Blog Ki Slamet 42: Guru SMPIT Annur Cimande Menulis
Minggu, 22 Maret 2020 - 16.37 WIB
|
Ki Slamet 42 |
11.
Musik
Populer
Sebagian besar masyarakat berpendapat,
musyik populer adalah musyik yang “mudah” diterima oleh kebanyakan orang dan
oleh karenanya masyarakat banyak yang menyukainya. Bukan dengan maksud agar diresapkan
keindahannya menurut ukuran-ukuran norma-norma keindahan musikal yang tinggi,
tetapi lebih condong pada sekedar untuk memberi hiburan untuk melupakan
sebentar kesibukan-kesibukan rutin, untuk memberi hiasan dan dekorasi pada
suatu kegiatan tertentu di luar musik. Umpamanya, untuk diperdengarkan pad
waktu pesta perkawinan, saat mengendarai mobil menuju ke kampung halaman saat
hari raya lebaran, dan sebagainya.
Dengan sendirinya, norma-norma daya tarik
yang diterapkan pada musik populer pun tidak perlu sama dengan norma-norma
musik untuk musik ansich. Sebaliknya, ini juga tidak berarti bahwa untuk
memainkan musik populer syarat-syarat artistik diabaikan. Malahan belakangan
ini musik populer banyak yang ditujukan ke arah kegiatan artistik yang tidak terbayangkan
sebelumnya.
Dalam kehidupan musik, musik populer
merupakan suatu bidang yang mempunyai perkembangannya itu kadang-kadang menuju
ke arah unsur-unsur yang tidak termasuk musikal, akan tetapi yang digemari
masyarakat banyak. Kadang-kadang pula yang menjurus ke arah perkembangan
artistik musikal, tapi yang masih
mendapat simpati di kalangan masyarakat banyak.
Meskipun disebut musik populer, dari
pemain-pemainnya tetap diminta syarat-syarat musikalitas. Makin tinggi nilai
musikal, makin baik. Pemain musik populer tidak begitu merasa “tegang” seperti
pemain musik seriosa. Yang dimaksud dengan “tegang” di sini, ialah suatu rasa
tekanan atau ketegangan mental, yang disebabkan antara lain oleh adanya
konsentrasi yang penuh agar dapat memainkan musiknya dengan sebaik-baiknya.
Fungsi pemain musik populer lebih banyak
ditujukan kepada mengabdi pada kegemaran publik. Makin banya seorang pemain
condong ke sikap ini, biasanya makin kurang nilai artistiknya. Sebab pemain
demikian tidak jarang menunjukkan permainannya ke arah “pertunjukan” yang tidak
termasuk musikal. Hanya untuk dapat memenuhi selera publik yang tidak artistik
akan terhibur oleh permainannya, tetapi publik yang mempunyai selera musikal
yang baik jelas akan menggeleng-gelengkan kepala.
Sebab bagaipun juga, musik populer masih
tetap musik, bukan suatu pertunjukan dagelan atau modeshow. Akan tetapi, orang
biasanya bersedia juga untuk menutup mata kalau itu hanya sedikit, bumbu
lelucon atau show yang ditambahkan pada sajian musiknya tidak kebanyakan.
Terlalu banyak tambahan unsur-unsur yang non musikal hanya menandakan, bahwa
permainannya kurang menguasai permainannya secara musikal. Akan tetapi, suatu
gejala yang menggembirakan adalah kenyataan, bahwa ada beberapa orkes populer,
yang biasa disebut band, meskipun
agota-agotanya berpakaian aneh-aneh, tapi cenderung untuk tetap menjaga selera
artistik di dalam menghidangkan permainan-permainannya. Itulah sebabnya mengapa
ada yang menganggap perlu membuat piringan hitam atau rekaman untuk
permainannya.
Rekaman untuk permainan haruslah dijuruskan
ke arah permainan yang lebih memberi tekanan pada unsur-unsur yang musikal.
Sebab dalam permainan lewat perekaman baik itu lewat piringan hitam, kaset,
playdisk, dan sebagainya, soal-soal yang visual yang bersifat show, tidak dapat
dipamerkan, padahal popularitas harus dijaga terus. Dari sini ternyata, bahwa
pembuatan perekaman merupakan salah satu unsur yang penting untuk menambah
penggarapan musikal dalam band-band populer. Karena pertunjukan unsur-unsur yang
non musikal seperti berpakaian yang aneh-aneh dan gerak-geriknya yang ingin
menarik perhatian publik hanyalah dekorasi belaka, yang secara organik tidak
ada kaitannya dengan musikalitas itu sendiri.
