-anggotanya berhasil
menemukan proporsi yang menjadi kunci keindahan. Lambang pentagram itu mereka
namakan ‘Kesehatan’ sebagaimana terlihat pada gambar 10 berikut ini,
Gambar 10
1)
Disediakan garis AB yang akan
dipotong.
2)
Dibuat garis panjangnya setengah AB
yang tegak lurus pada AB
3)
Tercipta sebuah segitiga siku-siku
dengan menghubungkan titi A dengan titik ujung garis ½ AB
4)
Sisi miring dari segitiga itu
dikurangi dengan ½ AB.
5)
Sisanya dari titik A dipakai sebagai
ukuran panjang untuk memotong AB pada titik C. Dengan ini terciptalah proporsi:
BC : AC = AC : AB.
Perimbangan tersebut di atas dapat ditulis
menjadi :
-
Rumus aljabar : a / b = b / ( a + b )
-
Rumus aritmetik : ½
( ᕂ5 + 1 )
-
Angka perbandingan : 1
. 1, 6 . . .
( atau
3 : 5 : 8 : 13 dan seterusnya )
Golden ratio adalah
suatu perbandingan yang juga adalah sebuah perimbangan (proportion). Setiap
proporsi memerlukan 3 unsur, tapi disini cukup hanya 2 unsur a dan b, sedang
unsur yang ketiga diperoleh dari penjumlahan kedua unsur itu. Dengan demikian
golden ratio bersifat lebih ekonomis daripada perimbangan-perimbangan lainnya.
selain itu dari penyelidikan ternyata bahwa bentuk geometri, bangunan gedung
atau karya seni apapun yang menerapkan rasio itu paling enak dipandang. Candi
Parthenon ( gambar 1) dibangun dengan
mempergunakan perbandingan 1 : 1,6 untuk ukuran tinggi terhadap lebarnya.
Demikian pula ukuran pintu, jendela, meja bola tojok, pigura dan pagina buku
kebanyakan memakai pula perbandingan tersebut. Karena sifatnya yang estetis itu
dalam abad 19 perbandingan tersebut diberi nama “Golden Section” atau golden
cut yang berarti belahan keemasan.
Sebuah deret dari
bilangan-bilangan untuk mengembangbiakkan hubungan-hubungan yang dikaitkan
dengan golden ratio telah dikemukakan oleh ahli matematik Leonardo dari Pisa
yang dikenal juga sebagai Fibonacci (1175-1230). Beliau menemukan bahwa apbila
disusun suatu deretan bilangan sedemikian hingga setiap bilangan merupakan
jumlah dari 2 bilangan yang mendahuluinya, maka perbandingan antara 2 bilangan
yang berturut-turut akan mendekati golden ratio. Deret Fibonacci itu ialah 1,
2, 3, 5, 8, 13, 21 dan seterusnya. Ada ahli ilmu hayat yang berpendapat bahwa
deret seperti di atas sering muncul dalam bentuk-bentuk kehidupan
tumbuh-tumbuhan.
C.
Kesetangkupan
Dinamis
Suatu konsep
matematik lainnya dipergunnakan sehungga menjadi sebuah styl (styl of Disign) dalam karya seni. Styl itu oleh Jay Hambidge dari Yale School
of fine arts diberi nama dynamic symetry (kesetangkupan dinamis). Ini
didasarkan pada pembagian dari sesuatu empat persegi panjang dengan menggunakan
garis-garis diagonal sehingga terbentuk empat persegi panjang lainnya yang
lebih kecil tapi mempunyai perbandingan yang sama dengan empat persegi
induknya. Empat persegi bentukan itu dapat pula menciptakan empat persegi
panjang yang lebih kecil lagi tapi dengan ratio yang tetap sama. Demikian
seterusnya.
Tata langkah
menciptakan dynamic symmetry itu adalah sebagai berikut :
Gambar 11
1)
Disediakan empatpersegi panjang ABCD
2)
Dibuat diagonal AC
3)
Dibuat lagi diagonal dari titik B
yang tegaklurus diagonal AC dan diteruskan sehingga menyentuh sisi CD pada
titik E.
4)
Dari E itu dibuat sisi EF sehing
terbentuk empat persegi BCEF.
Empatpersegi BCEF
itu mempunyai perimbangan yang sama terhadap terhada empatpersegi ABCD
(induknya) karena AD/CD = BF/EF. Kedua ratio ini adalah sama karena sudut A CD
= sudut BEF dan dengan demikian kedua segitiga siku-siku ACD dan BEF adalah
sebangun pula. Apabila empat persegi BCEF akan dibagi lebih lanjut untuk
menciptakan suatu empatpersegi lagi yang proporsinya tetap sama, maka dari titik
pertemuan antara diagonal AC dengan sisi EF ditarik garis GH yang tegaklurus
pada garis BC. Empatpersegi baru CEGH adalah empatpersegi panjang yang
dimaksudkan.
Menurut penyelidikan
Hambidge ( Dynamic Symmetry in Composition
) penggunaan styl kesetangkupan yang dinamis itu memungkinkan Bangsa Yunani
dulu mencapai perimbangan yang indah pada candi, pahatan dan jembanggan mereka.
Kesamaan proporsi dari empatpersegi panjang yang disusun itu dianggap
memberikan keselarasan dan daya hidup pada lukisan-lukisan yang menerapkan styl
itu. Sebagai contoh dari penerapan tersebut ialah lukisan George Bellows di
bawah ini yang memperoleh hadiah pertama dalam pameran seni internasional 1922
di Amerika Serikat.
