Jumat, 24 Januari 2020

The Liang Gie: "FILSAFAT KEINDAHAN 3"

Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Sabtu, 25 Januari 2020 - 14.40 WIB




III.                    ESTETIK ILMIAH

A.     Ilmu Seni dan Estetik Perbandingan
Dalam abad 19 pembahasan secara filsafati terhadap keindahan semata-mata dianggap tidak lagi memuaskan. Hal ini disebabkan karena pengertian keindahan dirasakan terlampau terbatas (misalnya tidak dapat mencakup seni primitif) atau terlampau kabur kalau hanya berupa pengertian abstrak yang tidak mempunyai landasan sesuatu yang kongkrit. Oleh karena itu  sebagian sarjana lebih menyukai sesuatu gejala yang nyata dan melembaga dalam masyarakat sebagai sasaran estetik yang dapat dipelajari secara empiris dan ilmiah. Seni sebagai hasil kebudayaan adalah sasaran termaksud yang dapat dihampiri dari sudut sejarah, antropologi, sosiologi dan studi empiris lainnya.
Pendekatan secara obyektif terhadap karya seni itu sendiri untuk memperoleh pengetahuan atau jawaban terhadap persoalan-persoalan tentang susunan seni, anatomi bentuk dan pertumbuhan gaya dari zaman ke zaman mendapat perhatian besar di Jerman. Penelaahan dengan metode perbandingan dan analisa teoritis serta menyatukan paduan secara kritis menghasilkan kelompok pengetahuan ilmiah yang dianggap tidak dapat tertampung oleh nama estetik sebagai filsafat tentang keindahan. Menjelang akhir abad ke 19 bidang pengetahuan baru itu oleh orang Jerman disebut Kunstwissenscchaft (ilmu seni). Ilmu ini dibedakan lebih lanjut dalam yang umum dan yang khusus. Ilmu umum tentang seni (allgemeine Kunstwissenschaftt) mempelajari semua karya seni seumumnya, sedang yang khusus memusatkan perhatiannya kepada salah satu jenis saja seperti misalnya seni lukis atau seni pahat. Salah seorang tokoh ilmu tersebut ialah gurubesar Universitas Berlin bernama Max Dessoir (1867-1947) yang menulis buku Aestetik und allgemeine Kunstwisseschaft (1906) dan menjadi editor dari majalah dengan nama seperti judul bukunya itu. Dalam bahasa Inggris istilah Jerman itu diterjemahkan dengan ‘general science of art’.
Dengan bahan-bahan yang semakin banyak terkumpul pada pelbagai musum seni di seluruh dunia yang dijadikan pusat-pusat penelitian, ilmu seni berkembang terus sehingga mempunyai perincian yang bermakna kaya, di antaranya :
-         Theories of art history (Teori-teori sejarah seni).
Bidang ini mengemukakan patokanduga atau kesimpulan pelbagai sarjana mengenai aliran, pola dan pengaruh timbal balik dalam pertumbuhan gaya-gaya seni serta hubungan seni dengan sejarah pada umumnya.
-         Aesthetic morphology (Ilmu untuk seni)
Ini merupakan penelaahan secara deskriptif mengenai bentuk dan gaya dalam macam-macam seni.
-         Sosiology of art (Sosiologi seni)
Bidang ini mempelajari pelbagai segi dari seni dan seniman dalam hubungannya dengan pengaruh mereka terhadap masyarakat secara timbal-balik.
-         Logic semantic and semiology of art
Kelompok pengetahuan ini yang masih sangat baru mencoba menelaah hubungan logika, ilmu artikata dan ilmu tanda (semiology) dengan ilmu seni. Pokok-soal yang khususnya dipelajari ialah mengenai bahasa, lambang, tanda, artikata dan penyimpulan yang dipergunakan dalam membicarakan seni.
Ilmu seni kini telah mencakup semua jenis seni (lukisan, pahatan, musik, tarian, teater, kesusasteran, arsitektur sampai perancangan alam indah maupun perencanaan kota) dari seluruh zaman dan segenap wilayah atau setiap bangsa. Oleh karena meliputi bidang yang demikian lua, ilmu itu kadang-kadang dinamakan juga estetik umum (general aesthetics) atau estetik perbandingan (comparative aestethetics). Nama ‘ilmu seni’ tidak begitu laku di luar Negara Jerman. Akhirnya orang kembali pada istilah estetik.