12.
Pemain
Band Musik Pop
Band musik musik populer, disingkat musik
pop, bentuknya berganti-ganti terus menurut zamannya. Kalau dalam tahun
tigapuluhan yang dinamakan band populer itu berbentuk Jazz-band atau orkes Hawaian,
pada waktu sekarang band yang paling populer sebagian besar alat-alat
musiknya terdiri dari gitar elektrik, lengkap dengan pengeras suaranya.
Meskipun bentuk band populer berganti-ganti,
prinsip permainannya tidak banyak berubah. Pemain yang penting dalam band-band
populer harus kuat di dalam hal improvisasi. Artinya menghidangkan sebuah
improvisasi bebas dalam batas-batas pola tertentu. Pola-polanya tetap sama,
yaitu perkembangan akor dan melodi asli dalam lagu tersebut.
Di dalam memainkan lagu, improvisator boleh
memainkan melodi bebas dengan dasar pola tadi, akan tetapi menurut citarasa
musikal sendiri. Di dalam pola-pola akor yang telah diberikan oleh lagu yang
asli, improvisator memberi bentuk baru dalam menyusun melodinya, yang selalu
harus dapat dikenal kembali pola melodi aslinya. Untuk mengenal kembali melodi
aslinya, biasanya tidak semua orang dapat melakukannya dengan mudah, kecuali
jika diberi tahu atau mengetahui lagu aslinya sebelumnya. Alat-alat musik yang
lain tinggal berfunsi sebagai pengiring saja.
Seorang pemain musik yang berpendidikan
klasik, yang sudah bertahun-tahunmembiasakan diri memainkan alat musiknya
menurut apa yang tertulis dan diisyaratkan dalam suatu komposisi tertentu, di
dalam band populer harus merubah mental musikal dan kerutinannya. Akan tetapi
beberapa keahlian yang didapatnya dalam pendidikan klasi, seperti logika yang
ada dalam melodi dan harmoni, sangat membantu pekerjaannya dalam suasana yang
haru itu. Musikslitas yang telah dikembangkan dalam pendidikannya sangat
berguna dalam memainkan musik populer.
Hanya sebelumnya, sebelum dia menghasilkan
nada-nada untuk musik populer dan menghidangkan sebuah melodi, dia harus
membiasakan diri dulu menguasai “beat” dan
warna baru. Seorang yang memang sudah musikal, dalam waktu yang tidak lama akan
sudah dapat melakukannya, kadang-kadang dengan baik sekali.
Dan memang, para pemain musik populer yang
sangat menonjol permainannya, baik di luar negeri maupun di Indonesia, biasanya
sudah mendapatkan pendidikan dasar musikal yang klasik dahulu sebelumnya.
Kalau band Jazz kebanyakan terdiri dari
alat-alat tiup, baik yang terbuat dari logam maupun yang terbuat dari kayu,
ditambah dengan satu set drum, dan kontrabas, pakai atau tanpa piano, band
populer sekarang pada umumnya terdiri paling sedikitnya empat orang pemain,
yaitu seorang pemain gitar melodi, seorang pemain gitar yang memetik iringan
harmoninya (rithym), seorang lagi yang mendapat tugas memainkan gitar bas, dan
seorang lagi pemain drum, dan sedapat mungkin semuanya serba elektrik. Bentuk
orkes atau band seperti ini terdapat di seluh pelosok dunia.
Kadang-kadang band demikian ditambah lagi
pemainnya dengan yang memegang keyboard, alat tiup, biasanya saksofon, trompet
atau seruling biasa, satu, dua, atau tiga orang. Malahan band pop dirasakan
kurang lengkap, kalu belum alat organ listrik jenis Hammond Organ, yang
sekarang banyak sekali muncul dengan berbagai macam merk. Band-band seperti ini
timbul dimana-mana sekarang. Ada juga beberapa yang baik, akan tetapi
kebanyakan mutunya kurang.
Tidak jarang terjadi, orang-orang yang
berenang dalam kekayaan, membelikan anak-anaknya dan kaum remaja lain, satu set
lengkap peralatan band populer yang harganya sampai berjuta-juta rupiah. Dan
tidak jarang pula perlatan musik yang mahal itu dalam kehidupan musik populer
dipergunakan hanya untuk lebih menarik
publik belaka. Sehingga permainan musik yang seharusnya secara artistik dapat
dinikmati, kadang-kadang malahan lebih bersifat menonjolkan kemewahan alat-alat
belaka.
