Sabtu, 21 Maret 2020

III. BIDANG PENYAJIAN MUSIK 3 By Sumaryo L.E.

Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Minggu, 22 Maret 2020 - 16.37 WIB


Ki Slamet 42
        11.       Musik Populer
Sebagian besar masyarakat berpendapat, musyik populer adalah musyik yang “mudah” diterima oleh kebanyakan orang dan oleh karenanya masyarakat banyak yang menyukainya. Bukan dengan maksud agar diresapkan keindahannya menurut ukuran-ukuran norma-norma keindahan musikal yang tinggi, tetapi lebih condong pada sekedar untuk memberi hiburan untuk melupakan sebentar kesibukan-kesibukan rutin, untuk memberi hiasan dan dekorasi pada suatu kegiatan tertentu di luar musik. Umpamanya, untuk diperdengarkan pad waktu pesta perkawinan, saat mengendarai mobil menuju ke kampung halaman saat hari raya lebaran, dan sebagainya.
Dengan sendirinya, norma-norma daya tarik yang diterapkan pada musik populer pun tidak perlu sama dengan norma-norma musik untuk musik ansich. Sebaliknya, ini juga tidak berarti bahwa untuk memainkan musik populer syarat-syarat artistik diabaikan. Malahan belakangan ini musik populer banyak yang ditujukan ke arah kegiatan artistik yang tidak terbayangkan sebelumnya.
Dalam kehidupan musik, musik populer merupakan suatu bidang yang mempunyai perkembangannya itu kadang-kadang menuju ke arah unsur-unsur yang tidak termasuk musikal, akan tetapi yang digemari masyarakat banyak. Kadang-kadang pula yang menjurus ke arah perkembangan artistik musikal, tapi  yang masih mendapat simpati di kalangan masyarakat banyak.
Meskipun disebut musik populer, dari pemain-pemainnya tetap diminta syarat-syarat musikalitas. Makin tinggi nilai musikal, makin baik. Pemain musik populer tidak begitu merasa “tegang” seperti pemain musik seriosa. Yang dimaksud dengan “tegang” di sini, ialah suatu rasa tekanan atau ketegangan mental, yang disebabkan antara lain oleh adanya konsentrasi yang penuh agar dapat memainkan musiknya dengan sebaik-baiknya.
Fungsi pemain musik populer lebih banyak ditujukan kepada mengabdi pada kegemaran publik. Makin banya seorang pemain condong ke sikap ini, biasanya makin kurang nilai artistiknya. Sebab pemain demikian tidak jarang menunjukkan permainannya ke arah “pertunjukan” yang tidak termasuk musikal. Hanya untuk dapat memenuhi selera publik yang tidak artistik akan terhibur oleh permainannya, tetapi publik yang mempunyai selera musikal yang baik jelas akan menggeleng-gelengkan kepala.
Sebab bagaipun juga, musik populer masih tetap musik, bukan suatu pertunjukan dagelan atau modeshow. Akan tetapi, orang biasanya bersedia juga untuk menutup mata kalau itu hanya sedikit, bumbu lelucon atau show yang ditambahkan pada sajian musiknya tidak kebanyakan. Terlalu banyak tambahan unsur-unsur yang non musikal hanya menandakan, bahwa permainannya kurang menguasai permainannya secara musikal. Akan tetapi, suatu gejala yang menggembirakan adalah kenyataan, bahwa ada beberapa orkes populer, yang biasa disebut band, meskipun agota-agotanya berpakaian aneh-aneh, tapi cenderung untuk tetap menjaga selera artistik di dalam menghidangkan permainan-permainannya. Itulah sebabnya mengapa ada yang menganggap perlu membuat piringan hitam atau rekaman untuk permainannya.
Rekaman untuk permainan haruslah dijuruskan ke arah permainan yang lebih memberi tekanan pada unsur-unsur yang musikal. Sebab dalam permainan lewat perekaman baik itu lewat piringan hitam, kaset, playdisk, dan sebagainya, soal-soal yang visual yang bersifat show, tidak dapat dipamerkan, padahal popularitas harus dijaga terus. Dari sini ternyata, bahwa pembuatan perekaman merupakan salah satu unsur yang penting untuk menambah penggarapan musikal dalam band-band  populer. Karena pertunjukan unsur-unsur yang non musikal seperti berpakaian yang aneh-aneh dan gerak-geriknya yang ingin menarik perhatian publik hanyalah dekorasi belaka, yang secara organik tidak ada kaitannya dengan musikalitas itu sendiri.