B.     Estetik Psikologis, Estetik Eksperimentil dan Estetik Matematis
Dari sudut lain orang mempelajari pula persoalan-persoalan tentang pengalaman estetik secara empiris. Yang mempelajari terutama adalah ahli-ahli psikologi dengan mempergunakan metode-metode ilmu tersebut. dengan demikian berkembanglah pengetahuan ilmiah dalam bidang estetik yang memakai metode psikologis dan karenanya lalu dikenal sebagai estetik psikologis (psychological aesthetics).
Salah satu pelopor dari ilmu ini adalah seorang Jerman pula bernama Gustav Theodor Fechner (1801-1887). Beliau ahli fisika, psikologi, antropologi dan juga serang filsuf Fechner dalam bukunya Vorchule der aesthetik (1876) menyebut estetik yang dikembangkan oleh para filsuf sebagai estetik ‘dari atas’ karena membuat kesimpulan-kesimpulan dengan deduksi dari patokanpikir-patokanpikir metafisika. Beliau menyatakan bahwa estetiknya sebaliknya dihampiri ‘dari bawah’ karena mempergunakan pengamatan secara empiris dan percobaan seperti laboratorium terhadap sesuatu hal yang nyata.
Dengan menerapkan metode eksperimentil seperti dalam psikologi, Fechner berusaha menemukan kaidah-kaidah atau dalil-dalil mengapa orang lebih menghargai sesuatu hal indah yang tertentu dan tidak atau kurang menyukai yang lainnya. sasaran yang diselidikinya bukanlah sesuatu keseluruhan karya seni, melainkan komponen-komponennya yang palin dasar. Ini terutama adalah bentuk-bentuk dan sifat-sifat dasar yang dapat dicerap dengan pancaindera orang seperti misalnya bangun-bangun geometri (garis, empatpersegi, lingkaran), warna, nada dan pelbagai kombinasi dari unsur-unsur seni itu. Tatacaranya antara lain ialah dengan memperlihatkan pelbagai corak dan ukuran sesuatu unsur seni itu kepada sejumlah orang dan mempersilahkan masing-masing memilih mana yang dianggapnya paling menarik, yang kurang disukai dan seterusnya sampai yang paling tidak menyenangkan dilihat. Pendapat-pendapat perseorangan itu dicatat dan kemudian diolah dengan perhitungan statistik sehingga diperoleh gambaran tentang :
-         Unsur-unsur bagaimana umumnya disukai kebanyakan orang dalam pencerapan berikut urut-urutan pilihannya.
-         Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pilihan kebanyakan orang itu.
Estetik yang dikembangkan oleh Fechner dan pengikut-pengikutnya itu kemudian terkenal dengan nama estetik eksperimentil (experimental aesthetics). Kadang-kadang ada juga yang menyebutnya sebagai laboratory aesthetics (estetik laboratorium) atau biometric aesthetics, yakni estetik berdasarkan penelitian gejala-gejala hayati dengan metode pengukuran. (Biometry ialah penerapan metode-metode yang bersifat kwantitatif pada penelitian dalam biologi atau terhadap gejala-gejala biologis). Estetik eksperimentil telah berhasil menemukan kecenderungan-kecenderungan manusia dalam pencerapan seperti misalnya bangun geometri empat persegi panjang yang umumnya disukai ialah yang perbandingan sisi-sisi lebar dan panjangnya 3:5 atau warna-warna yang paling disenngi kebanyakan orang ialah merah dan biru.
Penggunaan metode kwantitatif dalam estetik berupa pengukuran dan perhitungan yang cermat dilakukan pula untuk menentukan ukuran estetis yang dapat menyatakan besarnya nilai keindahan atau kadar perasaan estetik. Hasil perumusan ukuran estetik itu diusahakan penuangannya dalam rumus-rumus berupa sesuatu persamaan matematik. Penelaahan yang demikian ini (biasanya oleh seorang ahli matematik) menumbuhkan cabang pengetahuan yang mulai disebut estetik matematis (mathematical aesthetics). Estetik ini misalnya mencoba menghitung ukuran estetis dari pelbagai bangun segi banyak untuk menentukan bentuk-bentuk bagaimana yang menimbulkan perasaan puas yang terbesar sebagaimana dilakukan oleh George Birkhoff (“Polygonal Fors”, 1931).
Dalm perkembangan terakhir sejak tahun 1960 konsep-konsep matematik yang dilahirkan oleh teori informasi telah dipergunakan oleh sebagian sarjana untuk membahas secara kwantitatif pengertian ‘kebaikan’ dari sesuatu bentuk atau susunan seni serta untuk mengembangkan suatu teori kwantitatif dari nilai estetis (quantitative theory of aesthetic value). Hal ini misalnya dilakukan oleh A. Moles yang dalam 1966 mengeluarkan karyatulisnya berjudul information Theory and Esthetic Perception percobaan-percobaan yang semakin banyak dilakukan menunjukkan bahwa proses-proses dalam otak manusia dipengaruhi oleh sifat-sifat strukturil dari pola-pola perangsang seperti misalnya sesuatu yang baru, yang rumit dan mengagetkan. Sifat-sifat yang merangsang itu dapat dipandang sebagai unsur-unsur penyusun dari bentuk atau struktur seni.
Berlyne dalam artikelnya “Experimental Esthetics” (Encyclopedia of Psychology) berkesimpulan bahwa pada akhir-akhir ini minat terhadap estetik eksperimentil telah hidup kembali dan tampaknya ilmu ini menyatupadukan diri semakin erat dengan bidang-bidang psikologi lainnya.

