Rabu, 18 Maret 2020

"III. BIDANG PENYAJIAN MUSIK 1" By Sumaryo L.E.

Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Rabu, 18 Maret 2020 - 16.07 WIB


1.            Kedudukan Pemain

Aktrasi biola
Yang kita kita maksudkan dengan penyajian musik di sini, ialah kegiatan memainkan musik yang menyebabkan komposi-komposisi yang tertulis itu menjadi kenyataan. Pemain adalah tukang memperkenalkan komponis kepada publik dan sekaligus menjadi jurubicaranya. Dia mempunyai fungsi mengabadikan pesan musikal komponis . padahal komponisnya sendiri kadang-kadang sudah meninggal beberapa aba sebelumnya. Bukan main kedudukan pemain musik dalam dunia kehidupan musik.
Pemain dapat mengharumkan nama komponis dengan permainannya yang artistik. Atau sebaliknya, dia dapat juga mencemarkan nama komponis dengan hidangannya yang tidak artistik dan tidak musikal, dan dengan demikian sekaligus mencemarkan namanya sendiri juga.
Seorang pemain yang baik akan menyadari dengan sungguh-sungguh tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya di dalam berbaga-macam fungsi sebagaimana tersebut di atas tadi. Dengan sendirinya tidak sembarang orang mempunyai minat dan bakat musikal sedemikian besarnya, sehingga mencapai kedudukan pemain atau artis seperti yang dimaksudkan itu.
Pada setiap orang mungkin ada keinginan untuk menjadi pemain, akan tetapi kemauan, ketekunan, kerajinan, bakat serta disposisinya belum mencukupi untuk itu. Sebab, untuk disebut artis yang baik tidak semudah yang digambarkan orang. Risikonya terlalu berat.
Meskipun artis pemain musik yang baik tidak banyak jumlahnya, tapi tidak sedikit pula di antaranya, yang menjadi pemain musik hanya oleh karena mereka mencintai musik, dan bukan sebagai mata pencaharian. Betul bakat serta disposisinya tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi seorang artis yang baik, namun tipe pemain-pemain demikian, sebagai suatu golongan dalam masyarakat, penting pula kedudukannya dalam pertumbuhan musik. Mereka ini biasanya kita sebut pemain amatir.
Suatu masyarakat tanpa pemain amatir dan pencinta musik akan kurang sempurna pertumbuhan musiknya. Kita jangan terlalu lekas meremehkan kedudukan pemain-pemain amatir ini. Karena kadang-kadang ada juga terjadi, bahwa seorang atau dua orang di antara para amatir itu permainan musiknya atau menyanyinya malahan tidak kalah mutunya oleh pemain profesional.

