Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Senin, 27 Januari 2020 - 13.18 WIB
Senin, 27 Januari 2020 - 13.18 WIB
I.
KEINDAHAN
SEBAGAI NILAI ESTETIS
A.
Pengertian
Keindahan
Ide terpenting dalam
sejarah estetik filsafati sejak zaman Yunani Kuno sampai abad 18 ialah
keindahan (beauty). Persoalan yang digumuli oleh para filsuf ialah “Apakah
keindahan itu?”
Menurut asal
katanya, perkataan Inggris “beautiful” (dalam bahahasa Perancis “beau”, sedang
Italia dan Spanyol “bello”) berasal dari kata Latin “bellum”. Akar katanya
adalah “bonum” yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan
menjadi “bonellum” dan terakhir dipendekkan sehingga ditulis “bellum”.
Menurut cakupannya
orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu kwalita abstrak dan
sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk perbedaan ini dalam bahasa
Inggris sering dipergunakan istilah beauty (keindahan) dan the beautiful (benda
atau hal yang indah). Dalam pembahasan filsafat kedua pengertian itu
kadang-kadang dicampuradukkan saja.
Selain itu terdapat
pula perbedaan menurut luasnya pengertian, yakni :
a)
Keindahan dalam arti yang terluas
b)
Keindahan dalam arti estetis murni
c)
Keindahan dalam arti terbatas dalam
hubungannya dengan penglihatan.
Keindahan dalam arti
terluas merupakan pengertian semula dari bangsa Yunani dulu yang di dalamnya
tercakup pula ide kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang watak yang indah
dan hukum yang indah, sedang Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu
yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah
dan kebajikan yang indah. Orang Yunani dulu berbicara pula mengenai buah
pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Tapi bangsa Yunani juga
mengenal pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya ‘symetria’
untuk keindahan berdasarkan penglihatan (misalnya pada karya pahat dan
arsitektur) dan ‘harmonia’ untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik).
Jadi pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi :
-
Keindahan seni
-
Keindahan alam
-
Keindahan moral
-
Keindahan intelaktuil.
Keindahan dalam arti
estetis murni menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya
dengan segala sesuatu yang dicerapnya. Sedang keindahan dalam arti yang
terbatas lebih disempitkan sehingga hanya menyangkut benda-benda yang dicerap
dengan penglihatan, yaitu berupa keindahan dari bentuk dan warna.
Dari pembagian dan
pembedaan terhadap keindahan tersebut di atas, masih belum jelas apakah sesungguhnya
keindahan itu? Ini memang merupakan suatu persoalan filsafati yang jawabannya
beranekaragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada pada semua
benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalita hakiki
itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya adalah sejumlah
kwalita pokok tertentu yang terdapat pada sesuatu hal. Kwalita yang paling
sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan
(symmetry), keseimbangan (balance) dan perlawanan (contrast).
Dalam rangka
ciri-ciri pokok itu ada ahli pikir yang menyatakan bahwa keindahan tersusun
dari pelbagai keselarasan dan perlawanan dari garis, warna, bentuk, nada dan
kata-kata. Ada pula yang berpendapat bahwa keindahan adalah suatu kumpulan
hubungan-hubungan yang selaras dalam suatu benda dan di antara benda itu dengan
si pengamat. Seorang filsuf seni dewasa ini dari Inggris bernama Herbert Read ( The Meaning of Art ) merumuskan
definisi bahwa keindahan adalah kesatuan dari hubungan-hubungan bentuk yang
terdapat di antara pencerapan-pencerapan inderawi kita (beauty is unitiy of
formal relations among our sence-perceptions).
Sebagian filsuf lain
menghubungkan pengertian keindahan dengan ide kesenangan (pleasure). Misalnya
kaum sofis di Atena (abad 5 sebelum Masehi) memberikan batasan keindahan
sebagai sesuatu yang menyenangkan terhadap penglihatan atau pendengaran (that
which is pleasant to sight or hearing). Sedang filsuf abad tengah yang terkenal
Thomas Aquinas (1225-1274) merumuskan kendahan sebagai “id quod visum placet”
(sesuatu yang menyenangkan bilamana dilihat.