Di samping itu, satu set band pop dengan
peralatan yang lengkap dapat juga dipakai sebagai modal mencari keuangan. Yang
memilikinya biasanya disebut cukong dari sebuah organisasi remaja yang musikal
akan tetapi tidak mempunyai modal sepeser pun. Band-band seperti ini membagi
pendapatan finasialnya dengan cukongnya. Anak-anak band membanting tulang,
sedang cukongnya duduk ongkang-ongkang kaki. Malahan kadang-kadang ada juga
terjadi, bahwa nama cukong yang samasekali tidak musikal itulah justru yang
ditonjolkan keluar sebagai pemimpinnya. Tampak mengetahui, bahwa pemimpin yang
demikian itu seringkali hanya menjadi bahan tertawaan anak-anak buahnya.
Popularitas band-band seperti itu, yang di
mana-mana timbul seperti jamur di musim hujan, membawa akibat yang kurang
menguntungkan juga. Menjadi pemain band lama-kelamaan dianggap setengah orang
sebagai pekerjaan yang biasa-biasa saja. tiap pemuda yang baru belajar bermain gitar beberapa minggu
saja, sudah menganggap dirinya dapat bermain dalam band.
Bahwasannya pemain-pemain yang demikian itu
belumlah matang, tak perlu dikatakan lagi. Lalu kekurangan-kekurangan artistik
dan kekurangan ketrampilan mereka di dalam menghidangkan sebuah melodi
misalnya, mereka isi dengan permainan akrobatik; kenop-kenop listrik pada
gitarnya diputar-putar sedemikian rupa, sehingga menghasilkan nada-nada
beraneka warna. Memang ada yang sedap dibuatnya, ada yang suaranya melengking
tinggi seakan-akan menerjang batas-batas pendengaran kita, ada nada-nada yang
keluar seperti menghentak-hentak dan sebagainya. dan memang, dengan daya
elektrik musikal dapat diberi deformasi macammacam.
(deformasi = di luar bentuk yang biasa).
Memang, pemberian warna pada nada-nada yang
dimainkan tentu dapat dikerjakan dengan memenuhi syarat-syarat artistik. Dalam
suatu perimbangan yang baik. Jangan sampai misalnya adanya berbagai-macam warna
nada disalahgunakan, sehingga terdengar “kelebihan”.
Gejala seperti ini sama saja dengan kalau
kita mendengar suatu melodi yang dibawakan oleh seorang intrumentalis yang
mendapat tepuktangan. Oleh karena suatu ketrampilan teknis serta musikal yang
dianggap baik pantas dihargai, ketrampilan teknis serta musikal tadi dalam
suatu permainan boleh diulangi sekali lagi. Dan biasanya masih mendapat tepuk
tangan. Akan tetapi jika diulangi sekali lagi untuk ketiga kalinya akan menjadi
memuakkan karena dirakan “kelebihan”
Penyakit “kelebihan” ini banyak sekali hinggap pada
pemain-pemain yang main musik hanya untuk sekedar iseng saja, untuk mengisi
waktu luang, pemain-pemain yang sesungguhnya tidak mempunyai bakat samasekali,
meskipun mempunyai banyak uang. Pemain-pemain yang tidak mempunyai tanggung
jawab artistik. Kalau digemari publik, syukur, kalau tidak, perduli apa.
Sama halnya dengan syarat-syarat untuk menjaga kondisi
memainkan musik klasik, untuk musik pop pun diperlukan latihan terus-menerus
untuk mempertajam musikalitas dan menambah ketrampilan, apalagi untuk
pemain-pemain pprofesional. Banyak mendengarkan permainan band-band pop yang
baik. Tidak untuk meniru gaya permainannya, melainkan untuk dapat menangkap
emosi yang mungkin berada di belakang keaslian permainan istrumentalis yang
sedang didengarkannya, yang menyebabkan timbulnya sukses.
Boleh dikatakan untung, bahwa di antara pemain-pemain
yang iseng terdapat juga beberapa orang yang pada dasarnya memang sudah
mempunyai bakat-bakat artistik yang perlu mendapat pengembangan yang
sungguh-sungguh. Tapi pemain-pemain sejenis itu tidak banyak.
Buat pemain band ada beberapa ketentuan yang perlu
mendapat perhatian yang wajar :
1.
