Blog Ki Slamet 42 : Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Sabtu, 01 Febuari 2020 - 08.51 WIB
Sabtu, 01 Febuari 2020 - 08.51 WIB
8. F I L S
A F A T S E N I
A.
Lingkupan
Filsafat seni merupakan salah satu cabang
dari rumpun estetik filsafati yang khusus menelaah tentang seni. Lucius Garvin memberikan batasan tentang
filsafat seni sebagai “the branch of
philosopy which deals with the theory of
art creation, art experience, and art criticism”. (cabang filsafat yang
berhubungan dengan teori tentang penciptaan seni, pengalaman seni dan kritik
seni). Sedang definisi Joseph Brennan
merumuskannya sebagai “the study of general principles of artistic
creation and appreciation.” ( Penelaahan mengenai asas-asas umum dari
penciptaan dan penghargaan seni).
Persoalan-persoalan pokok dalam filsafat
seni meliputi antara lain :
1)
Pengertian seni. Pertanyaan yang
paling sering dikemukakan oleh para filsuf ialah “What is art” ( Apakah seni
itu?” ). Pertanyaan itu pernah dirungkkan sehingga berbunyi; Can “art” be
defined? ( Dapatkah “seni” didefinisikan? ).
2)
Penggolongan jenis-jenis seni
3)
Susunn seni. Ini mencakup
problem-problem yang lebih terperinci tentang:
a. Pokok
soal dan tema
b. Bahan
dan unsur
c. Organisasi
dan styl
4)
Nilai-nilai dari seni
Terhadap kumpulan persoalan di atas masih
dapat ditamahkan teori-teori mengenai asalmula seni, sifatdasar seni dari seni,
bentuk dan pengungkapan dalam seni serta pelbagai teori sejarah seni.
B.
Pengertian
Seni
Persoalan “Apakah seni itu?” telah dijawab
oleh para filsuf dan ahli estetis sepanjang masa dengan puluhan definisi yang
berbeda-beda. Tapi apabila pelbagai batasan itu diteliti, menurut hemat penulis
ada 5 jawaban mengenai pengertian seni, yakni seni sebagai :
1.
Kemahirann (skill)
2.
Kegiatan manusia (human activity)
3.
Karya seni (work of art)
4.
Seni indah (fine art)
5.
Seni penglihatan (visual art)
1.
Penertian
Seni Sebagai Kemahiran (skill)
Pengertian seni sebagai suatu kemahiran
seseorang adalah sesuai dengan asalusul kata ‘art’ yang berasal dari kata Latin
‘ars’ yang berarti kemahiran. Kata Latin itu masih mempunyai akar lebih lanjut,
yakni ‘ar’ yang artinya menyambung atau menggabungkan. Untuk pengertian
kemahiran itu Bangsa Yunani Kuno memakai kata ‘techne’ yang kini menjadi
tehnik. Jadi dari sudut etimologi art dapat diartikan sebagai suatu kemahiran
dalam membikin barang-barang atau mengerjakan sesuatu. Arti ini masih terlihat
sampai sekarang pada buku-buku yang berjudul ‘The Art of Capentry’ (Seni
Pertukangan Kayu) atau ‘The Art of Cooking’ (Seni Masak-memasak).
Pengertian seni yang pertama ini ditegaskan
antara lain oleh William Flemming (Encyclopedia
Britanica) sebaga berikut :
“ART, in its most
meaning, signifies a skill or ability. This definition holds true for its
Lating antecedent, ars, as well as its German equivalenn, Kunst (derived from
können, “to be able”).”
(
SENI, dalam artinya yang palin dasar berarti suatu kemahiran atau kemampuan.
Batasan ini memang benar untuk kata asalnya Latin ars maupun kata padanannya Jerman Kunst, (diturunkan dari können,
bisa. )
Pengertian seni sebagai kemahiran kini
umumnya dilawankan dengan ilmu (science). Sering dikatakan bahwa ilmu mengajar seseorang
untuk mengetahui dan seni mengajar seseorang untuk berbuat, keduanya saling
melengkapi. Sebagai misal astronomi adalah ilmu dan pelayaran adalah seni.