2.            Pendidikan Seorang Calon Artis Musik

Pada waktu kita mendengarkan permainan biola, yang sangat mempesonakan hati kita misalnya, biasanya kita tidak sadar, bahwa nada-nada indah yang keluar dengan mudah dari biolanya itu, adalah hasil suah payah, ketekunan, kerajinan, semangat, bakat, cinta, rasa pengabdian serta mungkin pula hasil studi yang tekun selama bertahun-tahun, disertai dengan idealisme yang besar.
Untuk menjadi seorang artis musik, kita tidak cukup hanya mempunyai minat dan bakat saja. minat dan bakat hanya baru merupakn modal. Modal itu tidak akan berbunga, kalau kita tidak mau mengadakan studi dan melatih keahlian serta ketrampilan teknis kita.
Studi dan latihan ketrampilan teknis ini tidak dapat dilakukan hanya beberapa hari atau beberapa minggu saja, melainkan, basanya bertahun-tahun. Lamanya belajar ini tergantung dari banyak faktor; Pertama-tama,  tentu adanya alat musik yang kita pilih. Kedua, adanya penyesuaian jasmani serta jiwa kita terhadap alat yang kita pilah. Ketiga, penggunaan yang dipakai untuk melatih diri. Keempat, ketekunan studi hingga selesai pada tingkat tertentu.
Alat musik yang kita pilh dengan sendirinya membawa pengaruh pada lamanya studi. Pada umumnya alat-alat musik yang memerlukan banyak latihan jari yang rumit, paling lama pendidikannya, seperti misalnya biola, cello, gitar, piano dan sebagainya. ditambah lagi dengan bahan “literatur musik” yang tersedia yang ada hubungannya dengan alat musik tertentu. Yang dimaksud dengan istilah “literatur musik” di sini, ialah semua bahan cetakan komposisi dan notasi untuk dimainkan dan dipelajari.
Pada umumnya alat-alat musik yang sudah berabad-abad lamanya dipergunakan dan banyak dipergunakan, seperti misalnya piano, biola dan sebagainya, mempunyai persediaan literatur musik yang luas. Biasanya orang bertanya: Berapa lamakah belajar musik? Pertanyaan yang bersifat umum ini tentu tidak begitu mudah dijawab. Sebab belajar muik memang tidak akan ada habis-habisnya. Karena itu biasanya diadakan tingkatan-tingkatan pelajaran. Ada tingkat persiapan, tingkat lanjutan, dan tingkat artis.
Secara normal, seorang calon pemain biola atau piano yang belajar sampai menyelesaikan tingkat tinggi, memerlukan waktu pendidikan paling cepat sepuluh tahunan. Sebaliknya calon pemain musik mulai belajar pada waktu masih muda sekali, umpamanya pada umur 5 atau 6 tahun. Maksudnya agar syarat fisik sudah dapat dipenuhi sejak kecil.
Mulai belajar piano atau biola pada umumur yang agak lanjut tidak memungkinkan urat dan tulang, mudah menyesuaikan diri dengan syarat-syarat permainan alat yang dimaksud, sebab sudah kaku.
Lama pendidikan alat-alat tiup yang terbuat dari kayu, seperti seruling, klarinet, hobo, fagot dan sebagainya tidak memerlukan waktu begitu lama seperti yang diperlukanuntuk biola atau piano misalnya.untuk alat-alat tiup, ltihan yang bersifat fisik sebagai persiapan, tidak memerlukan waktu begitu banyak. Meskipun demikian, untuk mencapai suatu permainan alat tiup kayu tingkat tinggi, orang toh masih memerlukan waktu paling sedikitnya 7 atau 8 tahun pelajaran.
Syarat yang penting pula untuk calon pemain alat tiup, adalah adanya disposisi fisik serta mental untuk memainkan alat tersebut. Pertama-tama tentu tentu syarat fisik seperti keadaan gigi, bibir serta kesehatan paru-paru.
Semudah berlatih beberapa lama, maka kita akan mendapatkan “embouchure” (dari kata bouche (Pr) = mulut) yang diperlukan, yaitu penyesuaian fisik mulut dapat dengan mudah membunyikan alat tiup. Pada waktu latihan-latihan meniup permulaan ini, bibir kita biasanya menjadi bengkak sedikit. Sesudah lebih lama berlatih, bengkaknya baru terasa berkurang, sehingga akhirnya hilang samasekali. Anan tetapi urat-urat dan pertulangan  sekkitar mulut serta pada paru-paru dan sekitarnya telah mengalami penyesuaian dengan keperluan meniup.
Lamanya belajar alat tiup dari logam sedikit kurang daripada lamanya belajar alat-alat tiup dari kayu. Kira-kira satu atau setengah tahun lebih cepat. Ini disebabkan antara lain oleh karena mekanik untuk melatih jari-jari lebih sederhana daripada mekanik alat tiup kayu. Lagipula literatur musik untuk alat tiup dari logam tidak sebanyak literatur musik untuk alat-alat yang disebut sebelumnya. Juga tidak begitu banyak buah musik yang perlu dipelajari yang bersangkutan dengan tingkatan tekniknya. Maksudnya, untuk pelajaran biola umpamanya, lebih banyak buah musik yang “lebih sukar” dilihat dari sudut teknik daripada untuk trompet atau trombon.
Meskipun demikian kita tidak boleh beranggapan, bahwa pemain trompet kedudukannya lebih rendah dari pada pemain biola. Masing-masing pemain, apa pun yang menjadi pegangannya, mempunyai fungsinya sendiri-sendiri dalam kehidupan artistik. Seorang pemain trompet memilih untuk mempeajari alat itu, tidak dengan perhitungan oleh karena alat itu lebih mudah dipelajari daripada alat musik lainnya, tapi oleh karena hatinya tertarik olehnya karena kondisi badannya memang paling sesuai untuk alat musik yang dipilihnya itu. Sebagai seorang solis (pemain tunggal), serang pemain trompet dapat mencapai tingkat penghargaan yang tidak kalah dengan penghargaan yang diberikan terhadap pemain alat-alat musik lainnya.
Ada dua cara untuk belajar musik, khususnya untuk belajar secara privat, yaitu cara belajar pertama adalah belajar pada seorang yang kita anggap sebagai guru. Guru biola, guru piano, guru klarinet, atau guru alat musik lainnya. atau guru vokal untuk melatih suara kita agar menjadi penyanyi kelak. Pada umumnya guru-guru privat hanya memberi pelajaran praktek dengan teori seperlunya. Pelajaran privat pada tingkat permulaan biasanya dilaksanakan untuk memberi pelajaran kepada pemain-pemain amatir.
Cara belajar kedua, adalah masuk sekolah musik. Akademi atau Konservatori musik. Biasanya dalam lembaga-lemabaga seperti ini, calon-calon pemain diberi pelajaran yang sifatnya menyeluruh, yang diperlukan untuk membentuk artis-artis yang kultural dan artistik dapat dipertanggungjawabkan.
Lembaga-lembaga pendidikan musik ini, pada umumnya dimaksudkan untuk mendidik calon-calon profesional. Meskipun demikian, banyak lulusan yang tidak memilih dunia profesional sebagai bidang kehidupannya. Biasanya wanita.