Sebelum main, menyetem alat-alat
musik sebaik mungkin dan peliharalah terus-menerus penyeteman yang baik itu.
2.
Menjaga “beat” yang tetap. Pembawa irama (ritme), khususnya pemain drum,
yang biasanya membawa beat yang makin
lama makin cepat biramanya atau ketukannya. Dengan sendirinyapemain-pemain yang
lain jadi terbawa juga, sehingga akhirnya menjadi suatu pacuan.
3.
Jangan memainkan alat sendiri
sedemikian rupa, sehingga suara alat-alat yang lain tidak terdengar sama
sekali. Itu tandanya permainan alat sendiri terlalu keras. Kalau semua pemain
hanya mendengarkan alatnya masing-masing, sifat permainan “ansambel” lenyap.
Tiap anggota band nantinya hanya main keras-kerasan .
4.
Agar tidak “keluar dari pola”, pemain
melodi, kalau ingin mengadakan improvisasi, sebaiknya mengikuti perkembangan
akor-akor yang dimainkan oleh gitar pengiringnya.
5.
Sedapat mungkin hindari penggunaan
unsur-unsur yang berada di luar musik,
untuk dipamerkan kepada publik.
6.
Tidak mengulangi pamer permainan yang
sama lebih dari satu kali. Jadi misalnya tidak sampai 3 kali pamer permainan
yang sama.
7.
Selalu berlaku sopan dan rendah diri,
khususnya di depan publik.
Daftar tersebut di atas tentu saja bisa ditambah. Akan
tetapi inilah yang biasanya yang perlu diperhatikan terlebih dahulu, kalau
pemain ingin pula ikut serta membawa publik ke arah citarasa yang musikal.
Terus terang harus diakui, bahwa pemain musik hiburan seringkali berada di
persimpangan jalan antara cita-cita dan perut. Dan keperluan perut inilah
biasanya yang sering didahulukan, banyak memanjakan publik; tidak peduli,
apakah selera publik itu baik atau buruk untuk perkembangan musik itu sendiri
selanjutnya.
13.
Antara
Populer dan Artistik
|
Artis Penyanyi |
Seorang pemain atau
penyanyi yang artistikbelum tentu populer. Sebaliknya seorang artis yang
populer belum tentu seartistik yang kita sangka. Kedua sifat tersebut, populer
dan artistik, memang masing-masing berpangkal pada pertimbangan-pertimbangan
yang berbeda satu sama lain. Mari kita tinjau sebentar kedua sifat itu dengan
mengambil contoh dari kehidupan musik dalam masyarakat.
Penyanyi Sitarosita umpamanya, ia serigkali menyanyi di
depan corong radio, di televisi, juga di depan publik. Tiap hari dia menerima
surat bertumpuk-tumpuk yang isinya menyatakan kekaguman publik. Malah
kadang-kadang disusul juga dengan pernyataan cinta dan sebagainya. juga dalam
pertunjukannya penonton, kebanyakan pemuda-pemudi, berdesak-desakkan berembut
tempat duduk, malahan karcis untuk tempat berdiri pun berani mereka beli dengan
harga tinggi. Popularitasnya kian hari kian meningkat. Para pengusaha rekaman
piringan hitam, casset, dan sebagainya berebut ingin merekam suaranya.
Apakah sesungguhnya yang menyebabkan penyanyi Sitarosita
tersebut mempunyai daya tarik yang luar biasa itu? Karena ia memiliki suara
yang luar biasa bagusnya? Karena ada sesuatu dalam suaranya, yang menyebabkan
pendengar-pendengarnya berkhayal, bahwa Sitarosita seakan-akan menyanyi khusus
untuk mereka masing-masing? Karena ia mempunyai warna suara yang tidak dimiliki
penyanyi lain sebelumnya? Ataukah barangkali karena mempunyai paras yang cantik
dan tubuh yang menggiurkan? Atau siapa tahu , suara Sitarosita itu sendiri,
tanpa melihat body tubuhnya pun sudah memberi asosiasi yang erotis menarik pada
pendengar-pendengar pria, atau membayangkan suara seorang dara yang ideal?
Pendek kata, “suaramaut” menurut istilah sekarang? Entahlah. Biasanya memang
sukar untuk menerangkan sebab daya tariknya dan sebab popularitasnya.
Jadi, popularitas dapat disebabkan oleh faktor-faktor
yang ada di luar musik itu sendiri. Segala sesuatunya banyak sekali tergantung
pada citarasa publik, yang menetapkan sendiri, apakah dia tertarik atau tidak
pada apa yang dibawakan oleh artis. Sebab dia sudah berani membayar mahal.