Dalam hubungan ini dapat ditambahkan bahwa Aristoteles menganggap seni sebagai
ilmu atau pengetahuan tentang asas-asas yang terlibat dalam pembuatan
benda-benda yang indah atau berguna. Pendapat ini juga sesuai dengan konsepsi
‘techne’ dari Bangsa Yunani dulu yang mencakup kegiatan menuntut ilmu baik yang
teoritis maupun praktis.
2.
Pengertian
Seni Sebagai Kegiatan manusia (human activity)
Pengertian seni sebagai kegiatan manusia
yang adalah suatu proes seringkali dicampuradukkan dengan benda atau produk
sebagai hasil kegiatan itu. Jadi seni sering diartikan pula karya seni ( work
of art atau artwork). Ini merupakan pengertian ketiga dan terjadi sebagai
akibat dari adanya dwipembagian proses dan produk (process –product dichotomy)
pada pelbagai hal. Untuk mencegah kesalahpahaman sesungguhnya lebih baik kalau
seni dipakai dalam arti kegiatan manusia, sedang hasil aktivita itu disebut
karya seni. Hal ini sudah disadari dalam definisi Raymond Piper. Ahli estetis
yang mengemukakan pengertian seni yang ketiga ini antara lain adalah John
Hospers. Beliau mencatat :
“In its broadest
sense, art includes everything that is made by man, as pposed to the workings
of nature.” ( “Dalam arti yang seluas-luasnya, seni meliputi setiap benda yang
dibikin oleh manusia untuk dilawankan dengan benda-benda dari alam.)
Dari perumusan di
atas ternyata pula bahwa pengertian seni sebagai karya ciptaan manusia
dilawankan dengan benda-benda alamiah.
3.
Pengertian
Seni Sebagai Karya seni (work of art)
Pengertian seni
sebagai kegiatan manusia yang adalah suatu proes seringkali dicampuradukkan
dengan benda atau produk sebagai hasil kegiatan itu. Jadi seni sering diartikan
pula karya seni ( work of art atau artwork). Ini merupakan pengertian ketiga
dan terjadi sebagai akibat dari adanya dwipembagian proses dan produk (process –product dichotomy) pada
pelbagai hal. Untuk mencegah kesalahpahaman sesungguhnya lebih baik kalau seni
dipakai dalam arti kegiatan manusia, sedang hasil aktivita itu disebut karya
seni. Hal ini sudah disadari dalam definisi Raymond Piper. Ahli estetis yang
mengemukakan pengertian seni yang ketiga ini antara lain adalah John Hospers.
Beliau mencatat :
“In
its broadest sense, art includes everything that is made by man, as pposed to
the workings of nature.”
(
“Dalam arti yang seluas-luasnya, seni meliputi setiap benda yang dibikin oleh
manusia untuk dilawankan dengan benda-benda dari alam.)
Dari perumusan di
atas ternyata pula bahwa pengertian seni sebagai karya ciptaan manusia
dilawankan dengan benda-benda alamiah.
4.
Pengertian
Seni Sebagai Seni Indah (fine art)
Pengertian seni yang
keempat menyempitkan artinya sehingga menjadi seni indah (fine art). Pengertian
ini dipakai misalnya oleh ahli estetik Yervant Krikorian. Dalam buku A
Glossary of Art Terms, seni indah dinyatakan sebagai “that art which is is
principally conserned with the production of work of aestheticsignificanse as
distinct from useful or applied art which is utilitarian in intention” (seni
yang terutama bertalian dengan pembikinan benda-benda dengan kepentingan
estetis sebagaimana berbeda dari seni berguna atau terapan yang maksudnya untuk
kefaedahan). Sampai dewasa ini seni indah itu mencakup seni luki, seni pahat,
seni arsitektur, seni tari, seni musik, seni sastra, seni teater dan seni film.
Kini telah lazim seni indah dilawanka dengan seni berguna (useful art) yang
kadang-kadang disebut pula applied art (seni terapan). Practical art (seni
praktis), mechanical art (seni mekanis) atau technical art (seni tehnis).
Contoh karya seni berguna ialah pakaian,
senjata dan mobil yang juga indah bentuknya tapi terutama dipergunakan untuk
keperluan-keperluan praktis.
Akhirnya pengertian
seni dipersempit lebih lanjut sehingga tidak berarti seluruh jenis seni indah
tersebut di atas, melainkan hanya seni indah yang khusus untuk dilihat. hal ini
ternyata dari karangan Eugene Johnson (“Art”) yang menyatakan :
“However as most commoly used today , art means the
visual arts, those areas of artistic creativity that seek to communicate
primarily througgh the eye.”