3.            Cara Mendidik Calon Artis Musik

Pada umumnya, orang tidak mempunyai gambaran, bagaimana sebetulnya cara mendidik calon-calon artis musik dalam lembaga-lembaga pendidikan musik. Cara yang dipakai di tiap-tiap lembaga pendidikan musik pada umumnya tidak sama. Tujuan pendidikan musikal antara lain yang terpenting adalah memberi suatu kemampuan kepada calon untuk mengembangkan pendengaran musiknya. Yaitu mendengar dan mengerti apa yang didengar. Kemudian calon harus dapat menempatkan pendengaran mentalnya di dalam arus yang dialaminya dari musik sebagai pernyataan seuatu.
Selanjutnya, lembaga-lembaga memberi pendidikan, baik untuk calon-calon pemain musik, maupun untuk calon-calon komponis dan dirigen. Malahan akhir-akhir ini, dalam beberapa lembaga ada kesempatan untuk memberi pendidikan kepada para pendengar musik, yang tidak ingin menceburkan diri dalam dunia penyajian artistik.
Di mana bisa, pelajaran musik diberikan secara klasikal, yaitu serombongan calon artis sekaligus diberi pelajaran. Akan tetapi di dalam pelajaran-pelajaran yang agak menjurus, mereka diberi pelajaran secara perseorangan.
Mata pelajaran pada umumnya terdiri dari teori musik yang memuat latihan-latihan pula untuk mengenal serta membiasakan diri pada notasi musik yang begitu luas sifatnya. Kemudian mengenai penggunaan serta arti istilah-istilah musik yang biasa dipergunakan dalam praktek, baik sebagai pencipta kelak atau sebagai pemain musik. Pelajaran mengenai notasi dan istilah ini biasanya memakan beberapa tahun.
Calon artis harus membiasakan diri, dengan hanya membaca notasinya dapat menangkap wujud pernyataan musik, yang dalam hati sudah harus dapat berbunyi. Dengan hanya melihat saja, para calon harus sudah dapat mendengar tinggi nada-nada yang ditulis dalam kesadarannya. Pendidikan untuk mendengar dari kesan-kesan visual ini disebut “solfeggio” . lama pelajaran ini hampir tidak ada akhirnya. Para calon selanjutnya dilatih kesadarannya mengenai irama, melodi, harmoni, bentuk-bentuk pernyataan serta gaya musik.
Pengetahuan tentang sejarah musik serta ilmu jiwa musik, khususnya tentang filsafat musik yang ditimbulkan menjadi latar belakang yang penting di dalam pendidikan kulturalnya. Pendidikan tersebut untuk mendasari latihan teknis alat musiknya sebagai alat pernyataan kultur musik yang telah lampau dan sekaligus merupakan alat pernyataan artistik pemainnya.
Selain daripada latihan-latihan alat musik yang dipilihnya (disebut mata pelajaran mayor), para calon diwajibkan pula mengikuti pelajaran apa yang biasa disebut “piano kontemporer”. Pelajaran piano seperti ini dimaksudkan untuk melengkapi pendidikan alat musik lain yang dipilihnya. “Piano komplementer” tidak memberi syarat untuk menjadi syarat menjadi artis piano.
Untuk menempatkan permainan alat musik pilihannya, misalnya biola, sebagai pembawa melodi dalam rangka harmoni harmoni yang dimaksudkan, diperlukan pernyataan keseluruhan dari suatu komposisi lengkap dengan suara harmoni yang mengikutinya. Untuk keperluan itu, calon pemain biola perlu mencoba komposisinya pada piano, yang sekaligus dapat menyuarakan melodi, irama dan harmoni komposisi.