Gambar 12
Eleanor, Jean, and Anna
D.
Ukuran
Estetis
Suatu usaha baru
untuk menelaah estetik secara matematis dan menciptakan sebuah teori matematis
tentang seni indah telah dirintis oleh seorang ahlimatematik Amerika/ David
Birkhof (1884-1944). Dalam 1928 beliau mengemukakan teorinya tentang ukuran
estetis (aesthetic measure) dalam kongres internasional matematik di Bologna.
Menurut Birkhof estetik adalah cabang pengetahuan yang terutama berhubungan
dengan perasaan estetis (yakni perasaan intuitif tentang nilai) dan benda-benda
estetis yang menimbulkan perasaan itu. Mengenai ciri-ciri khusus dari sesuatu
kelas benda seni yang mempunyai nilai estetis, Birkhof membenarkan asas lama
tentang kesatuan dalam keanekaragaman (unity in variety) dan batasan-batasan
keindahan keindahan yang dirumuskan oleh filsuf Belanda Frans Hemsterhuis dalam
1769 sebagai “that which gives us the
greatest number of ideas in the shortest space of time” ( sesuatu yang
memberi kita jumlah buah pikiran yang terbanyak dalam jangka waktu yang
terpendek).
Berdasarkan
pokok-pokok pikiran tersebut di atas Birkhof berpendapat bahwa pengalaman
estetis seseorang terdiri dari 3 tahap dengan faktor-faktornya yang dapat
diukur, yakni :
1)
suatu usaha permulaan untuk
memperhatikan dan mencerap benda estetis yang meningkat dalam perimbangannya
dengan keruwetan ( complexity, disingkat C ) dari benda itu.
2)
Perasaan tentang nilai atau ukuran
estetis (aesthetic Measure , disingkat M) yang mengganjar usaha di atas.
3)
Kesadaran bahwa benda itu mempunyai
ciri berupa sesuatu keselarasan, kesetangkupan atau tata tertib (order,
disingkat O) tertentu yang penting bagi adanya efek estetis.
Dari analisa terhadap pengalaman estetis itu
dan dengan penjelasan-penjelasan dari suatu psikologi, Birkhof menciptakan
rumus matematis untuk menghitung perbandingan dan ganjaran estetis terhadap
usaha memberi perhatian (ratio of aesthetic reward to effort attention) seperti
berikut :
O
M = —
C
Rumus itu mengandung makna bahwa ukuran
estetis ( M ) ditentukan oleh kepadatan
dari hubungan-hubungan tata tertib dalam benda estetis. Perasaan intuitif
tentang nilai timbul karena taraf istimewa dari hubungan-hubungan yang selaras
dalam benda itu. Atau dengan kata-kata
lain tata tertib ( O ) memperbesar perasaan estetis, sedang keruwetan ( C )
menurunkan perasaan tersebut. ukuran estetis itu merupakan angka indeks yang
dapat dipergunakan untuk membanding-bandingkan benda-benda estetis yang
termasuk dalam kelompok yang sama guna menentukan nilai estetisnya
masing-masing.
Dalam perkembangan berikutnya Birkhof menerapkan rumusnya untuk mempelajari
pelbagai benda estetis. Penyelidikannya yang terkenal ialah terhadap ukuran
estetis dari 90 bangun geometri segibanyak (polygonal forms). Untuk menghitung
nilai masing-masing segibanyak itu faktor tata tertib (Order) diperinci lebih
lanjut dalam unsur-unsur lainnya seperti misalnya kesetangkupan tegak,
keseimbangan dan bentuk-bentuk yang tak memuaskan (umpamanya jarak sisi-sisi
yang terlalu kecil, sudut yang mendekati 0 atau 180 derajat dan arah-arah yang
terlampau berselang-seling). Masing-masing unsur itu diberi angka tertentu untuk keperluan penghitungan nilai
dari setiap polygonal form, misalnya apabila suatu bangun mengandung simetri
tegak maka nilai unsur ini = 1, kalau unsur ini tidak ada maka nilainya adalah
0, atau unsur keseimbangan = - 1 kalau polygon itu tampak akan roboh ke salah
satu isinya.
Dengan tatacara demikian itu Birkhof
menentukan nilai M dari – 90 bangun segibanyak yang diselidikinya. Hasil
penyelidikannya sebagai sekedar contoh
untuk 6 buah yang nilainya tertinggi
(yakni menarik dan menimbulkan perasaan estetis) dan 6 lagi yang nilainya
terendah dapat dilihat pada gambar 13 di bawawah ini :
Gambar 13
Contoh
gambar hasil penyelidikan Birkhof
mengenai
aestethetic measure dari bangun segibanyak
teori dan tatacara penelaahan dari Birkhof
di atas sebagaimana halnya dengan eastetik eksperimentil yang dikemukakan oleh
Fechner tidak memperoleh penerimaan luas dari para ahli estetik maupun seniman.
Tapi ini tidak berarti bahwa matematik tidakbisa mempunyai peranan penting
dalam bidang estetik maupun seni. Penelitian yang lebih lama dan mendalam
masihperlu dilakukan untuk mengembangkan estetik matematis.
SELESAI !
— Ki Slamet 42 —
Rabu, 05 Febuari
2020 – 24.00 WIB
R e f e r e n s i :
The Liang Gie, GARIS
BESAR ETETIK (Filsafat Keindahan)
Fakultas Fisafat
Universitas Gajah Mada, Jogyakarta 1976