12.       Pemain Band Musik Pop
Band musik musik populer, disingkat musik pop, bentuknya berganti-ganti terus menurut zamannya. Kalau dalam tahun tigapuluhan yang dinamakan band populer itu berbentuk Jazz-band atau orkes Hawaian, pada waktu sekarang band yang paling populer sebagian besar alat-alat musiknya terdiri dari gitar elektrik, lengkap dengan pengeras suaranya.
Meskipun bentuk band populer berganti-ganti, prinsip permainannya tidak banyak berubah. Pemain yang penting dalam band-band populer harus kuat di dalam hal improvisasi. Artinya menghidangkan sebuah improvisasi bebas dalam batas-batas pola tertentu. Pola-polanya tetap sama, yaitu perkembangan akor dan melodi asli dalam lagu tersebut.
Di dalam memainkan lagu, improvisator boleh memainkan melodi bebas dengan dasar pola tadi, akan tetapi menurut citarasa musikal sendiri. Di dalam pola-pola akor yang telah diberikan oleh lagu yang asli, improvisator memberi bentuk baru dalam menyusun melodinya, yang selalu harus dapat dikenal kembali pola melodi aslinya. Untuk mengenal kembali melodi aslinya, biasanya tidak semua orang dapat melakukannya dengan mudah, kecuali jika diberi tahu atau mengetahui lagu aslinya sebelumnya. Alat-alat musik yang lain tinggal berfunsi sebagai pengiring saja.
Seorang pemain musik yang berpendidikan klasik, yang sudah bertahun-tahunmembiasakan diri memainkan alat musiknya menurut apa yang tertulis dan diisyaratkan dalam suatu komposisi tertentu, di dalam band populer harus merubah mental musikal dan kerutinannya. Akan tetapi beberapa keahlian yang didapatnya dalam pendidikan klasi, seperti logika yang ada dalam melodi dan harmoni, sangat membantu pekerjaannya dalam suasana yang haru itu. Musikslitas yang telah dikembangkan dalam pendidikannya sangat berguna dalam memainkan musik populer.
Hanya sebelumnya, sebelum dia menghasilkan nada-nada untuk musik populer dan menghidangkan sebuah melodi, dia harus membiasakan diri dulu menguasai “beat” dan warna baru. Seorang yang memang sudah musikal, dalam waktu yang tidak lama akan sudah dapat melakukannya, kadang-kadang dengan baik sekali.
Dan memang, para pemain musik populer yang sangat menonjol permainannya, baik di luar negeri maupun di Indonesia, biasanya sudah mendapatkan pendidikan dasar musikal yang klasik dahulu sebelumnya.
Kalau band Jazz kebanyakan terdiri dari alat-alat tiup, baik yang terbuat dari logam maupun yang terbuat dari kayu, ditambah dengan satu set drum, dan kontrabas, pakai atau tanpa piano, band populer sekarang pada umumnya terdiri paling sedikitnya empat orang pemain, yaitu seorang pemain gitar melodi, seorang pemain gitar yang memetik iringan harmoninya (rithym), seorang lagi yang mendapat tugas memainkan gitar bas, dan seorang lagi pemain drum, dan sedapat mungkin semuanya serba elektrik. Bentuk orkes atau band seperti ini terdapat di seluh pelosok dunia.
Kadang-kadang band demikian ditambah lagi pemainnya dengan yang memegang keyboard, alat tiup, biasanya saksofon, trompet atau seruling biasa, satu, dua, atau tiga orang. Malahan band pop dirasakan kurang lengkap, kalu belum alat organ listrik jenis Hammond Organ, yang sekarang banyak sekali muncul dengan berbagai macam merk. Band-band seperti ini timbul dimana-mana sekarang. Ada juga beberapa yang baik, akan tetapi kebanyakan mutunya kurang.
Tidak jarang terjadi, orang-orang yang berenang dalam kekayaan, membelikan anak-anaknya dan kaum remaja lain, satu set lengkap peralatan band populer yang harganya sampai berjuta-juta rupiah. Dan tidak jarang pula perlatan musik yang mahal itu dalam kehidupan musik populer dipergunakan hanya untuk  lebih menarik publik belaka. Sehingga permainan musik yang seharusnya secara artistik dapat dinikmati, kadang-kadang malahan lebih bersifat menonjolkan kemewahan alat-alat belaka.