( Tapi sebagaimana paling umum dipergunakan
dewasa ini, seni berarti seni-seni penglihatan, yaitu bidang-bidang kreativita
seni yang bermaksud mengadakan tata hubungan pertama-tama melalui mata).
Seni-seni
penglihatan itu terdiri dari seni lukis, pahat dan arsitektur. Herbert Read (The Meaning of Art ) juga menyatakan bahwa kata ‘seni’ paling lazim
dihubungkan dengan seni-seni yang bercorak penglihatan atau plastis (yang menciptakan bentuk-bentuk seperti misalnya
dengan tanah liat).”
Masih banyak
perumusan-perumusan lainnyaa tentang seni misalnya “Art i an expression of
feeling through a mediun” (Seni adalah sebuah pengungkapan dari perasaan
melalui suatu sarana ) atau “Art is an exploration of through a sensuous
presentation” (Seni adalah sebuah penjelajahan dari realita melalui suatu
penyajian inderawi) yang lebih banyak merupakan teori-teori tentang sifat dasar
seni.
C.
Penggolongan
Seni
Seperti halnya
pengertian dan bahasa seni yang beranekawarna, penggolongan seni juga
bermacam-macan sesuai dengan ukuran yang dipergunakan masing-masing ahli estetik.
Pertama-tama dalam sejarah seni sejak zaman Yunani Kuno sampai zaman Romawi dan
abad tengah orang membedakan antara :
a)
Vulgar arts (seni kasar)
b)
Liberal art (seni bebas)
Seni kasar seperti
misalnya pertukangan kayu dianggap hanya cocok untuk orang-orang yang menjadi
bujang. Sedang seni bebas terkenal dalam bahasa Latin; artes liberales, artinya
seni-seni untuk orang-orang bebas dianggap perlu untuk pendidikan para warga
kota/negara yang mempunyai kedudukan merdeka. Dalam sebuah buku pegangan yang
ditulis oleh Martianus Capella (sekitar
tahun 460) liberal arts itu diajarkan sebagai kemahiran obyective (obyektive
skills) yang jumlahnya 7 dan dibagi menjadi 2 kelompok dengan nama :
a.
Quadrivium (empat serangkai),
meliputi :
1) Aritmetik
2) Geometrik
3) Astronomi
4) Musik
(teori harmoni)
b.
Trivium (tiga serangkai), yaitu :
1) Tata
bahasa
2) Dialektik
(logika)
3) Retori
(seni pidato yang indah).
Sejak
dulu orang sudah mengenal seni lukis,
seni pahat, seni arsitektur, seni musik, seni tari dan seni sajak. Kelompok
pelbagai jenis seni ini dalam abad 18 di Perancis diberi istilah umum ‘les
beaux arts’ (yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris menjadi ‘fine art’). Yang berjasa dalam hal ini
ialah ahli estetik Charles Batteaux (1713-1780). Fine art dilawankan dengan ‘useful art’ sehingga kini terdapat
dwi-pembagian seni dalam seni indah dan seni berguna.
Dwi-pembagian
yang serupa dilakukan pula orang tapi dengan istilah-istilah yang lain, yakni :
1)
Major arts (seni besar)
Meliputi seni lukis, pahat,
arsitektur, musik dan kesusastraan.
2)
Minor arts (seni kecil)
3)
Mencakup pelbagai seni seperti
perabotan kayu, tembikar, permadani, ukiran manikam, perhiasan emas-perak,
kerajina kulit kulit dan pembuatan sebangsa medali. Oswald Külpe menganggap kelompok seni ini berkedudukan di
tengah-tengah antara seni indah dan seni berguna, yakni sebagai seni hias
(decoration) yang mengabdi segi kegunaan.
Dengan
berkembangnya konsepsi tentang fine art yang khusus dikaitkan dengan ide
keindahan atau kini pengalaman manusia yang bersorak estetis, maka penggolongan
selanjutnya berpusat pada seni indah itu. Dari segi pencerapan indrawi, macam
medium (bahan) dan perpaduan unsur-unsurnya, Oswald Külpe membagi seni indah
secara terperinci sebagai berikut :
A.
Seni
Penglihatan (Visual Arts)
1.
Dua dimensi, meliputi garis, cahaya,
warna, bentuk dan gerak :
a.