C.     Psikologi Estetis dan Psikologi Seni
Kalau Fechner mengembangkan estetik dengan memakai metode psikologis, dari arah sebaliknya ada sebagian sarjana psikologi menerapkan hasil-hasil penyelidikan psikologi sehingga bersangkupaut denga problem-problem estetis. Ini menumbuhkan bidang pengetahuan yang disebut psikologi estetis (aesthetic psychology). Ilmu ini merupakan suatu cabang psikologi. Psikologi estetis nerbeda dengan ilmu jiwa umum (general psychology) dalam hal memusatkan perhatiannya pada suatu kegiatan psiko-fisis tertentu dari manusia dan penerapannya dalam jenis benda dan keadaan tertentu, yakni yang bertalian dengan seni. Jadi psikologi estetis mempelajari misalnya proses kegiatan mencipta yang dilakukan oleh seniman untuk menghasilkan sesuatu karya seni yang indah serta bentuk dan ciri-ciri karya yang demikian itu. Juga dipelajari faktor-faktor sosial psikologis yang bersangkut-paut dengan proses apresiasi seni dan dorongan batin dalam seni. Seni dapat memberikan pelbagai penafsiran yang nyata terhadap macam-macam gejala kejiwaan dalam diri manusia seperti misalnya gairahnya, harapannya, khayalannya atau kekurangan pribadinya. Apabila pemusatannya terutama pada seni ( bukan  pada pengalaman estetis ), psikologi estetis dikenal juga sebagai psikologi seni ( psychology of art ). Dalam lingkupannya yang lebih terbatas psychology of art kadang-kadang diartikan sebagai psikologi seni penglihatan ( psychology of visual arts ) seperti seni lukis dan seni pahat yang diajarkan dengan psikologi kesusasteraan (psychology of literature ) dan psikologi musik ( psychology of music ).
Psikolog estetis selain dapat diperinci menurut jenis-jenis seni tersebut di atas, dapat pula dibedakan sesuai dengan cabang-cabang atau teori psikologi yang dipakai untuk menerangkan sesuatu persoalan estetis yang bersangkutan. Misalnya dengan menerapkan psikologi introspeksi dan teori sikap. Edward Bullough melakukan penyelidikan terhadap apa yang dinamakannya kesadaran estetis ( aesthtic consciousness ). Psikoanalisa dengan teori-teorinya memberikan penjelasan bahwa karya-karya seni sebagaimana halnya dengan impian dan mitologi merupakan perwujudan dari keinginan manusia yang dalam yang memperoleh kepuasan lebih  besar dalam bentuk itu daripada dalam penghidupan biasa. Penggunaan hasil-hasil dari ilmu jiwa anak (child psychology ) dianggap dapat memberikan keterangan-keterangan yang memadai mengenai pertumbuhan dorongan batin dalam mencipta seni ( art impulse ). Dorongan batin ini mencakup semua dinamika kejiwaan yang tidak bersifat intelektualistis, misalnya hasrat untuk meniru, kecenderungan untuk memamerkan, kesediaan untuk menyenangkan pihak lain, keinginan bermain-main, pemanfaatan energi yang berlebihan dan peluapan perasaan yang ada dalam diri setiap orang.
Oleh karena itu beranekaragamnya cabang dan teori psikologi yang diterapkan pada sesuatu persoalan estetis, maka penelaahan yang saling liput dan hasil-hasil yang campur baur tak dapat dihindarkan. Tapi semuanya dapat dicakup dalam istilah psikologi estetis.