Di samping itu, satu set band pop dengan peralatan yang lengkap dapat juga dipakai sebagai modal mencari keuangan. Yang memilikinya biasanya disebut cukong dari sebuah organisasi remaja yang musikal akan tetapi tidak mempunyai modal sepeser pun. Band-band seperti ini membagi pendapatan finasialnya dengan cukongnya. Anak-anak band membanting tulang, sedang cukongnya duduk ongkang-ongkang kaki. Malahan kadang-kadang ada juga terjadi, bahwa nama cukong yang samasekali tidak musikal itulah justru yang ditonjolkan keluar sebagai pemimpinnya. Tampak mengetahui, bahwa pemimpin yang demikian itu seringkali hanya menjadi bahan tertawaan anak-anak buahnya.
Popularitas band-band seperti itu, yang di mana-mana timbul seperti jamur di musim hujan, membawa akibat yang kurang menguntungkan juga. Menjadi pemain band lama-kelamaan dianggap setengah orang sebagai pekerjaan yang biasa-biasa saja. tiap pemuda yang  baru belajar bermain gitar beberapa minggu saja, sudah menganggap dirinya dapat bermain dalam band.
Bahwasannya pemain-pemain yang demikian itu belumlah matang, tak perlu dikatakan lagi. Lalu kekurangan-kekurangan artistik dan kekurangan ketrampilan mereka di dalam menghidangkan sebuah melodi misalnya, mereka isi dengan permainan akrobatik; kenop-kenop listrik pada gitarnya diputar-putar sedemikian rupa, sehingga menghasilkan nada-nada beraneka warna. Memang ada yang sedap dibuatnya, ada yang suaranya melengking tinggi seakan-akan menerjang batas-batas pendengaran kita, ada nada-nada yang keluar seperti menghentak-hentak dan sebagainya. dan memang, dengan daya elektrik musikal dapat diberi deformasi macammacam. (deformasi = di luar bentuk yang biasa).
Memang, pemberian warna pada nada-nada yang dimainkan tentu dapat dikerjakan dengan memenuhi syarat-syarat artistik. Dalam suatu perimbangan yang baik. Jangan sampai misalnya adanya berbagai-macam warna nada disalahgunakan, sehingga terdengar “kelebihan”.
Gejala seperti ini sama saja dengan kalau kita mendengar suatu melodi yang dibawakan oleh seorang intrumentalis yang mendapat tepuktangan. Oleh karena suatu ketrampilan teknis serta musikal yang dianggap baik pantas dihargai, ketrampilan teknis serta musikal tadi dalam suatu permainan boleh diulangi sekali lagi. Dan biasanya masih mendapat tepuk tangan. Akan tetapi jika diulangi sekali lagi untuk ketiga kalinya akan menjadi memuakkan karena dirakan “kelebihan”
Penyakit “kelebihan” ini banyak sekali hinggap pada pemain-pemain yang main musik hanya untuk sekedar iseng saja, untuk mengisi waktu luang, pemain-pemain yang sesungguhnya tidak mempunyai bakat samasekali, meskipun mempunyai banyak uang. Pemain-pemain yang tidak mempunyai tanggung jawab artistik. Kalau digemari publik, syukur, kalau tidak, perduli apa.
Sama halnya dengan syarat-syarat untuk menjaga kondisi memainkan musik klasik, untuk musik pop pun diperlukan latihan terus-menerus untuk mempertajam musikalitas dan menambah ketrampilan, apalagi untuk pemain-pemain pprofesional. Banyak mendengarkan permainan band-band pop yang baik. Tidak untuk meniru gaya permainannya, melainkan untuk dapat menangkap emosi yang mungkin berada di belakang keaslian permainan istrumentalis yang sedang didengarkannya, yang menyebabkan timbulnya sukses.
Boleh dikatakan untung, bahwa di antara pemain-pemain yang iseng terdapat juga beberapa orang yang pada dasarnya memang sudah mempunyai bakat-bakat artistik yang perlu mendapat pengembangan yang sungguh-sungguh. Tapi pemain-pemain sejenis itu tidak banyak.
Buat pemain band ada beberapa ketentuan yang perlu mendapat perhatian yang wajar :
1.            Sebelum main, menyetem alat-alat musik sebaik mungkin dan peliharalah terus-menerus penyeteman yang baik itu.
