Guru SMPT-SMAT Annur Cimande
Senin, 24 April 2017 - 12:01 WIB
Senin, 24 April 2017 - 12:01 WIB
Bapak
Pendidikan Nasional
Ki
Hajar Dewantara (2 Mei 1889-26April 1959)
Drs. Slamet Priyadi - Senin, 24 April
2017 - 12:12 WIB
SETIAP
tahun pada tanggal 2 Mei, Institusi Pendidikan, khususnya di jajaran
Kemendiknas secara nasional memperingati “Hari
Pendidikan Nasional”. Pertanyaannya adalah mengapa peringatan Hari
Pendidikan Nasional itu diperingati pada 2 Mei?
Jawabannya tentu kita sudah tahu. Akan tetapi mungkin saja di antara
kita banyak yang sudah lupa atau bahkan mungkin tidak tahu dan tidak mengenalnya
siapa sosok Ki Hajar Dewantara.
Nah, melalui tulisan inilah saya
berupaya untuk membangkitkan kembali ranah kognitif kita memunculkan kembali
ingatan kita pada sosok Ki Hajar Dewantara yang fenomenal itu. Tentu saja dalam
rangka menghormati, mengenang jasa, dan meneladani sepak terjang serta
perjuangan beliau yang begitu keras bagi kemajuan bangsa Indonesia khususnya
dalam dunia Pendidikan Nasional kita.
Menurut sejarahnya, Ki Hajar Dewantara
dilahirkan di kota budaya yang dikenal juga dengan sebutan kota pelajar,
Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat.
Ayahnya adalah seorang Pangeran bernama “Pangeran
Suryaningrat” putra Paku Alam ke-4 dari Yogyakarta.
Selepas lulus sekolah dasar Belanda
“ELS” ( Europesche Largere School ),
beliau melanjutkan ke Sekolah Guru juga ke STOVIA. Akan tetapi di sekolah ini
Ki Hajar Dewantara tidak bisa menyelasaikan studinya sampai selesai karena bea
siswa yang diperolehnya dihentikan alias dicabut karena gagal dalam mengikuti
ujian kenaikan tingkat.
Pelajaran yang bisa kita peroleh dari
keteladanan beliau adalah pada sikap tegar tak kenal putus asa, meskipun beliau
gagal dalam ujian, dan oleh karena itu pula bea siswanya sampai dicabut atau dihentikan, beliau sama
sekali tidak kecewa, tidak putus asa bahkan tetap tegar menghadapinya. Hal ini
dibuktikannya dengan aktif dalam kegiatan menulis yang lebih intens dalam
organisasi pergerakan pemuda yang sebelumnya memang sudah digelutinya.
Beberapa tulisan beliau banyak menjadi
pembicaraan dalam mesyarakat, bahkan dua buah tulisannya yang berisi kritikan
terhadap pemerintah Kolonial belanda mendapat perhatian khusus. Kedua tulisan
itu diberi judul, “Als Ik Een
NederlanderWas” (Seandainya Aku Seorang Belanda), dan “Een Voor Allen maar Ook Allen voor Een” (Satu untuk Semua, Namun
Semua untuk Satu Jagad).
Selain aktif menulis dan bekerja di
sebuah Apotek Rathkamp, Yogyakarta, Ki Hajar Dewantara pun aktif dalam
berorganisasi. Beliau masuk organisasi “Boedi
Oetomo” berada dalam divisi propaganda. Bersama-sama dengan Danudirja,
Setyabudi, dan Cipto Mangunkusumo
mendirikan “IP” (Indische Partij
di Bandung.
Terlalu keras dan dianggap banyak
menyulitkan pemerintah kolonial Belanda, ketiganya pun ditangkap dan diasingkan
ke Negeri Belanda selama 6 tahun. Akan tetapi yang namanya Ki Hajar Dewantara
memang memiliki sikap ketegaran yang luar biasa. Ia pantang menyerah dan terus
berjuang keras membangun jiwa, membangun karakter bangsa. Di Negeri Belanda ini
beliau memanfaatkan waktu luangnya dengan mengasah terus wawasan inteletualnya
dengan belajar ilmu pendidikan sampai akhirnya memperoleh “Akta Guru Eopa” (Euroopeesche Akte).