D.       Estetik dan Kritik Seni
Dari uraian di muka ternyata bahwa estetik yang semula merupakan bagian dari metafisika telah berkembang-biak menjadi serumpun ilmu yang berdiri sendiri dan sangat luas lingkupannya. Ilmu ini tidak begitu rapih karena isinya beraneka ragam dan merupakan himpunan dari unsur-unsur yang cukup berlain-lainan. Rumpun estetik ini oleh sebagian ahli di antaranya George Dickie (The Encyclopedia Americana) dan Monroe Beardsley (The Encyclopedia of Philoshopy) dinamakan estetik ilmiah (scientiific aesthetics), sedang tokoh estetik dewasa ini Thomas Munro (Encyclopedia Britanica) lebih banyak menyebutnya ‘modern aesthetics’. Pelbagai persoalan dan sasaran dari estetik ilmiah/modern kini dibahas dalam hampir setiap buku pengantar filsafat, dapat dibaca dalam kitab-kitab sejarah (terutama sejarah kebudayaan), ensiklopedi-ensiklopedi psikologi psikologi, karyatulis-karyatulis sosiologi, buku-buku pegangan mengenai pendidikan, buku-buku standar antropologi dan juga sebagian buku pelajaran matematik. Persoalan dan sasaran estetik itu bahkan ditulis pula orang dalam hubungannya dengan bidang ilmu-ilmu antar disiplin seperti misalnya psikobiologi dan teori informasi.
Dalam karya-karya ilmiah yang beranekaragam itu dapatlah dijumpai nama-nama atau sebutan-sebutan bagi estetik yang berlain-lainan seperti ilmu seni, allgemeine Kunstwissenschaft, estetik perbandingan, estetik psikologis, estetik eksperimentil, estetik matematis, psikologi estetis, psikologi seni, psikologi tentang penciptaan seni, sosiologi seni, estetik sosiologis, sejarah seni, dan terakhir bahkan sudah muncul istilah ‘informations aesthetik’. Segenap estetik ini dapatlah dianggap sebagai cabang-cabang dari estetik ilmiah. Sesuatu cabang itu ada yang sudah cukup besar sehingga dapat dibagi dalam ranting-ranting seperti misalnya sejarah seni terang dapat diperinci lebih lanjut menurut pembagian zaman-zaman dan pembedaan wilayah/bangsa. Sesuatu ranting ada pula yang dapat dipecah menjadi beberapa tangkai, misalnya apabila sejarah seni India merupakan salah satu ranting dari art history, ranting ini telah lazim dibagi dalam antara lain sejarah seni Budhis, seni Hindu dan seni Jain sebagai pelbagai tangkainya.
Estetik ilmiah atau modern walaupun mempunyai ruang lingkup demikian luas dan perincian isi yang begitu  kaya, tapi ternyata memiliki kesatuan ciri-ciri umum yang berikut :
1)        Estetik ilmiah merupakan ilmu empiris yang bercorak deskriptif, yakni berusaha menemukan fakta-fakta tentang seni serta kegiatan, citarasa dan pengalaman manusia mengenai seni, menjelaskan proses-proses psikologis yang berhubungan dengan semua itu dan menguraikan pelbagai seginya yang tetap dan yang berubah-ubah.
2)        Memanfaatkan macam-macam ilmu  lain untuk memperoleh pemahaman yang lebih lengkap terhadap semua segi dari seni dan segala proses pengalaman estetis.
3)        Memakai metode-metode ilmiah seperti yang telah lazim dipergunakan dalam bidang ilmu lainnya seperti misalnya penghimpunan data yang selengkap mungkin, penyusunan patokan duga, pengamatan sistimatis yang terkontrol, penyimpulan yang logis, pembandingan hasil-hasil dan pengujian terhadap kesimpulan-kesimpulan akhir.
4)        Estetik modern tidak bermaksud mencari kaidah-kaidah semesta tentang nilai estetis dan batasan-batasan cermat tentang keindahan atau konsep-konsep abstrak lainnya, melainkan berusaha menemukan dan menerangkan tipe-tipe, kecenderungan atau arah hubungan sebab-akibat dan faktor-faktor saling mempengaruhi yang bertalian dengan sasaran penelaahannya.
5)        Terakhir estetik modern berusaha menyusun hasil-hasil penelaahannya dalam kerangka teori-teori, generalisasi-generalisasi yang dapat dibenarkan atau asas-asas umum yang berlaku.