2.            Menjaga “beat” yang tetap. Pembawa irama (ritme), khususnya pemain drum, yang biasanya membawa beat yang makin lama makin cepat biramanya atau ketukannya. Dengan sendirinyapemain-pemain yang lain jadi terbawa juga, sehingga akhirnya menjadi suatu pacuan.
3.            Jangan memainkan alat sendiri sedemikian rupa, sehingga suara alat-alat yang lain tidak terdengar sama sekali. Itu tandanya permainan alat sendiri terlalu keras. Kalau semua pemain hanya mendengarkan alatnya masing-masing, sifat permainan “ansambel” lenyap. Tiap anggota band nantinya hanya main keras-kerasan .
4.            Agar tidak “keluar dari pola”, pemain melodi, kalau ingin mengadakan improvisasi, sebaiknya mengikuti perkembangan akor-akor yang dimainkan oleh gitar pengiringnya.
5.            Sedapat mungkin hindari penggunaan unsur-unsur yang berada di luar musik, untuk dipamerkan kepada publik.
6.            Tidak mengulangi pamer permainan yang sama lebih dari satu kali. Jadi misalnya tidak sampai 3 kali pamer permainan yang sama.
7.            Selalu berlaku sopan dan rendah diri, khususnya di depan publik.
Daftar tersebut di atas tentu saja bisa ditambah. Akan tetapi inilah yang biasanya yang perlu diperhatikan terlebih dahulu, kalau pemain ingin pula ikut serta membawa publik ke arah citarasa yang musikal. Terus terang harus diakui, bahwa pemain musik hiburan seringkali berada di persimpangan jalan antara cita-cita dan perut. Dan keperluan perut inilah biasanya yang sering didahulukan, banyak memanjakan publik; tidak peduli, apakah selera publik itu baik atau buruk untuk perkembangan musik itu sendiri selanjutnya.

13.       Antara Populer dan Artistik
Artis Penyanyi
Seorang pemain atau penyanyi yang artistikbelum tentu populer. Sebaliknya seorang artis yang populer belum tentu seartistik yang kita sangka. Kedua sifat tersebut, populer dan artistik, memang masing-masing berpangkal pada pertimbangan-pertimbangan yang berbeda satu sama lain. Mari kita tinjau sebentar kedua sifat itu dengan mengambil contoh dari kehidupan musik dalam masyarakat.
Penyanyi Sitarosita umpamanya, ia serigkali menyanyi di depan corong radio, di televisi, juga di depan publik. Tiap hari dia menerima surat bertumpuk-tumpuk yang isinya menyatakan kekaguman publik. Malah kadang-kadang disusul juga dengan pernyataan cinta dan sebagainya. juga dalam pertunjukannya penonton, kebanyakan pemuda-pemudi, berdesak-desakkan berembut tempat duduk, malahan karcis untuk tempat berdiri pun berani mereka beli dengan harga tinggi. Popularitasnya kian hari kian meningkat. Para pengusaha rekaman piringan hitam, casset, dan sebagainya berebut ingin merekam suaranya.
Apakah sesungguhnya yang menyebabkan penyanyi Sitarosita tersebut mempunyai daya tarik yang luar biasa itu? Karena ia memiliki suara yang luar biasa bagusnya? Karena ada sesuatu dalam suaranya, yang menyebabkan pendengar-pendengarnya berkhayal, bahwa Sitarosita seakan-akan menyanyi khusus untuk mereka masing-masing? Karena ia mempunyai warna suara yang tidak dimiliki penyanyi lain sebelumnya? Ataukah barangkali karena mempunyai paras yang cantik dan tubuh yang menggiurkan? Atau siapa tahu , suara Sitarosita itu sendiri, tanpa melihat body tubuhnya pun sudah memberi asosiasi yang erotis menarik pada pendengar-pendengar pria, atau membayangkan suara seorang dara yang ideal? Pendek kata, “suaramaut” menurut istilah sekarang? Entahlah. Biasanya memang sukar untuk menerangkan sebab daya tariknya dan sebab popularitasnya.
Jadi, popularitas dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang ada di luar musik itu sendiri. Segala sesuatunya banyak sekali tergantung pada citarasa publik, yang menetapkan sendiri, apakah dia tertarik atau tidak pada apa yang dibawakan oleh artis. Sebab dia sudah berani membayar mahal. Penonton yang demikian tidak peduli apakah yang disenanginya itu musikal atau soal-soal yang non musikal.