Dengan sendirinya, calon yang memilih piano sebagai alat musik pokok, tidak perlu lagi mendapat pelajaran piano komplementer. Ada kalanya calon artis piano memilih alat lain juga di samping piano sebagai mata pelajaran mayor. Dan pelajaran alat musik kedua ini disebut mata pelajaran minor (minor = kecil, mayor = besar). Alat pilihan kedua itu tentunya bukan terdiri dari alat-alat seperti biola atau cello, yang memerlukan teknik yang lama dan mendalam.
Tentu saja dia mempelajari alat kedua tadi paling sedikitnya harus dengan persetujuan guru pianonya. Kesempatan itu hanya dipertimbangkan untuk dirikan kepada mereka yang biasanya mempunyai bakat untuk mempelajari alat kedua pilihannya secara baik dan cepat. Yang dipilih biasanya alat tiup seperti hobo, korno, fagot. Jelasnya adalah alat-alat musik yang jarang dipilih calon sebagai alat pokok. Karena itu, tidakllah mengherankan kalau pemain hobo, fagot, korno dan lain-lainalat ini dalam masyarakat jarang ditemukan, karena alat-alat tersebut dianggap tidak begitu banyak diminta, dianggap kurang komersial. Sebaliknya dalam sebuah orkes simponi atau orkes tiup yang menghidangkan apayang disebut “musik kamar” yaitu musik untuk ansambel  (rombongan orkes kecil yang biasanya dimainkan dalam kamar yang tidak begitu besar seperti ruangan konser untuk orkes simponi), alat-alat musik tadi malahan seringkali mutlak diperlukan. Oleh karena itu, tidak jarang pemain hobo atau timpani dan alat-alat perkusi lainnya mendapat honorarium yang agak tinggi karena jarangnya.
Pelajar main alat musik mempergunakan hampir seluruh waktunya yang terluang untuk melatih diri. Tidak jarang diperlukan 4 jam atau lebih sehari untuk berlatih di rumah. Segalanya itu agar dapat mengakhiri pelajarannya dalam jangka waktu yang telah direncanakan.
Dengan mencurahkan banyak tenaga untuk latihan-latihan musik, orang ingin mengetahui, bagaimana pendidikan musik yang bertingkat tinggi dihubungkan dengan pelajaran umum yang harus diakhiri dengan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Beginilah cara yang lazim dipraktekkan di beberapa negara yang sudah mempunyai pengalaman lama dalam pendidikan musikal. Di samping sekolah umum seperti tingkat Skolah Dasar dan lanjutannya, diadakan sekolah musik pada waktu sore, yang menerima murid-murid yang berbakat dan berminat musik dari sekolah umum tadi. Murid-murid belajar pada waktu pagi di sekolah umum dan pada sore harinya di sekolah musik. Pendidikan musik dalam sekolah-sekolah musik sore itu dilakukan sedemikian rupa, sehingga tidak banyak mengurangi waktu anak didik dalam mendapatkan pendidikan umum.
Selesai Sekolah Lanjuta Atas, calon musikus itu kira-kira sudah mempunyai kepandaian praktek serta teori sedemikian rupasehingga dapat meneruskan bakatnya pada Akademi Musik atau Konservatori Musik. Memang, pendidikan calon artis mussik sebaiknya dimulai dari usia muda; kecuali pendidikan vokal, yang dimulai kalau anak sudah berumur 17 tahun ke atas. Dalam hubungan ini perlu dijelaskan, bahwa apa yang kita pelajarkan di sekolah-sekolah umum bukanlah pendidikan vokal, melainkan peljaran bernyanyi.
Dalam peljaran menyanyi anak hanya dididik untuk dapat menyanyikan sejumlah lagu. Sedangkan dalam pendidikan vokal yang sungguh-sungguh diperlukan banyak latihan untuk membentuk suara, sehingga secara teknis dapat dipergunakan untuk menyajikan lagu-lagu yang “sukar”. pendidikan vokal untuk anak-anak di bawah umur dianggap belum waktunya. Suara anak di dalam perkembangannya hingga pada ambang pintu kedewasaan masih berganti-ganti  register suaranya.