Tanpa gerak : seni lukis dan gambar
b.
Dengan gerak : seni film dan seni
kembang api.
2. Tiga
dimensi :
a. Tanpa
gerak : seni pahat dan seni ukir
b. Dengan
gerak : seni tari, seni pantomime (tanpa musik)
B. Seni Pendengaran (Auditory Art)
1. Dengan
nada :
a. Dari
alat tunggal : seni musik biola, piano dan instrumen lainnya
b. Dari
alat majemuk : seni orkes simphoni dan band
2.
Dengan kata :
a.
Berirama : seni puisi, pantun, sajak,
prosa liris
b.
Tak berirama : seni prosa
3.
Perpaduan nada dan kata : seni
nyanyian dan tembang.
C.
Seni
Penglihatan-Pendengaran ( Visual-Auditory Arts )
1.
Dengan gerak dan nada : seni tari
dengan musik (choreographic art)
2.
Dengan gerak, pemandangan dan kata ;
seni drama
3.
Dengan gerak, pemandangan, kata dan
nada : seni opera
Berdasarkan
corak irama dan macam bahan Dr J. B. Knipping ( “Aesthetica”, dalam E. N. S. I.
E ) mengadakan pembagian berikut yang isinya hampir sama dengan di atas hanya
susunannya berbeda.
A.
Irama
Statis
1.
Dengan bahan yang menentukan ruang :
a.
Benda mati (misalnya batu) : seni
arsitektur
b.
Benda hidup (misalnya pohon) : seni
pertanaman
c.
Perpaduan benda hidup dan mati : seni
alam indah dan seni perencanaan tata kota.
2.
Dengan bahan yang menentukan massa :
seni pahat
3.
Dengan bahan yang menentukan
permukaan : seni lukis.
B.
Irama
Dinamis
1.
Dengan gerak dalam ruang : seni tari
2.
Dengan suara : sandiwara
a.
Kata : seni sastra
b.
Nada : seni musik
c.
Kata dan nada : seni musik,
3.
Dengan gerak dalam permukaan (gambar
yang dipancarkan): film.
Dalam
masing-masing cabang seni di atas masih ada persoalan klasifikasi lebih lanjut,
misalnya seni prosa meliputi ragam atau type apa saja (umumnya novel), roman
sejarah, cerita pendek). Ragam dalam seni itu dalam istilah asing disebut genre dan merupakan
problem cukup sulit yang menyangkut pelbagai teori. Dalam perkembangan seni
hingga sat ini penggolongannya tidaklah beku, melainkan juga berkembang terus.
Penggolongan atau pembedaan yang lama sebagian berangsur-angsur mengendur, sedang pembagian seni yang baru
mulai muncul. Misalnya perbedaan antara seni dan kerajinan tampaknya mulai
berkurang. Sebaliknya sebagian ahli estetik kini melihat adanya kemungkinan
untuk membedakan seni menurut sifat konkrit atau abstraknya dan berdasarkan
taraf kebendaan atau kerokhaniannya.
C.
Susunan
Seni
Setiap
karya seni senantiasa merupakan ramuan dari sejumlah unsur-unsur yang
bersama-sama menyusun menyusun dan mewujudkan karya itu. Dari sudut ini maka
terhadap suatu karya seni dapatlah dipersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang
berikut :
a)
Karya
itu mengenai apa?
Jawaban terhadap “apa” itu menjadi
pokok soal (subject matter) dari karya seni tersebut. pada karya-karya tertentu
terutama karya sastra kadang-kadang terdapat tema atau ide pokok yang menjadi
landasannya.
b)
Karya
itu terbikin dari apa?
Ini merupakan persoalan tentang bahan atau
material dari karya seni tersebut. Dari material itu dapat disimpulkan
unsur-unsur tertentu yang merupakan kwalita dari bahan yang bersangkutan.
c)
Karya
itu bagaimana cara menyusunnya?
Ini merupakan problem pengorganisasian dari
bahan dan segenap unsurnya sehingga merupakan suatu kebulatan yang utuh.
Kebulatan itu mencerminkan kepribadian dari karya seni tersebut yang lazimnya
dikenal sebagai styl.