Masih banyak
definisi-definisi yang dapat dikemukakan, tapi tampaknya takkan memperdalam
pemahaman orang tentang keindahan, karena berlain-lainannya perumusan yang
diberikan oleh masing-masing filsuf. Kini para ahli estetik umumnya berpendapat
bahwa membuat batasan dari istilah seperti ‘keindahan’ atau ‘indah’ itu
merupakan problim semantik yang tiada satu jawaban yang benar. Dalam estetik
modern orang lebih banyak berbicara tentang seni dan pengalaman estetis, karena
ini bukan pengertian abstrak melainkan gejala kongkrit yang dapat ditelaah
dengan pengamatan secara empiris dan penguraian yang sitimatis. Oleh karena
mulai abad 18 pengertian keindahan kehilangan kedudukannya yang pusat dalam
estetik. Bahkan menurut ahli estetik Polandia Wladyslaw Tatarkiewiccz, orang
jarang menemukan konsepsi tentang keindahan dalam tulisan-tulisan estetik dari
abad 20 ini.
B.
Nilai
Estetis
Istilah dan
pengertian keindahan tidak lagi mempunyai tempat yang terpenting dalam estetik
karena siftnya yang maknaganda untu menyebut pelbagai hal, bersifat longgar
untuk dimuati macam-macam ciri dan juga subyektif untuk menyatakan penilaian
pribadi terhadap sesuatu yang kebetulan menyenangkan. Orang dapat menyebut
serangkaian bunga yang sangat berwarna-warni sebagai hal yang indah dan suatu
pemandangan alam yang tenang indah dan indah pula. Orang juga dapat menilai
sebagai indah sebuah patung yang bentuk-bentuknya setangkup, sebuah lagu yang
nada-nadanya selaras atau sebuah sajak yang isinya menggugah perasaan. Konsepsi
yang bersifat demikian itu sulitlah dijadikan dasar untuk menyusun suatu teori
dalam estetik. Oleh karena itu kemudian yang lebih menerima konsepsi tentang
nilai estetis (aesthetic value) yang dikemukakan antara lain oleh Edward
Bullough (1880-1934).
Dalam rangka teori
umum tentang nilai, pengertian keindahan dianggap sebagai salah satu jenis
nilai. Untuk membedakannya dengan jenis-jenis nilai lainnya seperti misalnya
nilai moral, nilai ekonomis dan nilai pendidikan maka nilai yang sehubungan
dengan segala sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut nilai
estetis. Dalam hal ini keindahan dianggap searti dengan nilai estetis pada
umumnya. Apabila sesuatu benda disebut indah, sebutan itu tidak menunjuk kepada
sesuatu ciri seperti umpamanya keseimbangan atau sebagai penilaian subtektif
saja, melainkan menyangkut ukuran-ukuran nilai itu tidak selalu mesti sama
untuk masing-masing hal atau karya seni. Orang melekatkan nilai pada pelbagai
hal karena bermacam-macam alasan, misalnya karena kemanfatannya, sifatnya yang
langka atau karena coraknya yang tersendiri.
Yang kini menjadi
persoalan ialah apakah yang dimaksud dengan nilai? Dalam bidang filsafat,
istilah nilai sering-sering dipakai sebagai suatu katabenda abstrak yang
berarti keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Dalam Dictionary of Sosiology and Related Sciences
diberikan perumusan tentang value yang lebih terperinci lagi sebagai
berikut :
“The believed capacity of any object to satisfy a human
desire. The quality of any object which causes it to be of interest to an
indivudual or a group”.
(Kemampuan yang dipercayai ada pada sesuatu benda untuk
memuaskan suatu keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkannya
menarik minat seseorang atau suatu golongan.)
Menurut kamus itu
selanjutnya nilai adalah semata-mata suatu realita psikologis yang harus
dibedakan secara tegas dari kegunaan, karena terdapat dalam jiwa manusia dan
bukan pada bendanya itu sendiri. Nilai itu oleh orang dipercaya terdapat pada
sesuatu benda sampai terbukti ketakbenarannya.
Dalam bidang
filsafat persoalan-persoalan tentang nilai ditelaah oleh salah satu cabangnya
yang disebut axiology atau kini lebih sering disebut theory of value (teori
nilai). Problim-problim pokok yang dibahas dan sampai sekarang masih belum ada
kesatuan paham ialah mengenai ragam nilai (types of value) dan kedudukan
metafisis dari nilai (metaphysical status of value).
Mengenai pelbagai
ragam dari nilai, ada pendapat yang membedakan antara nilai subyektif dan obyektif.
Pembedaan lainnya ialah antara nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan.