Demikianlah secara singkat sekali suatu ikhtisar mengenai pendidikan musik. Memang dalam pendidikan musik, yang dapat membosankan adalah latihan-latihannya yang dijalankan secara metodologis, kebanyakan latihan-latihan yang bersifat teknis. Latihan jari-jari, latihan memainkan suatu bentuk melodi yang termasuk sukar. Latihan-latihan demikian tentu lain sifatnya dengan melatih sebuah lagu misalnya. Latihan lagu pasti lebih menyenangkan, oleh karena dengan langsung  menghasilkan sesuatu yang memang dimaksudkan.
Alangkah senangnya seseorang yang dalam waktu yang tidak begitu lama sudah dapat memainkan lagu yang sudah dapat dinikmati, persis seperti seorang artis saja. teman-temannya dapat dibuat kagum karenanya. Dan tetangganya di kiri dan kan rumah mungkin sudah pula ikut menikmati permainannya, permainan seorang “musikus”. Si pemain musik sudah besar hatinya, kalau teman-teman dan tetangga-tetangganya menyebutnya “seniman” atau “artis”. Keadaan seperti ini tidak jarang disalahgunakan oleh sementara guru musik yang ingin perguruannya cepat menjadi laku.
Guru-guru musik sepertiini banyak membiarkan  murid-muridnya berlatih sebanyak mungkin lagu. Latihan-latihan untuk menambah ketrampilan teknis sedikit sekali dikerjakan. Karena murid-muridnya  memang lebih senang berlatih senang berlatih secara demikian.
Makin lama, si murid makin lebih banyak dapat memainkan lagu daripada meningkat ke arah penguasaan lagu-lagu yang lebih tinggi tingkat tekniknya. Perkembangan murid-muridnya lebih bersifat kwantitatip daripada bersifat kwalitatip. Akan tetapi tidak dapat disangkal, bahwa cara demikian – sekali-kali – memang lebih laris dijual.
Pada waktu kita mendidik calon artis, kadang-kadang ada juga terjadi, bahwa di antara calon-calon artis yang diberi pendidikan musiknya secara normal, satu atau dua anak mempunyai kepandaian yang menakjubkan, anak-anak ajaib. Pada waktu umur 5 atau 6 tahun mereka sudah luar biasa trampil memainkan alat musik. Anak-anak luar biasa ini ini tentu saja termasuk kekecualian. Dan biasanya timbul dalam bidang musik, senirupa atau ilmu pasti. Keluarbiasaannya itu pada umumnya lebih menampakkan dirinya dalam bidang teknis.
Calon-calon artis yang sudah lanjut pendidikannya, diberi pelajaran mengenai akutiska musikal (hukum-hukum mengenai nada-nada musikal, keterangan secara sistematis mengenai terjadinya berbagai macam tangganada, mengenai gejala oktaf dan sebagainya), ilmu jiwa, tentunya juga yang ada hubungannya dengan musik, estetika musikal, yaitu teori-teori serta norma-norma mengenai keindahan dalam musik, dan beberapa lagi lainnya sesuai rencana lembaga pendidikan masing-masing.
Juga menjadi suatu kebiasaan, bahwa kepada calon-calon artis yang mengakhiri pendidikannya dengan baik sekali, diberikan kesempatan untuk meneruskan pelajarannya di bawah asuhan artis-artis yang ternama dan  berpengalaman. Tingkat pendidikan itu biasanya disebut kelas artis, yang hanya menerima beberapa calon pilihan saja. mereka diberi tambahan pelajaran untuk mematangkan kepandaiannya, khususnya digodog untuk menjadi calon solis (pemain tunggal). Dengan sendirinya, seorang solis haruss memenuhi syarat-syarat yang ebih berat daripadaa seorang pemain orkes atau seorang guru musik biasa.