Penonton yang demikian tidak peduli apakah yang disenanginya itu musikal atau
soal-soal yang non musikal.
Di sinilah biasanya pemain musik menghadapi
keragu-raguan. Kalau dia terlalu condong ke arah penyesuaikan diri serta
hidangan-hidangannya disesuaikan dengan selera publik saja, dia memang akan
“laku”. Tapi dia tidak akan merasa bahagia, oeleh karena apa yang
dihidangkannya tidak sesuai dengan apa yang kita anggap artistik-ideal. Inilah
liku-liku kehidupan musik populer.
Sikap yang sebaik-baiknya adalah mengambil jalan tengah.
Artinya, melalui cara-cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan popularitas,
sedikit demi sedikit membawa publiknya ke arah menghargai hidangan-hidangan
yang artistik. Dengan demikian, selain berfungsi sebagai artis diapun bertindak
sebagai seorang pendidik apresiasi musikal
masyarakat.
Sebagai seorang artis profesionaldia tidal boleh
merendahkan bakatnya sebagai barang dagangan, yang dapat dapat ditawar-tawar
hanya untuk kepuasan pembelinya saja. Artis yang mempunyai harga diri biasanya
lebih senang menghidangkan kecakapannya secara gratis, misalnya untuk membantu
suatu usaha sosial, daripada harga kepandaian artistiknya ditawar-tawar. Kala
perlu juga ia mendapat honorarium untuk permainannya, jumlah uang yang akan
diajukannya hanyalah sampai sebanyak yang pantas, yang tidak merendahkan
derajatnya. Kalau tidak demikian, dia bukan lagi seorang artis profesional
sekali, tapi sudah seorang artis pedagang, artis komersial disebutya.
Memang, untuk menjadi seorang artis profesional itu
tidak mudah. Selama diamasih memiliki kekuatan fisik untuk hidup sebagai artis
yang penuh dengan suka duka, di dalam kariernya dia akan banyak berhadapan
dengan soal-soal baru yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Penuh dengan kerja
keras untuk mempertahankan serta mengembangkan kecakapannya, akan tetapi proses
hidupnya penuh dengan petualangan serta romatika yang hanya dapat dialami oleh
artis saja.
Kita tidak usah heran, kalau para artis kadang-kadang
dianggap minta honorarium yang cukup tinggi. Sebab, kehidupan sebagai
artisbanyak membawa risiko. Dan justru inilah bisanya yang menjadi daya tarik
untuk artis-artis yang muda-muda
Sesudah seorang artis agak lanjut usianya, tidak jarang
kehidupan artistik yang begitu bergelora itu diganti dengan hidup yang agak
tenang, misalnya ia lalu menjadi guru musik atau kritikus musik.
14. Soal Profesional dan Amatir
Seseorang yang memilih main musik sebagai mata
pencaharian hidupnya, disebut pemain profesional
, dan orang yang menghidangkan musik semata-mata hanya sebagai hobby atau
sebagai pengisi waktu luang saja, digolongkan ke dalam golongan pemain amatir.
Seorang pemain musik yang menghidangkan musik dengan
mendapat balas jasa uang, samasekali tidak mengurangi nilai artistik
permainannya atau merendahkan martabatnya. Sebaliknya, seorang amatir pun
kadang-kadang tidak kurang rasa tanggung jawab artistik seorang profesional.
Meskipun demikian, istilah profesional dan amatir dalam
dunia musik sudah mendapatkan arti, bahwa seorang profesional, artistik jauh
lebih tinggi kedudukannya daripada seorang amatir. Berkait dengan penggolongan
ini dalam dunia internasional, seorang pemain amatir yang tinggi nilai permainannya,
tidak jarang dikatakan menghidangkan musi “sebagai
orang profesional”.
Bagaimanapun juga, adanya kedua golongan ini diperlukan
suatu kehidupan musik dalam masyarakat. Para amatir dapat memberi dorongan pada
kegiatan berolah musik. Dengan demikian menambah kegemaran masyarakat kepada
musik dan memupuk selera musikalnya. Sebab pemain-pemain amatir lebih sering
menghubungkan musik dengan publik. Makin banyak para amatir diberi kesempatan
untuk menghidangkan musik di depan publik, makin bertambah semangatnya untuk
mengembangkan permainannya. lagi pula, konser yang terdiri dari pemain-pemain
amatir lebih murah pembiayaannya. Honorarium tidak perlu dikeluarkan.