Tapi penggolongan yang penting dari para ahli ialah pembedaan nilai dalam nilai
ekstrinsik dan nilai nilai intrinsik. Nilai ekstrinsik adalah sifat baik atau
bernilai dari sesuatu benda sebagai suatu alat atau sarana untuk sesuatu hal
lainnya. Ini sering disebut juga instrumental (contributory) value, yakni nilai
yang bersifat alat atau membantu. Sedang dengan nilai intrinsik dimaksudkan
sifat baik atau bernilai dalam dirinya atau sebagai tujuan ataupun demi kepentingan
sendiri dari benda yang bersangkutan. Ini kadang-kadang disebut juga
consummatory value, yakni nilai yang telah lengkap atau mencapai tujuan yang
dikehendaki. Yang umumnya diakui sebagai nilai-nilai intrinsik itu ialah
kebenaran, kebaikan dan keindahan. Akhirnya orang membedakan pula antara nilai
positif (untuk sesuatu yang baik atau bernilai) dan lawannya, yakni nilai
negatif. Bagi pengertian nilai negatif kadang-kadang ada juga yangmenamakannya
disvalue (tiada nilai).
Persoalan tentang
kedudukan metafisis dari nilai menyangkut hubungan antara nilai dengan
kenyataan atau lebih lanjut antara pengalaman orang mengenai nilai dengan
realita yang tak tergantung pada manusia. Persoalan ini dijawab oleh dua
pendapat yang dikenal sebagai pendirian subyektivisme dan pendirian
obyektivisme. Pendirian yang pertama menyatakan bahwa nilai adalah sepenuhnya
bergantung pada dan pertalian dengan pengalaman manusia mengenai nilai itu,
sedang obyektivisme pada pokoknya berpendapat bahwa nilai-nilai merupakan unsur-unsur
yang tersatupadukan, obyektif dan aktif dari realita metfisis.
Dalam hubungannya
dengan estetik, filsuf Amerika Gerge Santayana (1863-1952) berpendapat bahwa
estetik berhubungan dengan pencerapan dari nilai-nilai. Dalam bukunya The Sense of Beauty beliau memberikan
batasan keindahan sebagai nilai yang positif, intrinsik dan diobyektifkan yakni
dianggap sebagai kwalita yang ada pada suatu benda.
Dalam perkembangan
estetik akhir-akhir ini, keindahan tidak hanya dipersamakan artinya dengan
nilai estetis umumnya, melainkan juga dipakai untuk menyebut satu macam atau
kelas nilai estetis. Hal ini terjadi karena sebagian ahli estetik dalam abad 20
ini berusaha menyempurnakan konsepsi
tentang keindahan, mengurangi sifatnya yang berubah-ubah dan mengembangkan
suatu pembagian yang lebih terperinci seperti misalnya beautiful (indah),
pretty (cantik), charming (jelita), attractive (menarik) dan graceful
(lemahgemulai). Dalam arti yang lebih sempit dan rangkaian jenjang itu,
keindahan biasanya dipakai untuk menunjuk suatu nilai yang derajatnya tinggi.
Dalam rangka ini jelaslah sifat estetis mempunyai ruang lingkup yang lebih luas
daripada sifat indah karena indah kini merupakan kini merupakan salah satu
kategori dalam lingkungannya. Demikian pula nilai estetis tidak seluruhnya
terdiri dari keindahan.
Nilai estetis selain
terdiri dari keindahan sebagai nilai yang positif kini dianggap pula meliputi
nilai yang negatif. Hal yang menunjukkan nilai negatif itu ialah kejelekan
(ugliness). Kejelekan tidaklah berarti kosongnya atau kurangnya ciri-ciri yang
membuat sesuatu benda disebut indah, melainkan menunjuk pada ciri-ciri yang
nyata-nyata bertentangan sepenuhnya dengan kwalita yang indah itu. Dalam
kecenderungan seni dewasa ini, keindahan tidak lagi merupakan tujuan yang
paling penting dari seni. Sebagian seniman menganggap lebih penting
menggocangkan publik daripada menyenangkan orang dengan karya seni mereka.
Goncangan perasaan dan kejutan batin itu dapat terjadi dengan melalui keindahan
maupun kejelekan . oleh karena itu kini keindahan dan kejelekan sebagai nilai estetis yang positif dan yang
negatif menjadi sasaran penelaahan dari estetik filsafati. Dan nilai estetis
pada umumnya kini diartikan sebagai kemampuan dari sesuatu benda untuk
menimbulkan suatu pengalaman estetis. Mengenai pengalaman estetis ini akan
diuraikan lebih lanjut
— Ki Slamet 42 —
Minggu, 26 Januari 2020 – 10.00 WIB
R e f e r e n s i :
The Liang Gie, GARIS BESAR ETETIK (Filsafat Keindahan)
Fakultas Fisafat Universitas Gajah Mada, Jogyakarta 1976
Tidak ada komentar:
Posting Komentar