4.            Sekilas Mengenai Kehidupan Seorang Musikus

Calon musikus sudah meninggalkan bangku sekolahnya. Dia sudah boleh dinamakan seorang musikus ( bukan musisi, yang mempunyai arti jamak ). Seorang musikus selamanya tidak akan merasa, bahwa dia telah mengakhiri pendidikannya. Belajar dan terus belajar, berlatih terus, merupakan rencana dalam kehidupannya sebagai artis musik. Orang kadang-kadang menyebutnya “seniman musik” , malahan”pemain musik” saja. Istilah-istilah ini dalam kesadaran masyarakat kita mempunyai tingkat atau standingnya sendiri-sendiri.
“Artis” dan “musikus” dihubungkan dengan mereka yang dianggap memenuhi syarat-syrat artistik, seperti seorang pemain biola tunggal atau piano tunggal misalnya, dengan publik yang mendengarkan. Istilah “pemain musik” adalah sebutan umum, dan dihubungkan dengan mereka yang biasa main dalam orkes. Kadang-kadang istilah-istilah itu dipakai begitu saja, tanpa membedakan satu sama  lain. Seorang musikus dilepaskan dalam masyarakat. Dalam permulaan kariernya, basanya dia ingin mengadakan tour dengan menghidangkan resital ( yaitu penyajian musik secara solistis ) untuk suatu publik yang membayar.

5.            Impresariat

Untuk keperluan itu, dia mencari seorang impresario atau sponsor. Yaitu suatu badan atau orang yang mengurus, mengatur serta membiayai segala ongkos untuk tour itu. Hubungan dengan impresario ini dilakukan dengan kontrak. Dalam kontrak  itu oleh kedua pihak disetujui, bahwa nanti pada tanggal sekian, pihak artis akan menghidangkan suatu acara resital untuk publik di tempat-tempat atau gedung-gedung yang telah ditentukan.
Sebaliknya di situ disetujui pula, impresario akan membayar sejumlah honorarium kepada sang artis. Kalau artis musik itu sorang pianis, dia akan mengadakan resitalnya seorang diri. Kalau dia seorang pemain biola, dia akan mencari seorang pianis yang cocok untuk mengirinya.
Seorang impresario dengan sendirinya harus memperhitungkan sebelumnya, apakah dengan menghidangkan artis itu di depan publik, usahanya akan membawa keuntungan atau tidak. Atau sedikitnya tidak rugi, atau tidak rugi terlalu banyak. Kadang-kadang impresario sanggup juga menderita sedikit, asal dengan dihidangkannya sesuatu resital itu akan berarti terpenuhinya harapan sebagian besar pencinta musik dalam masyarakat. Rugi materiil, akan tetapi untung nama dan prestise.  Ini juga dapat terjadi. Dengan cara itu dia mengharapkan tumbuhnya kepercayaan publik pada segala yang akan dihidangkannya di hari-hari yang akan datang.


—KSP—
Selasa. 117 Maret 2020 – 15.13 WIB
REFERENSI:
Sumaryo L.E.
Komponis, Pemain Musik dan Publik
Pustaka Jaya – Jakarta 1978
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"P U A S A" By Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid

http://kertasinga.blogspot.com-Senin, 05 April 2021-13:02 WIB Definisi Shiyam) 1 Shiyam dan shaum secara bahasa adalah menahan diri dari...

"KONTEN ENTRY BLOG"