Di sinilah biasanya pemain musik menghadapi keragu-raguan. Kalau dia terlalu condong ke arah penyesuaikan diri serta hidangan-hidangannya disesuaikan dengan selera publik saja, dia memang akan “laku”. Tapi dia tidak akan merasa bahagia, oeleh karena apa yang dihidangkannya tidak sesuai dengan apa yang kita anggap artistik-ideal. Inilah liku-liku kehidupan musik populer.
Sikap yang sebaik-baiknya adalah mengambil jalan tengah. Artinya, melalui cara-cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan popularitas, sedikit demi sedikit membawa publiknya ke arah menghargai hidangan-hidangan yang artistik. Dengan demikian, selain berfungsi sebagai artis diapun bertindak sebagai seorang pendidik apresiasi musikal  masyarakat.
Sebagai seorang artis profesionaldia tidal boleh merendahkan bakatnya sebagai barang dagangan, yang dapat dapat ditawar-tawar hanya untuk kepuasan pembelinya saja. Artis yang mempunyai harga diri biasanya lebih senang menghidangkan kecakapannya secara gratis, misalnya untuk membantu suatu usaha sosial, daripada harga kepandaian artistiknya ditawar-tawar. Kala perlu juga ia mendapat honorarium untuk permainannya, jumlah uang yang akan diajukannya hanyalah sampai sebanyak yang pantas, yang tidak merendahkan derajatnya. Kalau tidak demikian, dia bukan lagi seorang artis profesional sekali, tapi sudah seorang artis pedagang, artis komersial disebutya.
Memang, untuk menjadi seorang artis profesional itu tidak mudah. Selama diamasih memiliki kekuatan fisik untuk hidup sebagai artis yang penuh dengan suka duka, di dalam kariernya dia akan banyak berhadapan dengan soal-soal baru yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Penuh dengan kerja keras untuk mempertahankan serta mengembangkan kecakapannya, akan tetapi proses hidupnya penuh dengan petualangan serta romatika yang hanya dapat dialami oleh artis saja.
Kita tidak usah heran, kalau para artis kadang-kadang dianggap minta honorarium yang cukup tinggi. Sebab, kehidupan sebagai artisbanyak membawa risiko. Dan justru inilah bisanya yang menjadi daya tarik untuk artis-artis yang muda-muda
Sesudah seorang artis agak lanjut usianya, tidak jarang kehidupan artistik yang begitu bergelora itu diganti dengan hidup yang agak tenang, misalnya ia lalu menjadi guru musik atau kritikus musik.

14.       Soal Profesional dan Amatir
Seseorang yang memilih main musik sebagai mata pencaharian hidupnya, disebut pemain profesional , dan orang yang menghidangkan musik semata-mata hanya sebagai hobby atau sebagai pengisi waktu luang saja, digolongkan ke dalam golongan pemain amatir. 
Seorang pemain musik yang menghidangkan musik dengan mendapat balas jasa uang, samasekali tidak mengurangi nilai artistik permainannya atau merendahkan martabatnya. Sebaliknya, seorang amatir pun kadang-kadang tidak kurang rasa tanggung jawab artistik seorang profesional.
Meskipun demikian, istilah profesional dan amatir dalam dunia musik sudah mendapatkan arti, bahwa seorang profesional, artistik jauh lebih tinggi kedudukannya daripada seorang amatir. Berkait dengan penggolongan ini dalam dunia internasional, seorang pemain amatir yang tinggi nilai permainannya, tidak jarang dikatakan menghidangkan musi “sebagai orang profesional”.
Bagaimanapun juga, adanya kedua golongan ini diperlukan suatu kehidupan musik dalam masyarakat. Para amatir dapat memberi dorongan pada kegiatan berolah musik. Dengan demikian menambah kegemaran masyarakat kepada musik dan memupuk selera musikalnya. Sebab pemain-pemain amatir lebih sering menghubungkan musik dengan publik. Makin banyak para amatir diberi kesempatan untuk menghidangkan musik di depan publik, makin bertambah semangatnya untuk mengembangkan permainannya. lagi pula, konser yang terdiri dari pemain-pemain amatir lebih murah pembiayaannya. Honorarium tidak perlu dikeluarkan.
Pada saat ini di Indonesia banyak pemain yang menduduki fungsi setengah profesional. Mereka pada dasarnya amatir, akan tetapi kesediaan mereka untuk dibayar hanya semata-mata untuk menambah uang belanja saja.