Selepas pulang dari pengasingan selama 6
tahun dan memperoleh Akta Guru Eropa, Ki Hajar Dewantara mendarmabaktikan
keilmuannya menjadi Guru di sekolah yang didirikan oleh sahabatnya
Soeryopranoto. Di sekolah ini ia tetap berjuang keras untuk membangun jiwa,
membangun karakter bangsa dengan berbagai pandangan-pandangan hidup dan
pemikiran-pemikirannya yang berkait dengan karakter bangsa. Sampai pada
akhirnya beliau Ki Hajar Dewantara mendirikan “Perguruan Nasional Tamansiswa” (Onderwijs
Institut Tamansiswa) pada tanggal 3 Juli 1922.
Karena ketokohannya dalam dunia
pendidikan menjadikan beliau, Ki Hajar Dewantara dipercaya dan ditunjuk menjadi
salah satu anggota PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) di era penjajahan Jepang.
Beliau juga dipercaya terpilih sebagai Menteri Pengajaran Kabinet Pertama
Republik Indonesia pada tanggal 2 September 1945. Beliau, Ki Hajar Dewantara
terus berkiprah, berjuang tak kenal lelah dan putus asa, membangun jiwa,
membangun karakter bangsa lewat pendidikan hingga pada akhir hayatnya.
Ajaran Ki Hajar Dewantara yang sampai
sekarang tetap terpatri di setiap jiwa para pemimpin dan terutama para guru
adalah:
1.
Ing
Ngarso Sung Tulodo” (di depan menjadi teladan),
Artinya bahwa seorang pemimpin haruslah mempuanyai sikap dan
prilaku yang baik dan menjadi contoh suri tauladan bagi masyarakat.
2.
Ing
Madyo Mangun Karso” (di tengah membangun dan membangkitkan karsa),
Artinya
bahwa seorang peminpin ketika berada di tengah-tengah masyarakat haruslah dapat
menciptakan peluang-peluang agar masyarakat dapat berkarya dengan baik.
3.
Tut
wuri Handayani” (di belakang memberi dorongan semangat dan motivasi)
Artinya
bahwa seorang pemimpin ketika berada di belakang haruslah menjadi pendorong
semangat, menjadi motivator bagi masyarakat.
Beliau,
Ki Hajar Dewantara, wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta
dan dimakamkan di Pemakaman Wijayabrata, Yogyakarta. Oleh karena jasanya yang begitu besar terhadap bangsa dan negara Pemerintah
Republik Indonesia menganugerahi beliau sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional
tahun 1959. Dan, hari lahirnya pun diperingati sebagai “HARI PENDIDIKAN
NASIONAL”.
Sebagai hormat
dan sumbangsih penulis pada keteladan sikap, sepak terjang, dan perjuangan
beliau serta untuk mengenang dan mengabadikan jasa-jasa beliau, penulis
menciptakan satu lagu yang penulis beri judul “Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara”.
"BAPAK PENDIDIKANNASIONAL"
KI HAJAR DEWANTARA
( 2 Mei 1889 - 26 April 1959 )
Ciptaan: Slamet Priyadi
Bapak Pendidikan
Nasional
Ki Hajar Dewantara
Berjuang keras
membangun jiwa
Membangun karakter
bangsa
Bapak Pendidikan
Nasional
Ki Hajar Dewantara
Ajarannya menjadi
teladan
Bagi kita semua
Reffrein:
Ing ngarso sung
tulodo
Di depan menjadi
teladan
Ing madyo mangun
karso
Di tengah membangun
karsa
Tut wuri handayani
Di belakang memberi
Dorongan s’mangat
dan motivasi
Bumi Pangarakan, Bogor Senin, 24 April 2017 - 21:55 WIB |
Ki Hajar Dewantara, wafat pada tanggal 26 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di Pemakaman Wijayabrata, Yogyakarta. Oleh karena jasanya yang begitu besar terhadap bangsa dan negara Pemerintah Republik Indonesia menganugerahi beliau sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional tahun 1959. Dan, hari lahirnya pun diperingati sebagai “HARI PENDIDIKAN NASIONAL”.
BalasHapus