Pokok soal dari
suatu karya seni ialah apa saja yang disajikan dalam karya seni itu. Dalam contoh
gambar 4 seni ukir karya Katsushika Hokusai di bab sebelumnya pokok soalnya
adalah ombak laut yang besar. Dalam sebuah novel misalnya yang menjadi pokok
soal adalah seseorang atau lebih tokoh dengan segenap perbuatan dan nasibnya
yang jalin menjalin merupakan isi cerita dari karya sastra itu. Selain pokok
soal kadangkala ditamkan pula sesuatu tema atau dalil yang hendak dijadikan
dasar atau dipertahankan. Misalnya cerita wayang senantiasa mempunyai tema
bahwa pihak yang baik pada akhirnya pasti menang. Dalam novel-novel tertentu
termuat dalil bahwa manusia selalu terperangkap dalam pusaran kemalangan yang
menguasai jalan hidupnya dari mana ia tidak mungkin meloloskan dirinya. Tapi
tidak semua jenis karya seni mempunyai pokoksoal dan tema, misalnya pada
umumnya musik instrumental tidak memiliki pokok soal dan tarian tidak bertema.
Bahkan dalam perkembangan terakhir dibuat pula karya pahatan tanpa pokok soal
seperti pada contoh di bawah ini yang dibuat oleh seniman pemahat Henry Moore
yang diberi judul “Two Forms” (Dua
Bentuk), tapi penontonnya tidak diharapkan membayangkan mengenai apa karya seni
itu.
Gambar 5 “Two Forms”
Karya pahatan tanpa “pokok soal “karya
Henry Moore
Material atau bahan
dari karya seni dalam bahasa asing disebut medium. Medium seni senantiasa
berupa sesuatu yang konkrit, misalnya karya pahatan terbuat dari kayu, batu
atau logam, sedang sebuah lukisan terbikin dari kanvas dan bahan cat.
Selanjutnya berbeda dengan pokok soal di atas, medium seni merupakan unsur yang
mutlak, karena tanpa material takkan ada karya seni. Dan akhirnya medium seni
itu umumnya tidak bersifat serbaguna. Setiap jenis seni mempunyai mediumnya
sendiri yang tidak dapat bisa dipakai untuk membuat lagu, sebaliknya nada yang
merupakan medium dari seni musik tidak mungkin digunakan untuk menciptakan
patung. Dan seterusnya perunggu untuk seni paha tak dapat menghasilkan sajak
yang mediumnya adalah kata-kata. Asas yang demikian ini dinamakan
Materialgerechtigkeit ( asas berbuat adil pada sifat dari bahan ) dan merupakan
ajaran kemurnian (purist doctrine) tentang medium yang dikemukakan oleh
kritikus dan filsuf seni Jerman Gotthold Lessing (1729-1781). Beliau
berpendapat bahwa seni penglihatan menyangkut ruang dan seni pendengran
menyangkut waktu yang mengakibatkan perbedaan mediumnya.
Setiap medium seni
mempunyai kwalita atau ciri-ciri yang walaupun hanya dapat diketahui dalam
medium itu tapi berkedudukan bebas. Kwalita atau ciri-ciri itu disebut
unsur-unsur seni (elements of art) dan bersifat abstrak. Unsur-unsur seni lukis
misalnya ialah warna, garis dan perspektif, dari seni pahat misalnya adalah
volume, relief dan perimbangan , sedang irama, keselarasan dan tempo merupakan
unsur-unsur dari keselarasan dan tempo merupakan unsur-unsur dari seni musik.
Perbedaan antara medium dan unsur itu acapkali diabaikan dalam pembahasan
tentang seni.
Dalam setiap karya
seni medium berikut unsur-unsurnya itulah yang disusun dan distupadukan sehingga
menjadi sebuah kebulatan yang utuh. Pengorganisasian itu harus mengandung makna
dan menarik sehingga terjelma apa yang dikenal sebagai bentuk (form) dari karya
seni. Dalam hal ini bentuk bukanlah berarti sesuatu bangun geometri, melainkan
organisasi menyeluruh yang tersusu dari keseluruhan hubungan satu sama lain di
antara unsur-unsur seni itu. Bentuk itu dapat dibedakan dalam form in-the-large
(bentuk-besar) dan form-in-the-small (bentuk-kecil). Bentuk besar menyangkut
organisasi dari suatu karya seni sebagai keseluruhan, sedang bentuk kecil
mengenai organisasi dari masing-masing bagiannya. Bentuk besar dikenal juga
sebagai structure dan bentuk kecil disebut texture. Sebagai contoh dapatlah
dilihat lukisan terkenal dari pelukis Italia Raphael (Raffaello Sanzio) yang
termasyhurdi bawah ini.