Di samping estetik ilmiah itu tetap ada juga perhatian terhadap estetik tradisionil oleh sebagian filsuf, walaupun pengertian-pengertian abstrak mengenai keindahan, kejelekan atau keagungan (submity) kini dipandang lebih banyak merupakan persoalan semantik dan dihampiri dengan analisa kebahasaan. Jadi sampai sekarang tetap ada rumpun estetik modern yang bersifat ilmiah. Dan sejak akhir Perang Dunia II tampaknya para ahli dapat menerima istilah tunggal ‘aesthetics’ untuk merangkum kedua rumpun estetik itu dengan segenap cabangnya masing-masing. Kecenderungan tersebut didukung sepenuhnya oleh American Soiety for Aesthetics (Perhimpunan Amerika untuk Estetik) yang dalam pertanyaannya memberikan suatu perumusan bahwa aesthetics meliputi :
“all studies of the arts and related types of experience from a philosophic, scientific, or other the oretical standpoint, including those of psychology, sociology, anthropology, cultural history, art criticism, anf education.” ( semua penelaahan mengenai seni dan macam-macam pengalaman yang berhubungan dengan itu dari suatu sudut pandangan filsafati, ilmiah dan teoritis lainnya, termasuk dari psikologi, sosiologi, antropologi, sejarah kebudayaan, kritik seni danpendidikan.)
Perhimpunan Amerika untuk estetik itu menerbitkan majalah bulanan berjudul Journal of Aesthetics and Art Criticism yang redaksinya dipimpin oleh Thomas Munro (lahir dalam 1897). Perumusan estetik yang luas dari perhimpunan itu sehingga dapat menampung semua perkembangan estetik selama ini telah diterima oleh   pelbagai perhimpunan di beberapa negara lain dan juga dalam sidang-sidang International Congress on Aestethics. Jadi kini estetik merupakan suatu gugus pengetahuan yang yang sangat luas ruang lingkupnya dan beranekaragam perincian isinya sebagai induk yang membawahkan seluruh rumpun, cabang, ranting dan tangkai estetik yang tumbuh sejak zaman kuno sampai sekarang.
Dari perumusan perhimpunan dan judul majalahnya tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa pengertian estetik yang sangat luas dan kayaraya itu tidak dimaksudkan meliputi kritik seni (art criticism). Dalam estetik filsafati  dulu kritik seni termasuk dalam filsafat seni. Sifatnya memang dapat mendua, yakni sebagai bidang pengetahuan dan sebagai proes kegiatan. Tapi dalam arti umum sesungguhnya kritik adalah suatu penafsiran yang beralasan dan penghargaan terhadap sesuatu hal berdasarkan pengetahuan, ukuran baku dan cita rasa yang bertalian dengan hal itu dari orang yang melakukannya. Jadi kritik lebih merupakan suatu perbuatan yang bersifat pribadi, berdasarkan keyakinan subyektif dan citarasa perseorangan.
Kritik seni adalah suatu kegiatan demikian itu yang ditujukan kepada satu karya seni tertentu (atau paling banyak kepada sekumpulan karya seni yang tergolong dalam styl yang sama, misalnya sejumlah patung yang dibuat oleh seorang seniman saat itu). Jadi hasil kritik itu tidak bisa berlaku umum untuk karya-karya seni lainnya. kini para ahli estetik umumnya sepaham bahwa peranan kritik seni bukanlah untuk memberi nilai A, B, C dan D atau angka 1 sampai 10 terhadap sesuatu karya seni seperti halnya memeriksa kertas ujian, melainkan memperbesar pemahaman meningkatkan apresiasi atau membuka mata dari publik terhadap sesuatu yang bermutu yang mungkin terluput dari pengamatan mereka. Dalam hubungan ini maka kritik seni dapatlah dipandang sebagai penerapan dari estetik terhadap karya seni satu per satu. Dan memang seorang ahli kritik seni yang baik dapat memberikan tafsiran yang tepat dan penilaian yang beralasan kuat berdasarkan literasi  pengetahuan filsafat seni dan juga cabang-cabang estetik lainnya.
Sebagai rangkuman dari uraian sebelumnya dapatlah penulis buat bagan pembagian estetik menurut sebagai berikut :