Pada saat ini di Indonesia banyak pemain yang menduduki
fungsi setengah profesional. Mereka pada dasarnya amatir, akan tetapi kesediaan
mereka untuk dibayar hanya semata-mata untuk menambah uang belanja saja.
Mengenai pemainan-pemain amatir ini ada aspek-aspeknya
yang positip sebagaimana digambarkan di atas, dan ada pula aspek-aspeknya yang
positif sebagaimana digambarkan di atas, dan pula aspek-aspeknya yang negatip.
Misalnya sikap yang kurang sungguh-sungguh terhadap banyak hal di dalam
menghidangkan musik dan latihan-latihannya termasuk aspek-aspek yang negatip.
Berlatih bersama anatar amatir kadang-kadang tidak dapat berlangsung, oleh
karena para pemain datang seenaknya sendiri, tidak hadir atau datang terlambat.. kesukaran-kesukaran teknis dalam
latihan-latihan tidak begitu cepat dapat dikuasai, oleh karena kurangnya
latihan atau tidak melatih diri sama sekali di rumah.
Sebaliknya dapat ditunjuukan juga adanya amatir-amatir
yang menghadapi olah musiknya dengan sungguh-sungguh. Akan tetapi kadang-kadang
malahan kita dapati juga hal yang tragis: Sudah bersungguh-sungguh, tapi tidak
sadar, bahwa mereka tidak mempunyai talent
sama sekali.
Kesukaran-kesukaran juga kadangkala timbul, kalau dalam
suatu orkes pemain-pemain profesional. Situasi seperti ini kadang-kadang kita
jumpai, kalau dalam sebuah kota orang misalnya bermaksud hendak membentuk sebuah
oekes simponi.
Kesukaran pertama tentunya berkisar sekitar soal
honorarium. Apakah semua anggota orkes perlu diberi horarium? Kalau dianggap
perlu, apakah hnorarium pemain amatir akan disamakan dengan yang profrsional?
Ataukah, yang dibayar hanya yang profesional saja? apakah dengan demikian tidak
akan menyebabkan rasa kurang adil terhadap beberapa amatir, yang juga
memerlukan tambahan kekurangan uang? Dan lain lagi, yang harus diselesaikan
secara bijaksana.
Kesulitan lain ialah mengenai buah-buah ciptaan yang
harus dilatih. Yang untuk pemain profesional mungkin merupakan buah-buah musik
yang secara teknis sudah terlalu membosankan, oleh karena sudah terlalu
seringnya dimainkan, untuk pemain-pemain amatir mungkin malahan masih merupakan
obyek yang menyenangkan, oleh karena merupakan barang baru.
Buah-buah musik yang untuk para pemain profesional sudah
tidak perlu dilatih lagi, untuk kebanyakan amatir mungkin masih merupakan
kesulitan-kesulitan teknis yang memerlukan latiha beberapa kali. Tentu masih
banyak kesulitan lain yang dapat kita sebut satu per satu. Akan tetapi yang
telah diuraikan tadilsh biasanya kesulitan yang paling menonjol.
Uatu hal yang
perlu perhatian adalah, bahwa pemain amartir dalam orkes sebagian besar adalah
pemain biola. Sedikit sekali kita temukan amatir yang main klarinet atau hobo
atau kontrabas yang baik biasanya tidak banyak jumlahnya dalam suatu kota. Itu
pun harus dicari di antara profesional.
Seorang dirigen biasanya
lebih senang kalu berhadapan dengan profesional . akan tetapi, di dalam
kita membentuk sebuah orkes simponi kota misalnya, biasanya tidak mungkin
seluruh orkes terdiri hanya dari profesional saja. demikian pula sebaliknya,
sukar untuk membentuk orkes yang hanya terdiri dari amatir saja. lagipula orkes amatir demikian jarang dapat menghidangkan
buah-buah ciptaan yang secara teknis memerlukan keahlian serta keterampilan
yang telah berpengalaman lama. Musik yang akan dihidangkan akhirnya hanya akan
terdiri dari ciptaan yang itu-itu juga. Dan yang kronisnya, pemain-pemain
amatir pada suatu waktu akan menjadi lekas bosa.
—KSP42—
Minggu, 20 Maret 2020 – 06.33 WIB
REFERENSI:
Sumaryo L.E.
Komponis, Pemain Musik dan Publik
Pustaka Jaya – Jakarta 1978