Mengenai pemainan-pemain amatir ini ada aspek-aspeknya yang positip sebagaimana digambarkan di atas, dan ada pula aspek-aspeknya yang positif sebagaimana digambarkan di atas, dan pula aspek-aspeknya yang negatip. Misalnya sikap yang kurang sungguh-sungguh terhadap banyak hal di dalam menghidangkan musik dan latihan-latihannya termasuk aspek-aspek yang negatip. Berlatih bersama anatar amatir kadang-kadang tidak dapat berlangsung, oleh karena para pemain datang seenaknya sendiri, tidak hadir atau datang  terlambat.. kesukaran-kesukaran teknis dalam latihan-latihan tidak begitu cepat dapat dikuasai, oleh karena kurangnya latihan atau tidak melatih diri sama sekali di rumah.
Sebaliknya dapat ditunjuukan juga adanya amatir-amatir yang menghadapi olah musiknya dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi kadang-kadang malahan kita dapati juga hal yang tragis: Sudah bersungguh-sungguh, tapi tidak sadar, bahwa mereka tidak mempunyai talent sama sekali.
Kesukaran-kesukaran juga kadangkala timbul, kalau dalam suatu orkes pemain-pemain profesional. Situasi seperti ini kadang-kadang kita jumpai, kalau dalam sebuah kota orang misalnya bermaksud hendak membentuk sebuah oekes simponi.
Kesukaran pertama tentunya berkisar sekitar soal honorarium. Apakah semua anggota orkes perlu diberi horarium? Kalau dianggap perlu, apakah hnorarium pemain amatir akan disamakan dengan yang profrsional? Ataukah, yang dibayar hanya yang profesional saja? apakah dengan demikian tidak akan menyebabkan rasa kurang adil terhadap beberapa amatir, yang juga memerlukan tambahan kekurangan uang? Dan lain lagi, yang harus diselesaikan secara bijaksana.
Kesulitan lain ialah mengenai buah-buah ciptaan yang harus dilatih. Yang untuk pemain profesional mungkin merupakan buah-buah musik yang secara teknis sudah terlalu membosankan, oleh karena sudah terlalu seringnya dimainkan, untuk pemain-pemain amatir mungkin malahan masih merupakan obyek yang menyenangkan, oleh karena merupakan barang baru.
Buah-buah musik yang untuk para pemain profesional sudah tidak perlu dilatih lagi, untuk kebanyakan amatir mungkin masih merupakan kesulitan-kesulitan teknis yang memerlukan latiha beberapa kali. Tentu masih banyak kesulitan lain yang dapat kita sebut satu per satu. Akan tetapi yang telah diuraikan tadilsh biasanya kesulitan yang paling menonjol.
Uatu  hal yang perlu perhatian adalah, bahwa pemain amartir dalam orkes sebagian besar adalah pemain biola. Sedikit sekali kita temukan amatir yang main klarinet atau hobo atau kontrabas yang baik biasanya tidak banyak jumlahnya dalam suatu kota. Itu pun harus dicari di antara profesional.
Seorang dirigen biasanya  lebih senang kalu berhadapan dengan profesional . akan tetapi, di dalam kita membentuk sebuah orkes simponi kota misalnya, biasanya tidak mungkin seluruh orkes terdiri hanya dari profesional saja. demikian pula sebaliknya, sukar untuk membentuk orkes yang hanya terdiri dari amatir saja. lagipula orkes  amatir demikian jarang dapat menghidangkan buah-buah ciptaan yang secara teknis memerlukan keahlian serta keterampilan yang telah berpengalaman lama. Musik yang akan dihidangkan akhirnya hanya akan terdiri dari ciptaan yang itu-itu juga. Dan yang kronisnya, pemain-pemain amatir pada suatu waktu akan menjadi lekas bosa.

—KSP42—
Minggu, 20 Maret 2020 – 06.33 WIB
REFERENSI:
Sumaryo L.E.
Komponis, Pemain Musik dan Publik
Pustaka Jaya – Jakarta 1978

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"P U A S A" By Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid

http://kertasinga.blogspot.com-Senin, 05 April 2021-13:02 WIB Definisi Shiyam) 1 Shiyam dan shaum secara bahasa adalah menahan diri dari...

"KONTEN ENTRY BLOG"