E S T E T I K
( Sebagai Gugus Pengetahuan )






 
A.     Estetik Filsafati                                                                   B. Estetik Ilmiah
(Rumpun Tradisionil)                                                                  (Rumpun Modern)
                                                                                                                 
Meliputi Cabang-Cabang :

      1.Filsafat Keindahan                                                            1.Ilmu Seni
(Teori Keindahan)                                                              (Estetik Perbandingan)
                                                                                          2.Sejarah Seni
                                                                                          3.Sosiologi Seni
     2.Filsafat  Citarasa                                                        4.Estetik Psikologi
                                                                                            (Estetik Eksperimentil)
     5.Psikologi Estetis
     3.Filsafat Seni                                                                           (Psikologi Seni)
        (Teori Seni Indah)                                                               6.Estetik Matematis




Kritik Seni
( sebagai Kegiatan Penerapan )

                                                                 
    Ki Slamet 42  
Sabtu, 25 Januari 2020 – 10.37 WIB
R e f e r e n s i :
The Liang Gie, GARIS BESAR ETETIK (Filsafat Keindahan)
Fakultas Fisafat Universitas Gajah Mada, Jogyakarta 1976

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"P U A S A" By Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid

http://kertasinga.blogspot.com-Senin, 05 April 2021-13:02 WIB Definisi Shiyam) 1 Shiyam dan shaum secara bahasa adalah menahan diri dari...

"KONTEN ENTRY BLOG"