Gambar 6
“Sistine Madonna”
Lukisan cat karya Raphael ( 1483 – 1520 )
Dari gambar skets yang dibuat oleh Gordon Gilkey dapat
ditunjukkan pengorganisasian dari
garis-garis, tokoh dan unsur-unsur lainnya sebagai kesatuan organis yang
mewujudkan lukisan (dengan pokok soal dan tema tertentu). Keseluruhan hubungan
dari unsur-unsur itu merupakan struktur karya seni tersebut, sedang tiap-tiap
jajaran genjang yang membuat masing-masing figur adalah texture (bentuk-kecil).
Pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa lukisan di atas menerapkan pula asas
variasi, asas keseimbangan (antara bagian atas dengan bawah dan bagian kanan
dengan kiri) maupun asas tatajenjang (yakniadanya tokoh yang memegang kedudukan
memimpin yang secara menonjol diletakkan di tengah-tengah bagian atas).
D.
Nilai
Seni
Karya seni sebagai
hasil ciptaan manusia mempunyai nilai-nilai tertentu untuk memuaskan suatu
keinginan manusia. Sekiranya tidak memiliki nilai-nilai itu karya seni takkan
diciptakan manusia dan seni tidak mungkin berkembang sejak dulu sampai mencapai
kedudukannya dewasa ini yang demikian
universal dan tinggi. Dilihat dari sudut mediumnya maka suatu karya seni
mempunyai nilai inderawi (sensous value) dan nilai bentuk (formal value). Nilai
inderawi menyebabkan seseorang pengamat menikmati atau memperoleh kepuasan dari
ciri-ciri inderawi yang disajikan oleh suatu karya seni, misalnya dari
warna-warna yang terpancar dari sebuah lukisan atau kata-kata yang indah
terdengar dalam suatu deklamasi sajak. Dari nilai inerawi orang meningkat pada
nilai bentuk, yakni menghargai atau mengagumi bentuk-besar dan pelbagai
bentuk-kecil dalam karya seni yang bersangkutan. Struktur atau organisasi
menyeluruh dari unsur-unsur karya seni itu dapat dinikmati atau menimbulkan
pengamalan estetis apabila disusun berdasarkan antara lain asas-asas kesatuan
utuh, variasi dan keseimbangan.
Sebuah nilai lain
dari seni disebutkan oleh seorang filsuf wanita Susan Langer (Philosophical Sketches ) sebagai cognitive value (nilai
pengetahuan). Kalu bahasa mengakibatkan manusia menyadari benda-benda di
sekelilingnya dan hubungannya dengan benda-benda itu, maka seni membuat orang
sadar akan realita subyektif, pengalaman interen dan perasaannya. Pengetahuan
tentang diri sendiri serta pemahaman terhadap segenap tahap kehidupan dan jiwa
dalam diri sendiri timbul dari pengkhayalan seni. Ini merupakan nilai pengetahuan
dari karya-karya seni.
Karya seni memiliki
pula nilai yang dapat disebut nilai kehidupan (life value). Ini ialah pelbagai
nilai dari kehidupan manusia di luar
seni yang diteruskan atau disebarluaskan melalui medium dari karya seni, seperti
umpamanya ide, tema atau dalil keadilan yang diselipkan dalam suatu karya
sastera. Juga pelbagai pengaruh dari seni terhadap kehidupan pribadi atau
peranan pendidikannya pada kesanggupan orang untuk mencerap, merasa dan menilai
secara lebih halus merupakan life value itu. Leo Toltoy setelah bergumul selama
37 tahun dengan pertanyaan ‘Untuk apakah seni itu?’ membarikan jawabnya bahwa
pertumbuhan perasaan manusia berlangsung dengan perantaraan seni dan hanya seni
itulah yang dapat mengesampingkan kekerasan atau kebuasan.
— Ki Slamet 42 —
Sabtu, 01 Febuari
2020 – 07.49 WIB
R e f e r e n s i :
The Liang Gie, GARIS
BESAR ETETIK (Filsafat Keindahan)
Fakultas Fisafat
Universitas Gajah Mada, Jogyakarta 1976